Alderan melangkah keluar gerbang sekolah dengan perasaan berat, banyak yang terjadi hari ini dimulai dari Red card yang terus meneror dirinya untuk masuk grup osis elit itu, para guru yang semakin giat menyuruh untuk ikut berbagai organisasi dan berbagai eskul, Iksan yang semakin sibuk lantaran ikut berbagai eskul, ia merasa sendirian sekarang tidak ada yang benar benar menjadi temannya.
Setiap kali seseorang datang untuk mengajak makan siang bersama setiap kali pula perasaan asing datang tak jarang ada yang bersikap angkuh hanya karena ia anak beasiswa.
'Orangtua lu kan udah gak ada dan gue denger duit beasiswa tuh gede kan berarti lu harus nurut sama kita kita kan uang makan lu dari uang spp kita, haha'
Benar sih, tapi kan Alderan mendapatkannya bukan dengan mengemis tapi belajar!
'Alderan kita kan udah jadi temen jadi tolong beliin gue pembalut ya kebetulan gue lupa gak bawa'
Sialan, memang dia siapanya Alderan?
'Tolong ya Al kita kan gak ngerti sama materi yang tadi. Lu pasti bisa kan anak beasiswa'
Bahkan ketika kerja kelompok pun hanya ia yang kerja!
'Btw si Yunus dah gak ada kabar beneran malu atau kabur?'
Brak, Alderan tak tahan lagi. Bagaimana jika mereka tahu kenyataannya Alderan juga anak dari perempuan yang bersekingkuh itu.
Alderan sudah tau apa yang akan terjadi begitu ia pulang ke tempat yang bernama rumah.
Hukuman.
Hukuman tanpa ampun yang selalu di berikan Edward setiap kali ia melakukan kesalahan, atau bahkan hanya di matanya saja Alderan tampak salah.
Bagi laki laki berdarah Jerman itu, disiplin dan taat pada peraturan yang sudah di tetapkan harus di tanamkan tanpa celah demi kebaikan. Tapi kali ini biarkan Alderan berada di luar garis yang sudah di tentukan, seperti yang di katakan readers rasanya tak adil berada di bawah bayang bayang ekspektasi Edward yang begitu tinggi.
"Aden, saya datang untuk menjemput anda. " Dion menatap Alderan dengan pandangan penuh sopan namun tegas.
Alderan merasakan perasaan tak enak, ia tak menyangka pria tua itu bergerak untuk menjemput dirinya setelah 2 minggu apa perlu waktu selama itu untuk menyadari ketidak hadirannya?
"Paman aja yang pulang aku tetap di sini. "
Dion mendesah pelan inilah yang ia takutkan anak tengah tuannya akan mulai memberontak dan ia yang akan repot juga, pria tua itu hanya tau cara memerintah dan menerima hasil tanpa kesalahan tipe tipe atasan seenaknya dan kini ketakutannya terjadi.
"Tuan sudah menunggu di rumah, lebih baik jika Aden pulang sekarang beliau pasti mengerti Aden hanya butuh waktu untuk sendiri lebih dulu. " Bujuk Dion merasa jika Alderan anak baik dan penurut yang akan mudah terbujuk buktinya anak itu tetap berangkat sekolah tanpa absen yang kosong, benar benar keturunan Cillision gila prestasi.
"Apakah bisa paman memegang ucapan paman itu? Bahkan aku sendiri merasa tidak nyakin Ayah akan memaafkan ku dengan mudah. "
Dion terdiam sejenak, ia tentu tau tabiat Tuannya yang tak memberi ampun untuk kesalahan apapun itu.
"Aku tau apa yang akan terjadi di rumah, Ayah hanya akan menghukum ku mungkin nanti aku tidak akan bisa keluar rumah lagi. " Alderan mengeram marah, "Kenapa aku harus selalu menjadi anak yang sempurna tanpa cacat? Bisakah aku menghirup sedikit saja rada kebebasan?" Suaranya pecah.
Tampaknya Dion belum memahami penderitaan yang dirasakan Alderan, ia dengan percaya dirinya berkata tuannya akan mengerti. Omong kosong!
"Kebebasan yang anda sebutkan itu hanya bisa di rasakan oleh remaja biasa yang tidak memiliki apapun bahkan tabungan 1000 dollar. Tapi anda lahir sebagai Cillision kebebasan itu hanya angan angan semata. " Ucap dingin Dion jika bujuk rayu sudah tak mempan ia akan menyadarkan Alderan dengan cara lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alderan
Kısa HikayeAlderan Cillision, anak tengah dari keluarga Cillision yang terpandang, hidup dalam senyap di antara bayang bayang yang kian besar. Meski segala pendidikan terpenuhi ia harus terus mencari beberapa koin tambahan. Dibalik kediamannya, tersimpan perju...