5. Si Kecil dan Seribu Lukanya

1.6K 88 4
                                    

Sialnya- aku sempat berpikir jika hanya aku yang terluka di sini.

• • •

Matahari mulai menenggelamkan sinarnya, menyisakan warna kemerahan di langit yang tampak sudah kehilangan sang biru.

Jordan memasuki kamar dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur sederhana dan segelas susu. Matanya menatap gamang kearah Lava yang sudah kembali tertidur setelah dirinya meneguk obat penurun panas.

Itu sudah beberapa jam yang lalu, jadi, tidak masalah jika Jordan memberinya makan. Lagipula anak itu hanya makan sepotong roti seharian ini.

"Lava, makan dulu, yuk?" Jordan mengusap lembut dahi yang terbalut plaster penurun panas yang ikut dirinya beli saat membeli obat tadi, mengucap syukur dalam hati karena suhu tubuh Lava sudah mulai turun.

Lava terlihat menggeliat pelan, sangat mudah bagi anak ini untuk terbangun dari tidurnya yang tidak cukup nyaman. Mata bulatnya tampak sedikit berkaca-kaca, perlakukan lembut Jordan mengantarkan rasa hangat yang asing di hatinya.

"Makan, ya?" bujuk Jordan sembari membantu Lava untuk mendudukkan diri.

Tubuh ringkih itu masih sangat lemah, sehingga Jordan mengangkat Lava sepenuhnya kemudian mendudukkan diri di atas ranjang. Memposisikan tubuh hangat Lava untuk duduk nyaman dengan posisi menyamping di pangkuannya.

Lava sempat memberontak pelan, namun, langsung terdiam setelah tepukan pelan terasa di pahanya. Lava menatap Jordan yang tengah meniup bubur dengan pandangan sayu.

"Buka mulutnya," ucap Jordan seraya mengarahkan suapan kecil itu ke mulut Lava.

Senyuman kecil terbit begitu saja, sebisa mungkin Jordan membuat Lava memakan habis bubur buatan tangannya.

Hati Jordan kembali berdenyut nyeri saat mengingat lebam dan bekas luka di sekujur tubuh Lava. Anak ini bahkan berusaha menutupi tubuhnya ketika Jordan ingin melihat lebih jauh.

Satu pertanyaan berputar di benak Jordan, apa selama ini Lava hidup bahagia?

Perlakuan Rahayu sebenarnya bisa menjadi jawaban dari ini semua, namun, kenapa saat itu Lava terlihat enggan pergi dari sisi wanita itu?

Lava memalingkan wajahnya saat Jordan menghantarkan suapan yang ke enam kalinya. Anak itu semakin meringkuk di dada Jordan seolah mencari kehangatan.

Melihat hal itu, Jordan meletakan bubur di atas meja kecil di samping ranjang kemudian menyodorkan segelas air yang di teguk perlahan oleh laki-laki kecil itu.

Tangan penuh hiasan seni ukiran tato itu kembali merengkuh tubuh Lava, mengelus lembut sepanjang punggung mungil untuk sekedar memberi kenyamanan.

"Jangan lama-lama sakitnya, Papa khawatir," bisik Jordan pelan lalu memberanikan diri untuk mengecup puncak kepala Lava.

Jordan menempelkan pipinya di rambut lepek yang mulai berkeringat itu. Matanya terpejam erat dengan bibirnya yang tersenyum tipis.

Siera, gue nggak salah, kan? Tolong terus perhatiin gue dari atas sana.

Hati Jordan menghangat saat Lava semakin meringkuk di dadanya. Perlahan Jordan mengubah posisi mereka untuk berbaring dengan tetap membiarkan Lava menempel pada tubuhnya.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang