21. Nenek?

4.4K 241 6
                                    

Lava menatap tubuhnya yang hanya berbalut handuk di bagian pinggang. Hari sudah mulai menuju sore, dan dirinya memutuskan untuk mandi karena merasa sangat gerah.

Selama Jordan bekerja yang Lava lakukan hanya berguling-guling di kasur, kadang anak itu juga membantu membersihkan rumah agar tidak terlalu berantakan. Lava senang karena Jordan selalu memuji hal kecil yang ia lakukan.

"Sudah bersih," ucap Lava seraya memperhatikan tubuh mungilnya yang terlihat lebih mulus.

Tanpa lebam biru ataupun goresan-goresan luka yang menghiasinya. Telunjuk kecil Lava lalu beralih mengusap tanda goresan agak panjang di bagian bahunya.

"Tapi ini nggak bisa hilang." Bekas luka itu sudah sangat lama, bahkan Lava sendiri tidak ingat penyebabnya apa.

Lava tersenyum sembari melompat-lompat gembira. Sejak bersama sang ayah, tak ada lagi rasa sakit yang Lava terima, tubuhnya yang dulu sangat kecil dan kurus pun sekarang terlihat lebih berisi.

"Ava jadi gendut."

Suara ketukan di pintu rumah membuat Lava dengan cepat memakai baju yang sudah ia siapkan di atas ranjang. Kaki-kaki kecilnya lalu berlari menuju pintu dengan tangan yang masih memegang handuk lembab.

Lava membuka pintu dan menyembulkan kepalanya keluar, menatap sesosok wanita yang berdiri membelakanginya.

"Cari siapa?" tanya anak itu dengan suara pelan.

Wanita di depan Lava berbalik lalu menunduk, tersenyum canggung dengan dua tangan bertaut gelisah.

"Hai? Ini benar rumah Jordan?" tanya wanita itu dengan suara lembut.

Masih dengan hanya kepala yang menyembul, Lava mengangguk pelan. Wajah wanita ini agak tak asing, namun, Lava lupa dimana dirinya pernah melihat figur lembut ini.

"Dia ada?" Suara wanita itu tampak agak bergetar pelan walaupun senyum manis masih menghiasi wajahnya.

"Papa k-kerja ... siapa?"

"Lauren, teman Papa Jo. Ini ... Lava, ya?"

Lauren menghapus air matanya dengan cepat saat anak kecil ini mengangguk. Wanita itu berjongkok, menyamakan tinggi tubuh mereka.

"Jangan takut, ya? Saya cuma ingin bertemu sama Papa Lava, boleh saya masuk?" tanya Lauren berharap banyak pada anak ini.

Dengan ragu-ragu Lava membuka pintu lebar-lebar hingga membuat Lauren mampu melihat seisi rumah kecil ini. Hatinya kembali berdenyut nyeri, bagaimana bisa dirinya hidup di rumah besar itu sedangkan sang anak harus tinggal di rumah yang sempit ini?

Lava menyingkir, mempersilahkan Lauren untuk memasuki rumah. Anak laki-laki itu menyempatkan diri untuk menyimpan handuk di kamar mandi sebelum kembali menghampiri Lauren yang mematung di depan pintu.

"U-um, mau m-minum?" tawar Lava sembari meremas pakaiannya sendiri.

Lauren mengangguk pelan, tersenyum hangat agar Lava tidak terlalu gugup lagi. Sepeninggal Lava menuju dapur, Lauren melangkah semakin masuk ke dalam rumah.

Wanita itu mendudukkan diri di atas sofa yang tidak terlalu lembut sembari mengedarkan pandangannya. Air matanya kembali terjatuh, merasa tidak tega karena kehidupan sang anak berubah sangat drastis.

Jordan yang sedari kecil ia manjakan dengan segala kemewahan harus berakhir hidup mandiri di rumah kecil ini. Bahkan pemuda itu juga bekerja di usia yang seharusnya Jordan masih mengejar pendidikan tertinggi.

Jordan-nya ... seberapa menderita hidup pemuda itu?

"M-maaf cuma air p-putih," ucap Lava sembari meletakan segelas air di hadapan Lauren.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang