19. Kembali Bertemu

1.1K 69 5
                                    

"Kita pulang, Pa?"

Jordan menoleh sedikit, menatap Lava yang sedang menikmati sekotak es krim di genggamannya. Mereka baru saja selesai makan siang di salah satu restoran cepat saji.

Pemuda itu tidak menjawab melainkan mengambil dompet miliknya untuk melihat berapa uang yang tersisa. Alis Jordan naik saat melihat masih cukup banyak uang di dalam dompet.

"Mau main dulu, nggak? Ava pernah mau dateng ke mana dulu? Biar Papa bawa ke sana," ucap Jordan seraya menggenggam sebelah tangan Lava yang kosong untuk berjalan menuju motor.

Lava tampak berpikir keras sembari menyentuh dagu kecilnya lalu menatap Jordan yang sedang memakai masker berwarna hitam, "Ava nggak tau. Ava selalu main di rumah, Ava nggak tau, Pa."

Pemuda itu tersenyum hangat di balik maskernya kemudian meminta Lava untuk segera naik ke atas motor, "Kita keliling keliling dulu, nanti Ava bisa tunjuk tempat yang Ava mau."

"Oke!"

Jordan tertawa gemas sembari melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Matanya ikut memerhatikan sekeliling tempat yang dulu cukup sering ia lewati.

Bersama teman-temannya, hampir setiap malam konvoi kecil-kecilan menyusuri jalanan dengan Siera yang setia memeluk pinggang besarnya.

Karena Lava masih tidak tau ingin pergi ke mana, Jordan membawa motornya menuju ke area sekolah tempatnya dulu. Melihat betapa gagah gerbang besar yang selalu di banggakan oleh kedua orang tuanya.

"Dulu Papa sekolah di sini," ucap Jordan ketika mereka melewati tempat itu, ada setitik kerinduan yang tercipta.

Mengingat dirinya baru satu semester menginjak tempat itu. Kebahagiaan yang sebenarnya belum sempat Jordan pijak, namun, badai besar itu menghantam seluruh kesempatan yang ia miliki.

"Wah! Ava boleh sekolah di sini juga?" tanya Lava sembari mendongak, anak itu agak berteriak karena takut Jordan tidak mendengar.

Jordan mengangguk pasti, "Kalo Ava udah besar, Papa bakal sekolahin Ava di manapun Ava mau."

Lava bertepuk tangan gembira, "Ava mau sekolah!"

Dulu, kata sekolah terdengar sangat mustahil di hidup Lava. Dirinya sering melihat teman sebayanya di antar oleh ayah dan ibu menuju sekolah tempat mereka menemukan teman.

Lava juga ingin, tapi, Rahayu bilang tidak ada sekolah yang mau menampung anak pembawa sial.

Jordan tertawa pelan, laju motornya membawa mereka menuju sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar. Tujuan utama Jordan dan teman-temannya setelah pulang dari sekolah.

Mereka berhenti di parkiran yang terlihat ramai. Tidak ada yang memperhatikan, namun, Jordan mendadak merasa gugup. Ingatannya berputar ke masa dimana semua orang menghakiminya.

"Ava mau masuk ke dalam?"

Lava mendongak menatap Jordan yang sudah melepas helm, "Boleh?"

Melihat anggukan pasti yang sang ayah berikan, Lava lantas mengangguk semangat. Mereka turun dari motor kemudian melangkah masuk sambil bergandengan tangan.

Jordan beberapa kali memperbaiki maskernya ketika orang-orang ini tanpa sengaja melihat kearahnya. Hanya gerakan refleks karena takut di kenali. Bagaimanapun juga, lima tahun bukan waktu yang lama untuk mengaburkan berita itu.

Lava memperhatikan sekelilingnya yang terlihat sangat ramai. Ini pertama kali dirinya melihat orang sebanyak ini di tempat yang terlihat luar biasa.

"Ava mau ke sana?" Tunjuk Jordan menuju Timezone yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

BAD PAPA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang