33. Sebuah Perpisahan?

1.2K 136 42
                                    

Anyelir menggigit kukunya sendiri, berusaha menahan tangis dan mengabaikan Lava yang terus terisak sambil memukul-mukul pintu rumahnya agar terbuka. Anak itu benar-benar tidak berhenti menangis setelah Jordan mengatakan bahwa dirinya akan pergi sebentar sebelum menjemput Lava lagi.

Sinta sendiri juga hanya terdiam dengan tatapan kosong di atas sofa. Jauh di dalam lubuk hatinya, Sinta merasa semua hal yang Jordan katakan adalah kebenaran. Faktanya memang Alendra tidak tumbuh sebaik itu. Namun, Sinta jelas tak mau mendiang anaknya di salahkan seperti ini.

"Ava mau P-Papa!" Tangis Lava semakin kencang, kepalanya bersandar di permukaan pintu, berusaha mencari Jordan lewat pendengarannya, tapi, benar-benar tidak ada lagi suara apapun di luar sana.

Apa Jordan benar-benar meninggalkannya sendirian? Tapi, Jordan bilang mereka akan bersama untuk waktu yang sangat lama. Ayahnya tidak mungkin berbohong.

"Papa...."

"Lava, stop! Dia orang jahat!" bentak Anyelir dengan suara bergetar pelan, air matanya kembali mengalir membentuk anak sungai di wajahnya.

Lava menggeleng tak percaya, sama sekali tidak berminat menatap Anyelir, "Papa b-bukan orang jahat!"

"Dia jahat! Dia itu penjahat, Lava! Dia yang bunuh Mama dan Papa kamu! Dia yang buat kamu menderita kayak sekarang!" Anyelir jelas menyuarakan seluruh isi hatinya tanpa memperdulikan Lava yang sudah menutup telinga menggunakan kedua tangan mungilnya.

"Dia ja---"

"ENGGAK! PAPA AVA BUKAN ORANG JAHAT! Papa orang baik! Papa yang obati semua luka Ava, Papa yang peluk Ava waktu Ava ketakutan, Papa kasih Ava semua makanan yang selama ini cuma pernah Ava dengar namanya! P-Papa ajak Ava ke tempat mainan besar walaupun Papa nggak punya uang! Papa A-Ava orang baik! Kakak jahat! Kakak bikin tangan Papa sakit padahal Papa selalu puji-puji Kakak!"

Lava semakin terisak kencang, baginya Jordan adalah orang paling baik yang hadir di hidupnya. Lava hanya ingin percaya pada ayahnya, dulu Rahayu juga mengatakan bahwa Jordan orang jahat, namun, nyatanya pemuda itu bahkan jauh lebih baik dari Rahayu sendiri.

"Dia bukan Papa kamu! Papa kamu udah meninggal, udah mati, Lava! Jordan yang bunuh Papa kamu!" sentak Anyelir yang tidak perduli bahwa sekarang dirinya berdebat dengan seorang anak kecil berumur lima tahun.

Tubuh kecil Lava merosot, anak itu semakin menempel pada pintu rumah, "Dia Papa Ava ... Ava cuma punya Papa, kenapa Kakak pisahin A-Ava dari Papa?"

Salah satu hal yang paling ia benci adalah kesendirian, dan sekarang Anyelir kembali membuatnya merasakan hal itu. Bagi Lava, kebahagiaannya adalah bersama sang ayah, jika mereka berpisah, bagaimana bisa Lava bahagia?

Papa cuma punya Ava, kalau Ava pergi juga, Papa harus hidup demi siapa?

Ingatan ketika Jordan memeluknya malam itu kembali berputar di kepalanya, membuat tangis Lava kian menjadi-jadi. Sekalipun dalam hidupnya tidak pernah ada yang menginginkan Lava seperti Jordan menginginkannya.

Lava belajar arti kasih sayang yang sebenarnya dari pemuda itu, lalu sekarang rasanya menjadi sesak sekali saat tak ada lagi Jordan yang memeluknya. Sungguh, Lava menyesal datang kemari, seharusnya Lava menunggu Jordan di rumah seperti biasanya.

"Masuk ke kamar, sekarang kamu bakal tinggal sama Kakak," ucap Anyelir sembari menatap punggung mungil yang bergetar menyedihkan itu.

Jelas hatinya merasa sangat sakit, dia tidak lagi ingin memercayai Jordan, namun, semua hal yang ia lihat dari Jordan selama dua bulan ini benar-benar tidak bisa membohongi perasaannya bahwa Jordan benar-benar menyayangi Lava.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang