Bisakah kita mengulang kembali waktu yang terlewat? Apa jadinya jika Alderan tidak mencoba kabur dan kecelakaan? Apakah ingatannya akan baik baik saja dan ia dapat mengingat dengan jelas wajah sang ibunda yang sudah tiada?
Sebenarnya kenapa Bunda yang selalu ada untuknya, menjadi pelindung dan benteng yang kokoh tiba tiba menghilang dan tiada? Kenapa,... kenapa terlalu banyak hal yang membingungkan dan penuh tanda tanya?
Karena bagi Alderan tidak ada yang lebih penting dari sebuah kebenaran.
Langit mulai menggelap, menggantikan sinar matahari keemasan dengan nuansa jingga yang menenangkan, namun terasa begitu sendu. Alderan berdiri di antara bayang-bayang masa lalu yang membelenggu hatinya.
Di hadapannya, seorang pria tua dengan tubuh yang rapuh, berdiri tegak meski terlihat jelas bahwa waktu telah mencuri kekuatannya. Matanya dipenuhi kehangatan, meski garis kerutan di wajahnya dapat menceritakan kisah panjang perjuangan dan kehilangan.
Ia tersenyum penuh haru dalam satu waktu merasakan sedih yang mendalam, "Alderan, cucuku. " Bisakah kita kembali ke masa lalu, maka akan ia sembunyikan Alderan kecil dalam lubang terdalam agar tidak terjangkau tangan tangan Cillision yang penuh dengan racun.
Suasana menjadi lebih emosional tidak ada yang bergerak hanya diam pada posisi masing masing, "Kenapa begitu lama?" Pria tua itu semakin tersenyum lembut matanya nyaris tidak terlihat tertutup kerutan wajah.
"Karena aku nyaris melupakan segalanya. "
Andres berdiri kaku tidak jauh dari sana, menyaksikan momen yang tidak pernah terbayangkan, haruskah ia menyeret Alderan pergi dari sini?
"Tapi ada apa dengan tubuhmu?" Kakek berusaha mendekat meski langkahnya pelan dan sedikit terseyok ia khawatir keadaan cucu semata wayangnya.
"Bisa di bilang ada harga yang harus di bayar untuk bisa datang ke sini. " Alderan menggenggam tangan keriput itu, "Tapi kamu harus lebih sayang tubuhmu sendiri. " Suara kakek terdengar serak, namun penuh dengan rasa syukur. Alderan diam, mencoba menahan air mata yang sudah lama tak ia izinkan jatuh
"Mereka mengurusmu dengan baik?"
Alderan mengangguk, meski ia mendapat tekanan batin tapi selain itu ia baik baik saja. "Kakek baik baik saja?" Suara Alderan gemetar ia tidak bisa membayangkan kakeknya harus bertahan sendiri tanpa seseorang di sampingnya.
"Kakek harus baik sebelum bertemu denganmu. " Alderan mencoba menenangkan dirinya. Namun, hatinya seperti diiris. Ia melihat betapa kurus tubuh sang kakek, seolah hidup hanya tersisa di dalam mata yang masih menyala hangat itu hanya menunggu waktu yang tepat sebelum malaikat maut menjemput.
"Aku ingin tinggal dengan kakek. " Alderan sudah memutuskan, ia akan hidup menemani sang kakek meski ia tahu Edward adalah ayah yang selalu ia banggakan hatinya merasakan hal lain.
"Alderan. " Andres bersuara mencoba memperingati, "Aku bilang tidak akan kabur bukan akan tinggal di sana lagi. " Alderan melirik sinis ia masih belum memaafkan siapapun di sini bahkan dirinya sendiri pun.
"Kamu tidak bisa tinggal dengan kakek. " Tolak halus Kakek mengejutkan Alderan, "Kenapa?" Alderan mencengkram tangan kakeknya dengan erat, matanya membulat penuh ketakutan.
Air mata Alderan akhirnya jatuh, pecah dalam isakan yang tak tertahan. "Aku tidak bisa kehilangan kakek lagi. Tidak lagi!"
Memangnya kali apa salah Alderan lagi?
"Karena mungkin hari ini hari terakhir kakek. " Alderan menggeleng, matanya berkaca kaca tidak terima dengan apa yang kakeknya katakan.
"Kakek sudah tidak kuat, kakek bertahan sampai saat ini hanya untuk melihat mu. " Kakek terdiam, menggenggam tangan Alderan yang dingin dan gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alderan
Cerita PendekAlderan Cillision, anak tengah dari keluarga Cillision yang terpandang, hidup dalam senyap di antara bayang bayang yang kian besar. Meski segala pendidikan terpenuhi ia harus terus mencari beberapa koin tambahan. Dibalik kediamannya, tersimpan perju...