Suara lonceng memecah kesunyian pagi menjadi tanda di mulainya sebuah babak baru dalam hidup Alderan kini ia sudah menjadi siswa SMA dan sekarang hari terakhir Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) hari terakhir selalu berbeda jika pada hari pertama anak anak masih canggung untuk menyapa satu sama lain takut dan senggan pada senior tapi suasana sekarang tampak lebih baik mereka sudah saling mengenal satu sama lain dan menjadi lebih dekat.
Di tengah keramaian lingkungan sekolah, Alderan berdiri dengan ransel yang lebih besar dari biasanya juga terlihat lebih berat begitupun dengan beberapa siswa siswi yang ikut membawa tas ransel besar.
"AYO, PADA KUMPUL DI LAPANGAN. JANGAN ADA YANG KETINGGALAN KARENA GERBANG AKAN SEGERA DI TUTUP. GAK BOLEH ADA YANG KELUAR!"
Teriak seorang kakak kelas yang memakai rompi biru bertuliskan OSIS di dada kirinya tak lupa tangan yang memegang megafon.
Alderan melangkah ia tak ingin lama lama berdiri dengan tas besar di pundak, langkahnya makin cepat saat menyadari di depan sana Iksan sudah berjalan lebih dulu. "San, tungguin. " Alderan berteriak ia tak ingin berjalan sendiri di tengah banyaknya siswa dan siswi. "Yo, gercep. " Iksan melambaikan tangan.
"Wih banyak nih bawaan lu. Berapa bungkus?" Tanya Iksan meraba raba tas di punggung Alderan di sertai pertanyaan ambigu. "Bungkus apaan?" Alderan bingung. "Indomie lah. Ntar malam bakal ada api unggun tambah seru sambil makan indomie. " Jawab Iksan ia sangat hafal jadwal dan kegiatan mpls berkat kakaknya yang menjabat sebagai pengurus osis sekaligus seniornya.
"Gak bawa gue. " Jawab Alderan di hadiahi tatapan tak percaya. "Boong lu? Mana ada murid di sini yang gak bawa indomie itu tuh udah kaya peraturan wajib setiap camping. "
Ya, mereka akan mengakhiri sesi mpls dengan camping di halaman sekolah dengan api unggun sebagai penerang.
"Nih anak emang jarang makan indomie mas bro hampir gak pernah malah. " Yunus datang langsung menyambut pertanyaan Iksan.
Baik Yunus dan Iksan sudah saling mengenal sejak hari pertama itu semua berkat Alderan yang memperkenalkan mereka.
"Manusia langka lu. "
"Jangan minta mie gue. " Lanjut Iksan ia memang penggemar berat mie berkuah soto, fans garis keras. "Tenang aja gue bawa banyak kok. " Jawab Yunus ia menyiapkan mie tambahan khusus untuk Alderan karena ia tahu anak itu tidak mungkin membawa makanan tidak sehat yang sangat di larang di keluarga Cillision, benar benar gak asik.
"Ey, kalian bertiga ngapain malah ngerumpi di sana? Sini cepetan. " Senior yang tadi menghampiri ketiga sekawan yang masih dalam posisi lupa jika seharusnya mereka sudah berbaris dengan rapi di depan. "Siap kak, OTW" Iksan berlari lebih dulu di susul Yunus baru kemudian Alderan setelah sedikit tersenyum pada seniornya.
Setelah beberapa menit merapatkan dan merapihkan barisan seseorang berdiri di tengah sepertinya guru tapi terlihat sangat muda, "Bagaimana rasanya jadi anak SMA?" Dia bertanya pada barisan sekumpulan siswa siswi baru di depannya ini.
"Untuk sekarang masih belum terasa kalian juga masih terbayang suasana saat smp tapi kalian bukan di umur yang harus selalu di suapi jadi saya harap kalian semua dapat beradaptasi dengan cepat mengikuti segala peraturan di sekolah ini. " Para murid mendengarkan dengan seksama tidak ada yang berniat menyaut entah karena takut atau malas karena matahari sudah perlahan naik.
"Setelah malam ini kalian akan resmi menjadi siswa siswi baru di International High School in Jakarta jadi jangan bersikap kekanak kanakan, patuhi setiap peraturan, hormati guru dan para senior yang ada disini, tidak ada bullying ini yang harus kalian ingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alderan
Short StoryAlderan Cillision, anak tengah dari keluarga Cillision yang terpandang, hidup dalam senyap di antara bayang bayang yang kian besar. Meski segala pendidikan terpenuhi ia harus terus mencari beberapa koin tambahan. Dibalik kediamannya, tersimpan perju...