39. Hari Terakhir

1.3K 151 32
                                    

Tatapan kosong Jordan tertuju pada dua koper besar berisi semua pakaian baru pemberian sang ibu. Ada juga berkas-berkas yang sudah di urus oleh Gerald untuk kepentingan penerbangannya esok hari.

Jordan menarik nafas panjang sebelum memutuskan untuk mengambil kunci motor miliknya. Mungkin ini adalah hari terakhir Jordan berada di sini, jadi, Jordan akan memanfaatkan semua ini sebaik mungkin.

Kedua orang tuanya jelas sudah pergi bekerja, sehingga hanya ada Pak Salim saat Jordan mengeluarkan motor. Kuda besi itu melaju dengan kecepatan sedang, menuju tempat yang mungkin akan sangat sulit ia kunjungi setelah ini.

Gerbang pemakaman umum menyambut kedatangan Jordan dengan kesunyiannya. Jordan turun dari motor dan menggenggam dua ikat bunga lily berwarna putih. Langkahnya terus menyusuri nisan demi nisan demi mencapai milik Siera.

Jordan berjongkok, meletakan salah satu bunga di bawah nisan Siera. Mengelus singkat nisan itu sembari tersenyum getir. Jordan sadar akan kebodohannya, namun, tidak semudah itu ia melupakan semua cinta yang tumbuh dalam hatinya.

"Ra ... gue udah nggak bisa jaga Lava lagi, gue nggak bisa jadi ayah yang baik buat Lava," ucap Jordan sambil menunduk menatap kedua tangannya yang bertaut erat, "gue nggak bisa penuhin janji yang udah gue buat ... gue cuma orang asing, Ra."

Seluruh janjinya. Entah kenapa Siera ataupun Lava, tidak ada yang benar-benar bisa Jordan penuhi. Semuanya tinggal sebatas janji yang rasanya sangat sulit untuk Jordan wujudkan.

"Gue harus pergi, Ra. Demi orang tua gue, dan sialnya gue harus ninggalin Lava di sini," sambung Jordan dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Jordan meninggalkan Lava dengan harapan yang ia tanamkan di dalam diri anak itu. Apa jadinya jika Lava sadar bahwa Jordan pergi tanpa membawanya juga?

"Tapi, suatu hari nanti gue bakal jemput Lava lagi, gue bakal berusaha satu kali lagi buat Lava."

Setidaknya nanti Jordan mungkin bisa menjamin masa depan Lava tanpa kesulitan lagi, hanya berharap jika anak itu tidak melupakannya atau membencinya.

Sungguh, itu sudah lebih dari cukup. Jordan hanya ingin ketika dirinya kembali ke sini suatu saat nanti dan mereka kembali bertemu, Lava tetap memanggilnya seperti biasa.

Berteriak dengan suara keras sambil berlari memeluk dirinya erat, seperti biasanya.

Setelah beberapa helaan nafas panjang, Jordan kembali mengelus nisan Siera sebelum mengambil satu ikat bunga yang tersisa. Pemuda itu berdiri, kemudian berpindah pada nisan yang berada di sebelah milik Siera.

Sebuah nama yang rasanya sudah tidak sudi lagi untuk Jordan ucapkan tertera di hadapannya. Bayang-bayang akan senyum meremehkan karena berhasil merebut beberapa hal yang Jordan punya selalu tertanam di ingatannya.

"Lo bener, Len, nggak ada satupun hal yang bakal menetap sama gue. Mungkin gue emang tempat persinggahan buat semua orang, Siera bahkan Lava, nggak ada yang berhasil gue milikin selamanya," ungkap Jordan sembari menatap datar nisan Alendra.
Pemuda itu dulu pernah berkata bahwa Jordan tidak pantas untuk siapapun. Tidak ada satupun cinta yang akan menetap di dalam hidupnya, dan sekarang Jordan mulai mempercayai hal itu.

Jemari yang agak bergetar itu meletakan bunga lily yang tersisa, menepuk pelan gundukan tanah itu dengan perasaan yang tidak menentu.

"Seandainya kehidupan kedua memang ada, gue harap kalian jadi keluarga kecil yang bahagia."

Tanpa ada kehadiran Jordan di dalamnya, karena kalau kehidupan lainnya memang ada, Jordan ingin berada sejauh mungkin tanpa harus mengenal mereka. Supaya tak ada rasa sakit dan kecewa yang mampir di dalam hidup mereka.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang