23. Sudah Menjadi Asing

4.3K 259 9
                                    

Ringisan pelan menyambut pagi Jordan. Pemuda itu mendudukkan diri sembari mengusap pinggangnya yang kemarin terbentur ujung kursi.

"Harsa sialan."

Laki-laki satu anak itu turun dari ranjang dengan gerakan pelan, berusaha tidak membangunkan sang anak yang masih tertidur lelap.

Hari ini, Panji menyuruhnya untuk beristirahat di rumah terlebih dahulu, begitupula dengan Harsa. Jordan juga tidak mengerti apakah hukuman di tempat kerjanya ini memang mengambil tema seperti persekolahan atau apa.

Jordan tentu mau mau saja, dirinya juga muak berada di sekitar orang-orang itu. Berlagak sok membenci padahal tidak ada alasan spesifik. Jordan saja tidak pernah mengganggu mereka, jadi, kenapa kebencian itu mendadak muncul?

Sambil menguap lebar, Jordan menutup pintu kamarnya. Cahaya matahari mulai menampakkan eksistensinya, hal itu membuat Jordan membuka tirai, membiarkan rumahnya ikut tersinari.

"Masak apa, ya?" tanya Jordan sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jordan menyempatkan diri membuka rice cooker untuk melihat apakah masih ada nasi yang tersisa, "cukuplah, buat sarapan doang."

Pemuda itu lalu membuka kulkas, menatap stok bahan makan yang masih tersisa. Jordan menghela nafas pelan saat melihat hanya ada tiga butir telur dan seikat sawi yang sudah tidak terlihat segar.

Tidak ada pilihan lain, Jordan mengambil dua butir telur untuk di goreng. Untung saja stok beras mereka masih cukup banyak mengingat hari gajian masih lumayan jauh di depan sana.

"Nanti gue ajak Lava belanja deh."

Aroma harum dari telur dadar ini membuat perut Jordan bergemuruh. Entah kenapa dirinya jadi cepat lapar sekarang. Padahal dulu Jordan adalah tipe orang yang tidak akan makan bila tidak di ingatkan.

"Papa?"

Tubuh tinggi itu berjengkit terkejut, Jordan menoleh kemudian mengelus dadanya sendiri saat melihat Lava yang berdiri di pintu dapur sembari mengusap matanya.

"Ava, kok cepet banget bangunnya?" tanya Jordan yang sudah kembali fokus kepada telur dadar yang masih setengah matang di dalam penggorengan.

Anak kecil itu menguap lebar, "Ava mau pipis."

Jordan hanya mengangguk kemudian mengangkat telur dadarnya. Masih terlalu dini untuk sarapan sehingga dia menyimpan telur dadar di dalam rak lemari.

"Ava udah mau sarapan, Nak?" tanya Jordan ketika Lava keluar dari kamar mandi dengan keadaan wajah lebih segar.

Lava menggeleng, "Belum lapar. Papa belum siap-siap?"

"Papa libur." Jordan melangkah untuk membuka pintu rumah agar udara pagi masuk ke dalam.

"Libur terus," celetuk Lava sembari mengekori sang ayah.

Jordan tertawa pelan seraya menggelengkan kepalanya, "Iya, ya? Nggak papa lah."

"Papa masih sakit, ya?"

Lagi-lagi Jordan menggeleng, dirinya melangkah menuju teras rumah. Melihat sekelilingnya yang terasa basah karena embun pagi.

"Nanti kita belanja, ya, Nak," ucap Jordan sembari menggiring Lava kembali ke dalam rumah. Udara masih terasa cukup dingin walaupun matahari sudah bersinar.

Lava mengangguk antusias, "Ava ikut, ya!"

...

Nyatanya sebesar apapun keinginan Jordan untuk beralih berbelanja di pasar, dirinya tetap kembali ke toko tempat Anyelir bekerja. Namun, kali ini Jordan benar-benar teliti melihat apa saja yang ia masukkan ke dalam keranjang agar tidak terlalu boros.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang