30. Orang Yang Tidak Pantas

863 82 15
                                    

Jordan mencium pelipis Lava dengan lembut sebelum melambaikan tangannya seraya melangkah menuju Pak Wahid yang sudah menunggu di depan rumahnya.

"Papa, hati-hati, ya!"

Pak Wahid yang mendengar teriakan penuh semangat Lava lantas terkekeh lucu. Pria itu menatap kearah Jordan yang sedang mengangguk mengiyakan ucapan Lava.

"Lucu sekali, saya jadi kangen cucu," celetuk Pak Wahid saat Jordan sudah duduk di atas motornya.

Kendaraan roda dua itu kemudian melaju dengan kecepatan sedang, membelah keramaian jalanan di pagi hari. Pak Wahid melirik Jordan dari kaca spionnya sesaat sebelum berucap.

"Anakmu keliatan deket banget sama kamu, ya, Jo."

Jordan tersenyum tipis, "Dia cuma punya saya, Pak. Kalo bukan deket sama saya, dia mau deket sama siapa lagi?"

Pak Wahid mengangguk setuju, "Benar juga, ah! Masa kecil anak-anak emang gemesin, coba kalo udah gede, jangankan deket-deket, senyum aja kadang dia nggak mau."

Tawa kecil Jordan mengudara begitu saja, dalam hatinya Jordan berharap jika Lava akan selalu dekat dengannya bahkan ketika anak itu sudah dewasa. Jordan harap, Lava selalu menjadikannya sebagai tempat untuk bergantung tanpa memerlukan orang lain.

"Pengalaman Bapak, ya?"

"Iya, Jo. Anak saya kan cowok semua, udah hafal pokoknya," jawab Pak Wahid sembari tertawa.

Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai. Motor Pak Wahid berhenti tepat di depan restoran tempat Jordan bekerja. Pemuda bertato itu turun sembari mengucapkan terima kasih sebelum memasuki restoran.

Tidak akan aneh jika rekan kerjanya tak menghiraukan kedatangan Jordan, namun, kali ini mereka malah memandang Jordan serentak dengan tatapan ... kasihan? Jordan hafal betul dengan ekspresi manusia setelah melalui berbagai hal dalam hidupnya, tapi, Jordan tidak merasa hidupnya perlu di kasihani saat ini.

Pemuda itu jelas abai, kemudian melangkah menuju dapur untuk mengambil apron miliknya. Baru saja selesai memasang, Jordan di kejutkan atas kehadiran Pak Panji yang tiba-tiba mendatanginya.

"Kenapa, Pak?" tanya Jordan cepat, sebenarnya sudah menebak jika pria ini pasti ingin menanyakan perihal video itu.

"Kamu di panggil Pak Brata untuk ke ruangannya." Setelah mengatakan itu, Pak Panji menepuk bahu Jordan sekilas sebelum kembali melangkah menjauh.

Tanpa banyak bicara, Jordan segera melangkah menuju bagian dalam tepatnya ruangan para atasannya berada. Dalam perjalanannya, Jordan lagi-lagi mendapati Harsa yang tersenyum sinis kepadanya.

Jordan mengetuk pintu ruangan Pak Brata tiga kali, setelah mendapatkan intrupsi untuk masuk barulah Jordan membuka pintu. Terlihat Pak Brata sedang duduk sembari menatap layar laptop di atas mejanya.

"Bapak memanggil saya?" tanya Jordan sembari mendekatkan diri.

Pak Brata mengalihkan pandangannya dari layar laptop sebelum melipat tangannya di atas meja. Menatap intens Jordan yang masih berdiri di hadapannya. Perlahan, Pak Brata memutar laptop yang berada di hadapannya.

"Bisa kamu jelaskan tentang ini?"

Mata Jordan terfokus pada video pendek yang sempat ia tonton kemarin, namun, kali ini dengan versi wajahnya yang lebih jelas. Video kemudian berganti pada potongan lain dari rekaman saat dirinya memakai baju oren khas tahanan dengan tangan yang terborgol.

Anak pengusaha ternama berinisial J.R menjadi tersangka pembunuh dua temannya.

"Itu kamu, Jordan?" tanya Pak Brata lagi.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang