2. Akan Aku Usahakan

2.2K 108 3
                                    

Akan Aku Usahakan—untukmu, sebisa dan semampuku. Tanpa ada kata menyerah di dalamnya sebelum kebahagiaan itu aku letakkan di alur hidupmu, hidup kita.

• • •

Jordan meletakan barang-barangnya di bangku terminal keempat yang mereka pijaki. Jordan masih hafal semua jalanan ini, Jordan hanya berusaha pergi sejauh mungkin. Menemukan sebuah lingkungan baru dan meninggalkan semua hal yang berhubungan dengan masa lalu. Termasuk orang tuanya.

Ini sudah lewat tengah hari, dengan itu Jordan memutuskan untuk membawa Lava menuju sebuah warung makan. Untung saja bocah ini berkenan memberikan pin rekening kepadanya walaupun Lava masih berbicara seperlunya saja.

Isi rekening ini masih banyak, cukup untuk menyewa sebuah kontrakan untuk mereka tinggali. Jordan berjanji akan mengganti semuanya setelah ia mendapatkan pekerjaan nantinya.

Jordan benar-benar tidak mengerti apa yang mendasari keinginan sang ayah sampai mau memberikan nafkah untuk Lava yang lima tahun lalu pernah pria itu caci maki layaknya dunia akan berakhir saat itu juga ketika Lava di lahirkan.

"Lava mau makan apa?" tanya Jordan setelah meletakan tas mereka di lantai. Pemuda itu menatap Lava yang terus menunduk sambil melipat tangan di atas meja.

Setidaknya Jordan masih bisa membelikan Lava apapun yang ada di sini. Apalagi dirinya sempat memungut lebar uang yang Rahayu lempar kepadanya. Persetan dengan gengsi, Jordan butuh uang saat ini. Setidaknya sampai dirinya bisa membuang uang lebih banyak lagi di bawah kaki wanita itu.

Jordan melipat bibirnya saat Lava sama sekali tidak menjawabnya, bahkan anak itu masih setia menunduk dalam. Sama sekali tidak memperdulikan entitas Jordan yang duduk di hadapannya.

"Lava?" Karena tidak ada jawaban apapun, Jordan memutuskan untuk bangkit kemudian melangkah untuk memesan makanan.

Dia sama sekali tidak mengerti apa yang suka dan tidak Lava sukai, tapi, daripada anak itu tidak makan sama sekali lebih baik Jordan yang mengambil keputusan.

"Papa pesenin ayam bakar, ya? Atau Lava mau yang lain?" tawar Jordan saat dirinya sudah kembali mendudukkan diri di hadapan Lava.

Anak itu terlihat tersentak kaget saat mendengar kata 'Papa' keluar dari bibir Jordan, membuat pemuda itu tersenyum getir. Lava sempat mendongak sebentar kemudian kembali menundukkan kepala.

"Nggak mau pesen yang lain?"

Lava menggeleng pelan, namun, hal itu sudah cukup membuat Jordan tersenyum senang. Setidaknya anak ini sudah mau merespon apa yang ia katakan.

Pesanan mereka tiba setelah kurang lebih menunggu selama sepuluh menit. Jordan mengucapkan terima kasih sambil tersenyum canggung. Agak tak nyaman saat gadis yang mengantar pesanan mereka terus menatap takut-takut tato di sepanjang lengannya.

Jordan sudah berusaha sebisa mungkin menutup telinga karena sedari tadi orang-orang mulai berbisik-bisik mengeluarkan opini mereka masing-masing. Jordan berusaha tak perduli, prioritasnya adalah Lava. Hanya Lava saja.

Pemuda itu meletakan sepiring nasi ayam bakar di hadapan Lava kemudian tersenyum lembut, "Lava boleh benci karena harus ikut Papa, tapi, jangan benci sama makanan. Mereka bakal sedih kalo Lava nggak makan, cukup bencinya sama Papa, ya? Ayo, sekarang makan dulu."

Mata Jordan perlahan berkaca-kaca, ini sama seperti dirinya yang sering membujuk Siera untuk makan dulu. Jordan ingat semuanya, dan Jordan tidak akan pernah melupakan semua hal tentang gadis yang sudah membuatnya jatuh cinta berkali-kali.

Kepala Lava mendongak pelan, tangan mungil yang agak gemetar itu mulai bergerak untuk mencuci tangan kemudian menyentuh makanannya. Jemari kecil Lava terlihat menyingkirkan bawang goreng yang bertaburan di atas nasi.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang