Selama tujuh belas tahun, Alderan merasa hidupnya tak pernah benar-benar berubah. Setiap pagi yang ia jalani selalu sama, setiap langkah terasa seperti pengulangan dari hari sebelumnya.
Seperti buku tua di perpustakaan yang tak pernah dibaca, hidupnya penuh debu, kusam, dan terlupakan. Ia adalah bagian dari keluarga Cillision, keluarga terpandang yang tampak sempurna dari luar.
Tapi di balik gemerlap itu, Alderan hidup terperangkap dalam sebuah siklus yang melelahkan lingkaran di mana ia dipaksa menjadi sempurna tanpa pernah merasa utuh.
Dari luar Alderan benar benar terlihat memiliki segalanya, besar dalam keluarga Cillision tidak perlu risau mengkhawatirkan masa depan, menjadi ketua ini dan itu, mengantongi berbagai macam prestasi, pintar dan berbakat itulah dirinya.
Namun itu semua tidak berarti apa apa, semuanya bagai facade yang menutupi betapa kosong sebenarnya hati itu.
Jika di ingat apakah Alderan pernah merasa senang saat mendapatkan mendali di atas podium? Ia bahkan sering lupa untuk tersenyum ke kamera jika sang potografer tidak mengingatkan, jadi apakah ia bahagia dengan semua itu?
Masa kecilnya tidak pernah benar benar indah, tumbuh dan besar sebagai anak kedua menyaksikan langsung perhatian dan kasih sayang yang di limpahkan kedua orang tuanya pada Andres dan Mikaya menciptakan rasa iri yang tertanam di hati.
Itulah kenapa Alderan sering kali menolak Mikaya yang ingin bermain bersama, ia takut rasa mendengar lebih banyak celotehan Mikaya yang senang membicarakan keharmonisan keluarga mereka semakin menambah ke irian pada diri Alderan.
Ketika kakak dan adiknya berada dalam jarak dengan Edward dan Mikaya kenapa hanya dirinya yang benar benar jauh. Mereka tidak pernah mengobrol secara santai dengan minum teh dan cemilan di sore hari atau mungkin hanya Alderan yang tidak di ajak.
Lalu kenapa Alderan masih terus berusaha jika pada akhirnya semuanya terasa hambar? Kenyataan hidup menamparnya keras, Cillision bagai tembok China yang tidak terlihat ujungnya mengelilingi seluruh hidup anak itu untuk bergantung pada mereka.
Uang.
Intinya Alderan terlalu takut hidup terlantar tidak memiliki tempat berteduh dan mengisi perut, yah tunggulah sampai Alderan SMA atau masuk perguruan tinggi ia bisa keluar dari gerbang ini seperti Andres.
Hari hari itu berubah menjadi tahun tahun panjang yang di nantikan Alderan, meski orang tuanya tidak pernah datang pada upacara kelulusan sekolah ia tetap senang karena itu artinya ia selangkah lebih dekat dengan tujuan.
Tapi tetap saja Alderan lelah, ia juga ingin bermain dan bermalas malasan seperti teman temannya, atau adiknya yang selalu bepergian ke luar negeri, jika di ingat kapannya terakhir kali Alderan liburan?
Dan kenapa orang orang terus memintanya untuk kabur? Setiap kali Alderan bercerita kisahnya yang miris mereka akan beranggapan ada sesuatu yang salah dengan dirinya, mungkin ia melakukan kesalahan yang tidak ia sadari atau kenapa tidak keluar dan berhenti menjadi penurut.
Mereka tidak tahu apapun tapi kenapa menghakimi dirinya?
Ia takut untuk mencoba peruntungan baru, ia takut gagal dan menjadi pecundang, ia takut menghadapi kerasnya dunia di luar zona nyamannya meskipun zona nyaman itu sebenarnya menyakitkan terus melukai mental Alderan dari dalam.
Anggap saja Alderan begitu bodoh, hanya sampai ia cukup dewasa.
Tapi hati manusia terlalu sulit di bohongi, matanya selalu menyiratkan harapan yang sia sia bahwa suatu hari nanti keadaan akan berbalik lebih baik. Ia juga ingin merasakan di berikan begitu banyak cinta dan kasih sayang.
.
.
."Aku benar benar hampir melupakannya. "
"HAHA, SIALAN!"
"Aku tampak seperti lulucon sekarang. "
.
.
.
.Alderan tidak akan kemana mana karena dia adalah Cillision benang takdir nya sudah di tentukan sejak Cillision mendengar namanya.
.
.
.Gak bisa di bilang spesial chapter juga sih,... author gak punya draf jadi gak bisa double up🙏 malahan tadi udah kepikiran book ini end di next chapter bab 35. Menurut kalian gimana lanjut 2 chapter lagi atau nanti weekend kita langsung endingnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alderan
Short StoryAlderan Cillision, anak tengah dari keluarga Cillision yang terpandang, hidup dalam senyap di antara bayang bayang yang kian besar. Meski segala pendidikan terpenuhi ia harus terus mencari beberapa koin tambahan. Dibalik kediamannya, tersimpan perju...