Bab 4 : Yunus

251 32 0
                                    

Cillision bukan hanya sekedar nama keluarga dengan beberapa bisnis di berbagai bidang, bukan juga seonggok manusia tidak berguna yang menguasai kekuasaan dengan uang atau nyawa. Tapi lebih dari itu terlalu sulit untuk di jelaskan bahkan oleh Alderan sendiri yang sudah hidup 15 tahun.

Tidak ada interaksi antara anak dan orang tua atau kakak dan adik pada umumnya, setiap pagi ia akan melewatkan sarapan lantaran harus berangkat lebih awal untuk menjajakan printilan yang ia jual. Weekend semua anggota keluarga akan menghabiskan waktu di luar saling bercanda ria menikmati waktu bersama, ah Alderan lupa kapan ia pergi keluar bersama keluarganya itu.

"Gue tetep gak ngerti kenapa lu gak berontak secara lu di perlakukan gak adil. Mau lu anak kedua kek ketiga atau bahkan ke tujuh juga lu kan tetep anak mereka. " Yunus masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar sungguh ia tidak mengerti kenapa sahabatnya ini malah berserah pada nasib tidak adil begini.

"Nih lu liat gue anak ke tiga dari empat bersaudara dan lu liat apa gue ada kelihatan kekurangan?? Gak kan gue hidup makmur dan sentosa malah, walau kadang gak akur sama adik gue. " Memelankan kalimat terakhirnya.

Ngomong ngomong mereka telah pindah ke tempat yang lebih sepi jika tadi mereka duduk santai di sebuah warung maka sekarang mereka berada di sisi pojok tempat les menghindari seseorang menguping.

Menghela nafas pelan, "Ayah tuh bukan tipe yang bakal dengerin lawan bicaranya malah sebelum lawan bicaranya buka mulut dia duluan yang akan nutup mulut mereka. "

"Sekalipun lu gak pernah berontak dengan segala ketidak adilan ini? Dimana rasa keadilan yang lu koar koar kan saat berdebat dengan Miss Nina?" Miss Nina adalah guru les PKN yang kerap kali membuat para murid les itu berdebat persoalan negara.

"Pernah. " Menatap langit berisikan awan putih bersih dengan latar biru cerah mengingat kenangan lama.

Kala anak pertama bisa memilih dengan jelas kemana langkah kakinya melangkah menuntun masa depan, kala anak bungsu yang sudah memiliki minat yang jelas bersama sang ibu hanya Alderan yang tidak dapat memilih kemana ia akan pergi.

Kedua kaki kecilnya seakan terantai besi transparan tidak bisa melangkah dengan bebas kecuali sang tuan melonggarkan sedikit ikatan pada kakinya, itu jelas perasaan anak yang akan memasuki fase awal remaja dan sangat umum jika ia merasakan perasaan ketidak adilan ini.
"Aku gak mau masuk sekolah itu. " Dengan perasaan bergetar bahkan kedua kaki dan tangannya ikut bergetar merasakan tekanan yang luar biasa terlebih ketika sang Ayah menatap penuh seksama.

"Lalu?"

"A-aku pengen sekolah yang beda dengan Abang dan Adik. " Merasa lebih dari cukup Alderan satu sd dengan kedua saudaranya melihat mereka dengan tatapan yang hampir sama dengan para siswa lainnya iri, cemburu, ingin ikut bersaing dan menjadi seperti mereka Alderan tidak tahan lagi.

Edward mengangkat alis tertarik, "Kemana? Dan apa gantinya?" 

"SMP 127 Jakarta, aku pasti dapetin peringkat paralel. " Mendapatkan peringkat paralel di sebuah sekolah sains yang sudah terkenal dengan daya saing yang tinggi mengantarkan para anak murid ke ajang perlombaan luar negeri bukanlah hal yang bisa di janjikan dengan mudah dan penuh percaya diri seperti yang di lakukan Alderan kini.

"Percaya diri sekali, " Mengambil segelas kopi yang hampir mendingin "Jika kamu turun bahkan hanya satu peringkat tidak akan ada uang jajan yang sama seperti sekarang. " Putus Edward.

Tersenyum kecil, meski jalan nya tidak akan mudah dan sama seperti sebelumnya tapi jika harus melihat pemandangan yang menyesakan setiap harinya mungkin ini lebih baik.

"So? Bagian mananya lu memberontak?" Sela Yunus setelah mendengarkan cerita pemberontakan sahabatnya ini. "Itu pertama kalinya gue nolak rencana yang Ayah kasih ke gue. "

"Maksudnya rencana yang lu maksud tuh tentang sekolah idaman lu? Eh gak bisa di sebut idaman juga kan orang lu masuk sekolah sains juga pengen hindari saudara saudara lu. "

"Iya, habis tuh gue belajar mati matian buat dapet peringkat paralel tapi cuma sampe posisi kedua. Dan inilah kenapa gue sampe jualan ini itu. " Terkekeh kecil kembali mengingat laki laki tua yang menjabat sebagai ayah ya itu tersenyum sini saat menerima raport Alderan yang hanya berada di posisi dua.

"Tapi kan habis itu lu peringkat satu harusnya uang jajan lu balik lagi dong. "

"Enggak, yang seharusnya tuh sekarang gue ada di sekolah yang sama kaya Mikaya. "

Yunus menggeleng geleng tidak mengerti, yah memang benar Cillision terlalu sulit utnuk di mengerti dengan segala sikap untuk si anak tengah.

"Eh, bentar. Emak lu kemana anjir?? Perasaan cerita lu cuma ada si Ayah saudara lu yang lain juga gak ada lu sebut. " Tanya Yunus aneh ia baru sadar tidak mendengar anggota keluarga Cillision yang lain yang mungkin bersikap berbeda tidak seperti kepala keluarganya.

"Ibu sibuk bulak balik LA, Mikaya sering ikut ibu juga. Kalau Abang gue kan emang lagi belajar di luar negeri baru kemaren balik. "

"Terus mereka gak ada bilang apa apa gitu?" Masih dengan tingkat penasaran yang tinggi.

"Lu harepin apa sih? Lu harus inget Cillision bukan hanya tentang keluarga yang terdiri antara Ayah, Ibu, saudara laki laki dan adik perempuan. " Alderan beranjak berdiri mereka sudah menghabiskan banyak waktu untuk saling mengobrol satu sama lain atau mungkin hanya tentang Alderan.

"Ayo, kelas udah mau di mulai.  "

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang