Special Chapter : The Last Party'

524 60 3
                                    

Rangkaian acara yang sebelumnya terhenti akibat ke salah pahaman Alderan kembali berlanjut, jika boleh jujur Alderan ingin menenggelamkan wajahnya di danau belakang rumah ia malu sudah berburuk sangka pada sang kakek yang ternyata hanya membagikan barang barang antik untuk anak dan saudaranya.

Seperti air yang terus mengalir tradisi keluargapun harus terus mengalir jangan sampai ada ikatan yang putus dan memecah belah antar keluarga karena itu Eald selalu bersikap adil untuk anak dan cucu nya masing masing dari mereka sudah memiliki porsinya sendiri dengan takaran berbeda.

Tapi semua ke adilan yang Eald junjung tinggi itu akan musnah malam ini, di tengah bulan purnama dan seluruh mata yang memandang ia mulai mengelompokan darah dagingnya sendiri menjadi beberapa bagian.

"Edward duduklah. " Orang pertama yang di minta untuk duduk maka sudah di pastikan orang itu akan menerima banyak sangat banyak dari porsi makan saudara yang lainnya.

Harap harap cemas menanti nama mereka di sebut, tak ayal ini adalah saat di mana nasib kehidupan sosialita mereka di pertaruhkan. Sampai adik laki laki terakhir bahkan Andres sudah di panggil jauh sebelum anak terakhir di persilahkan duduk Alderan masih pada posisinya.

Memegang gelas yang sebelumnya berisi jus apel yang sudah hampir tandas ia bingung, 'Semua orang udah pada duduk bahkan gak ada kursi kosong lagi itu artinya gue udah bisa pergi kan? Lagian suasananya serius banget' Batin Alderan.

Mengangkat tangan perlahan meminta izin untuk bersuara pada orang di tengah tengah lingkaran kursi, "Diam di sana dan perhatikan sekitar. " Belum sempat Alderan meminta izin untuk kembali Eald segera sudah lebih dulu memberi perintah.

Menarik kembali tangan itu untuk di lipat ke depan Alderan memandang jauh ke sana ada Edward yang memang berada di urutan pertama lalu Andres yang berada di jajaran kedua di susul sang ibu beberapa baris di belakang sana dan hanya dia yang sendiri memeluk angin yang berhembus.

Jika bertanya dimana Mikaya sudah di pastikan si bungsu itu sedang menikmati pesta lainnya di rumah sebelah.

'Serius ini gue cuma berdiri plaga plogo gak jelas kaya gini? ' Alderan sudah ingin tertawa saja ia lelah dan pegal bagaimana pesta yang berjalan dari beberapa jam yang lalu dan kini ia masih berdiri di tempatnya jika begini jadinya ia lebih suka di tinggalkan sendirian karena ia sudah terbiasa, sendiri.

"Edward peganglah lebih banyak kekuatan dan berikan beberapa pada Andres ia sudah harus mulai bekerja. " Menyerhakan cawan yang paling menarik perhatian dengan model dan bentuknya terlihat sekali seberapa berharga dan mahalnya benda itu, sepertinya berasal dari keluarga kerajaan?

"Baik Ayah, setelah Andres kembali dari LA ia akan langsung bekerja di bawah pengawasan ku. " Menerima dengan pandangan menunduk hormat, Wah nepotisme yang sangat terang terangan!

Terus berlanjut sampai anak terakhir menerima sebuah bingkai kecil Alderan sudah tidak mendengarkan dengan baik ia ngantuk dan bisa limbung kapan saja. Jam tidurnya selalu teratur dan tepat waktu tapi kini sudah lewat tengah malam para sesepuh itu masih membagikan kue untuk kehidupan mereka beberapa tahun ke depan.

Sungguh Alderan tidak mengerti kenapa ia berada di sini jika hanya menjadi penonton setidaknya ia harus menerima beberapa potong perhiasan juga kan? Lumayan untuk di jual.

Tepat pukul 1 malam acara benar benar selesai semua orang bergegas menuju kamar masing masing guna meng istirahat kan tubuh yang letih dan bersiap untuk bangun pagi, sudah keharusan untuk mereka bangun pagi berkumpul di meja makan besar untuk sarapan.

"Gila tadi gue ngapain coba cuma bengong ngeliatin orang lagi bagi bagi warisan untung kalau ikut dapet ini mah kagak. Gak ada kerjaan banget sumpah mana ini kaki udah kaya yupi, loyo banget anjir. " Alderan memegang kakinya yang sudah tak berasa.

"Bang Andres juga dapet sementara gue dapetin hikmahnya aja. Apa ini nasib bungsu ya?"

"Eh enggak deh, gue kan anak tengah. Mikaya pasti udah tidur lelap banget. " Menengadah kan kepala menatap langit langit yang tampak gelap ia melupakan dimana ia sekarang.

Alderan bingung dengan keluarganya sendiri segala silap dan perilaku mereka selalu berbeda padanya bak ingin memamerkan sesuatu Alderan terus menjadi penonton dengan diam segala tekanan dan kekuasaan yang tak dapat di ukur anak berusia 15 tahun.

Alderan mengeluarkan sepasang pakaian dari dalam lemari di dalammya sudah tersedia segala kebutuhan dirinya ia sedikit bingung sampai kapan ia akan menginap di sini. Ini sudah hari ke 4 dan kegiatan sehari harinya tetap sama menghabiskan waktu di kamar atau halaman belakang setelah selesai sarapan, makan siang dan makan malam ia bengong tidak tahu harus melakukan apa.

Hanya ada beberapa maid yang bersiweran membersihkan beberapa sudut rumah dengan teliti saking telitinya mereka beberapa kali tampak menghindari tatapan Alderan, bahkan maidpun gak mau natap gue.

Kakek dan keluarga yang lain sudah tak tampak di hari ke 2 sungguh rasanya Alderan seperti di penjara di rumah mewah dengan pengawasan karena jika saja ia tidak makan malam atau melewatkan jam makannya maka sudah di pastikan sang kakek akan datang dan memarahinya berkata seperti apakah ia anak kecil yang perlu di suapi? Itu menyebalkan.

"Tolong beri tahu kakek aku akan pulang sore nanti. " Alderan tengah menyantap makan siang yang sudah di siapkan, meja makan ini terasa sangat kosong. "Kalau gak boleh aku akan manjat pagar yang di depan. " Ancam Alderan ia melihat gelagat para maid yang akan kembali menolak permintaanya lagian ia juga cuma main main pagar di depan sana sangat tinggi.

"Jangan den nanti kalau jatuh bagaimana?"

"Ya kebawahlah. " Alderan sudah bosan berada di sini ia juga sudah beberapa hari tidak masuk les meski sudah dapat izin tapi ia tetap harus mengejar materi yang tertinggal. Pokoknya apapun yang terjadi ia akan pulang hari ini!

Rasanya Alderan ingin menangis namun ia malu di usianya kini sudah tidak lucu lagi menangis karena tidak bisa turun dari pagar, benar ternyata ucapan random Alderan yang akan memajat pagar jika tidak di izinkan pulang karena itu suasana rumah besar ini sudah tidak setenang sebelumnya.

"Adun den turun nanti kalau tuan besar tau bisa marah. " Para maid dan beberapa penjaga sudah berjejer rapih mereka takut jika cucu bungsu ke dua tuannya ini jatuh dan kenapa napa. "Iya, ini kan lagi usaha. " Bersikap tenang namun dalam hati berteriak ketakutan, duh gusti ini hamba kudu kumaha? HUUHUHUU CAN EVERYONE HELP MEEEHHH? Batin Alderan berteriak.

Alderan masih diam di tempatnya ia enggan beranjak turun takut takut salah gerak malah nyungsep nanti bukannya pulang ke rumah malah mampir ke IGD. Anak yang sedari kecil tidak memiliki pengalaman dalam bidang manjat memanjat di hadapi pagar setinggi harapan Ayah.

"Den saya bawa tangga. " Teriakan dan seorang penjaga menyadarkan Alderan yang sedari tadi menutup mata ia bernafas lega melihat tangga yang bisa menggapai kakinya. "Kenapa gak dari tadi sih?" Masih sempat mengomel ternyata. "Kirain aden emang udah biasa manjat manjat gitu. "

Jawab mereka polos lupa sepertinya keluarga tempat mereka bekerja ini tidak akan membiarkan sebatas debu menempel di kaki apalagi memanjat.

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang