Bab 31 : Air Hujan

492 67 5
                                    

Suasana tampak tegang dan penuh kekhawatiran, lampu lampu neon menerangi lorong lorong panjang, derap langkah kaki berjalan cepat mendekat. Edward mendekati ruang rawat darurat wajah yang senang tiasa gelap dan dingin menunjukan ekspresi lain, cemas dan takut dalam satu waktu.

Para dokter dan perawat silih berganti keluar masuk membawa beberapa alat medis yang sulit di ketahui oleh orang awam, tak jarang tetesan tetesan darah terlihat di balik troli yang mereka bawa, menambah kesan panik yang melanda Edward.

Seorang dokter datang menghampiri Edward, "Tuan Edward kondisi pasien cukup parah, kami akan melakukan operasi segera namun pasien kehilangan banyak darah. Karena itu jika ada keluarga pasien yang memiliki golongan darah yang sama maka itu akan sangat membantu. "

Jangan tanya kenapa dokter itu tau nama Edward, tentu karena ia adalah Cillision yang di kenal seluruh negeri meski sedikit heran dengan pasien tabrakan yang baru saja tiba yang memiliki hubungan entah apa dengan keluarga Cillision.

Edward hanya diam entah apa yang ia pikirkan sekarang, "Tuan Edward, kami membutuhkan donor darah secepatnya. " Dokter itu kembali berucap melihat Edward yang hanya diam saja padahal dengan jelas di dalam sana ada pasien yang bisa saja kehilangan nyawa karena kehabisan darah. Setidaknya orang tua pasien harus ada di sini.

"Aku memiliki darah yang sama dengannya. Ambil sebanyak yang kalian butuhkan untuk menyelamatkan nya. " Tanpa ragu Edward melangkah pada suster di dekat sana untuk membimbing Edward ke ruangan untuk persiapan donor darah, kita tidak punya banyak waktu sekarang.

"Kita harus menghentikan pendarahannya. Bersiap dengan peralatan resusitasi. Tekan di bagian dada, kita tidak boleh kehilangan anak ini. " Tim dokter berjuang dengan keras mengembalikan denyut jantung Alderan yang kian melemah, anak ini masihlah terlalu muda untuk menghadapi kematian dengan menyakitkan seperti ini.

Sementara di sisi lain yang hanya terhalang dinding tipis rumah sakit Edward tidak bisa mendiamkan kakinya untuk berhenti berjalan mundar mandir tak tentu arah, gelisah.

"Pasien stabil untuk saat ini, tapi kondisinya sangat kritis. Kita hanya bisa  berharap tubuhnya merenspon dan berjuang untuk bertahan. " Itu adalah kalimat terakhir yang Edward dengar saat dokter selesai dari ruang operasi dan beberapa menit kemudian tubuh lemas Alderan yang terbalut banyak perban ikut keluar.

Wajah itu yang tidak pernah menampilkan sisi lemahnya tengah terbaring tak berdaya di brankar rumah sakit.

__

Malam itu hujan turun deras rintik rintik kecil sudah terganti dengan suara gemuruh di sertai kilatan petir menyambar. Suara apapun akan ikut tersamarkan oleh derahnya hujan termasuk deru mesin mobil dan di sana di bawah remangan malam yang gelap tampak beberapa mobil menghentikan lajunya di kala melihat sesosok remaja yang berjalan cepat membelah lebatnya hujan.

"Berhenti, tuan muda!" Seruan di belakang tubuh Alderan yang tenggelam dalam suara lebat hujan yang mengguyur Bandung.

"Aku tidak akan pulang, paman paman bisa kembali. Jangan mengejarkau!" Alderan hanya menoleh dengan sorot mata kelam enggan untuk berbalik dan masuk ke dalam mobil hangat yang akan membawanya ke dalam jurang yang dingin.

"Kami mohon tuan, tuan Edward sudah menunggu anda. " Bodyguard mulai turun satu persatu dari dalam mobil yang tidak hanya ada satu dua jumlah mereka mungkin lebih dari sepuluh, Edward benar benar tidak ingin melepaskan nya kali ini.

"Aku tidak peduli dengan perintahnya sama seperti dia yang tidak peduli padaku! Aku bahkan bukan anaknya lalu kenapa dia selalu memaksaku untuk pulang?" Sahut Alderan keras, matanya menyala mengibarkan bendera pemusuhan yang kuat.

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang