40. You're A Good Papa [SELESAI]

941 178 51
                                    

Rasa sakit karena berpisah karena kematian jelas adalah yang paling menyakitkan. Namun, rasa sakit akibat berpisah karena keadaan padahal masih ingin bersama-sama juga tak kalah menyakitkan dari kematian.

Jordan berkali-kali mengusap air matanya dengan kasar sambil menatap selembar foto yang ayahnya berikan setelah meeeka sarapan tadi. Di dalam foto itu terlihat seorang bayi kecil yang masih berada di inkubator, terlihat tenang dengan mata yang tertutup rapat.

Di balik foto itu terdapat sebuah tulisan tangan milik sang ayah yang bertuliskan Jendral Azkalava. Kali pertama Jordan mengetahui nama lengkap si kecilnya dan foto ini adalah foto pertama yang Jordan miliki untuk mengingat putranya.

Jordan masih menahan diri untuk tidak menangis sejadi-jadinya, pemuda itu hanya bersandar pada kaki ranjang sembari menunduk menatap wajah kecil Lava. Di bawah sana, kedua orang tuanya sudah bersiap-siap untuk mengantarkan Jordan menuju bandara.

Penebangan akan berlangsung dua jam lagi, dan Jordan masih merasa sangat berat untuk meninggalkan tempat ini. Seluruh pikirannya masih berpusat pada Lava, sudah lewat satu hari dari janji Jordan yang akan menjemput Lava ... apakah Lava menangis atau malah membencinya?

Memikirkan hal itu semakin membuat air mata Jordan mengalir deras. Jordan tidak ingin ada penyesalan setelah dirinya pergi, namun, Jordan juga tidak ingin berhadapan dengan yang namanya kehilangan, lagi.

"Jangan benci Papa, Nak ... jangan benci Papa," gumam Jordan sembari mengecup permukaan foto itu penuh kasih sayang.

Suara ketukan pintu membuat atensi Jordan beralih, terdengar suara sang ibu yang memintanya untuk segera turun karena mereka akan pergi. Perlahan, Jordan bangkit, dirinya menyimpan foto itu di saku jaket hitamnya.

Dengan berat hati Jordan melangkah menuju pintu, berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan wajah baik-baik saja walaupun mata sipit itu sangat jelas terlihat agak sembab.

"Jo, jangan nangis lagi," ucap Lauren sembari mengusap wajah sang anak yang terlihat pucat.

Jordan tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, tidak memberi jawaban apapun atas apa yang Lauren ucapkan. Ibu dan anak itu pun melangkah turun, menuju sang ayah yang sudah siap dengan mobil mereka di luar sana.

"Sudah siap dengan kehidupan baru kamu, Jo?" tanya Gerald dengan nada yang penuh semangat, wajah pria itu tampak bahagia seakan sudah menunggu momen ini sejak lama.

Jordan tersenyum lagi, setidaknya wajah bahagia kedua orang tuanya yang sudah lama tidak Jordan lihat sekarang kembali muncul. Apalagi alasan dari kebahagiaan itu adalah Jordan sendiri. Harusnya Jordan juga harus merasa bahagia, kan?

Mereka masuk ke dalam mobil dengan Jordan yang duduk sendirian di bangku penumpang. Pemuda itu terus menatap ke arah jalanan yang mereka lewati, kadangkala mata sipit itu menyendu saat tanpa sengaja melihat sosok anak kecil di luaran sana.

Siapa sangka perpisahan keduanya akan datang secepat ini? Rasanya baru kemarin Jordan berusaha membuat Lava memanggilnya dengan sebutan Papa, namun, lihatlah sekarang ... takdir lagi-lagi mempermainkannya.

"Pa ... Papa bakal penuhin permintaan terakhir yang Jo bilang kemarin, kan?" tanya Jordan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

Gerald melirik Jordan dari kaca kemudian mengangguk pelan, "Papa sudah minta asisten Papa untuk selidiki Rahayu, tentang pengeluaran uang uang itu dan juga meminta kesaksian dari para tetangga."

"Hasilnya?"

"Belum ada kabar, tapi, setelah semuanya terbukti, Papa bakal buat Rahayu untuk berlutut di bawah kaki anak itu," ucap Gerald sambil menatap datar jalanan di hadapannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang