Bab 5 : SMA

611 77 1
                                    

Dengan tungkai yang lemas Alderan menyeret kaki kecilnya memasuki ruangan yang menampakkan deretan furniture mahal berjejer di segala sisi, sekarang sudah pukul 19.45 itu artinya 15 menit lagi makan malam akan di mulai. Jika hari hari biasa makan malam hanya akan di isi kekosongan seorang diri malam ini tentu akan berbeda dengan kehadiran anggota keluarga Cillision lengkap.

Menaiki satu persatu anak tangga yang tak terhitung jumlahnya dengan perlahan memikirkan apakah ia akan ikut makan malam atau tidak jika di lihat jam nya untuk bersiap kemungkinan dirinya tidak akan mandi dan hanya mengganti pakaian dan menyemprotkan parfum meminalisir bau keringat yang ketara sekali bak anak kemaren sore yang habis main layangan di tengah panas matahari.

"Malam, Bu. " Canggung mengisi, bingung harus mengatakan apa dan bersikap bagaimana saat kedua mata legam menatap seorang wanita dengan beberapa keriput menghiasi wajah cantiknya.

Wanita itu hanya menatap enggan mendengar kalimat basa basi yang di lontarkan anak tengah yang sudah tak terlihat selama 2 minggu ini atau ia yang memang berusaha agar tidak terlihat?

"Masuk ke kamar. " Hanya itu kalimat yang Alderan dengar di penghujung hari benar benar tidak ada rasa rindu mengisi mata indah itu atau sekedar menyapa ia tersenyum mengerti, berarti habis ini mandi aja. Ia tidak akan ikut makan malam yang katanya kumpul keluarga itu.

Menutup pintu kamar dengan pelan mata letih itu juga ikut menutup kalimat seperti masuk kamar atau diam di kamar memiliki arti yang berbeda di keluarga ini seakan membuat kesalahan Alderan harus diam menunggu pagi esok untuk keluar membiarkan perutnya berbunyi di tengah sunyi malam.

Nyatanya malam yang sunyi hanya ada di salah satu ruangan gelap penuh sesak sangat kontras berbeda dengan suasana di lantai satu tempat para keluarga berkumpul.

Celotehan random Mikaya bercerita hari hari yang ia habiskan bersama sang Ibu di LA, bagaimana ia bisa dengan mudah bertemu teman baru dan terbiasa dengan lingkungan baru.

Tak mau kalah putra sulung keluarga Cillision juga ikut bersuara hanya tinggal menunggu beberapa hari lagi kelulusan yang sudah di depan mata akan datang meminta para orang tua berjanji untuk meluangkan waktu menghadiri kelulusannya dan tanpa pikir langsung di setujui akan ada banyak pasang mata yang mengawasi beserta kamera yang berada di tangan.

"Kak Alderan gimana?" Adik manis dengan pita pink besar menghiasi rambut panjangnya bertanya, semua diam seakan tersadar sesuatu. "Dia harus sekolah. " Andres buka suara menatap sang adik dan ibu dengan ekor matanya.

"Jangan ganggu dia. " Anita menatap mata Mikaya menyuruhnya untuk tidak mengganggu atau mungkin tidak ingin anak itu terlibat.

'Bang Andres udah mau lulus habis ini mungkin bakal lebih sering di rumah itu artinya akupun akan lebih sering di kamar. '

Alderan mendengar amat sangat jelas para manusia yang memiliki nama akhiran sama dengannya tidak ingin dirinya sendiri terlibat dalam hari kebahagian sang kakak.

Ia membawa langkahnya kembali menuju halaman kosong yang hanya terlihat seperti lapangan golf tidak ada yang minat untuk menepi dan singgah di sini. Merenung memikirkan ucapan Yunus yang seperti nasehat padanya.

"Lu tuh terlalu baik tau gak? Wajar orang rumah lu pada bersikap anjing orang lu ya nurut nurut aja. Kalau cuma segitu rasa berontak yang lu punya gimana suara lu bakal di dengar orang hadirnya lu aja kaya gak ada. "

"Minimal nih ya lu kabur kek dari rumah gak usah pikiran tentang les atau sekolah lu yang penting mereka gak tau keberadaan lu dengan gitu mereka bakal tau lu tuh ada. Mereka nyariin, nanti gue bantu bikin pengumuman 'anak tengah keluarga Cillision hilang' semua orang bakal tau kalau di keluarga Cillision masih ada satu orang lagi. "

"Ucap seseorang yang tabungannya bisa beli rumah atau bahkan mobil sport keluaran Jerman. "

Menarik diri Alderan menyenderkan tubuhnya di sebuah pohon yang lumayan besar beralasan rumput rumput kecil menggelitik kaki polosnya.

"Pikiran buat kabur gak cuma sekali dua kali ada setiap mereka bersikap seolah olah gue gak ada, pikiran itu datang.  " Memejam sebentar merasakan angin malam berhembus pelan.

"Tapi kembali lagi emang gue udah punya apa sampe punya pikiran buat kabur? Uang tabungan yang selama ini mati matian gue tabung malahan gak cukup buat bayar studi tour. "

"Kalaupun ada saat dimana gue pergi itu sebentar lagi, SMAN 1 NEO tanpa sadar Ayah kirim gue buat sekolah disana yang itu artinya gue bakal pergi dari rumah ini untuk tiga tahun kedepan. " Menatap hamparan langit malam yang gelap tanpa bintang satupun menambah rasa kelam.

SMAN 1 NEO sekolah yang menyediakan asrama bagi para siswa tidak peduli khawatir mengenai biaya makan, kamar atau lainnya karena semuanya sudah masuk satu paket ketika pendaftaran awal itulah kenapa Alderan amat sangat setuju dengan keinginan Edward untuk ia sekolah di sana.

Dengan waktu tiga tahun ia bisa menghembuskan nafas lega dan bersiap untuk masuk dunia kuliah tanpa perlu menjual beberapa barang seperti sekarang.

"Alderan. " Panggilan yang sudah tidak asing menyapa indra pendengaran anak laki laki yang tengah santai menikmati waktunya sendiri. Masih di tempat yang sama dan di posisi yang sama Alderan berjengit kaget.

Segera bangun berdiri tegak dengan kedua tangan saling bertaut Alderan menatap manusia yang berdiri beberapa langkah darinya, untuk apa Ayah ya itu berada di sini?

"Iya, Ayah. "

"Setelah Ayah pikirkan ada baiknya kamu masuk sekolah internasional tempat Andres dulu sekolah. " Maniknya dapat melihat dengan jelas bulatan mata kecil Alderan membesar seketika dengan kedua tangan di saku ia memperlihatkan dengan jelas siapa yang dominat di sini.

"Tapi kenapa? Kita kan sudah sepakat aku masuk SMAN 1 NEO. " Alderan tidak ingin angan angan untuk tinggal sendiri di sebuah asrama lenyap hanya dalam hitungan menit.

"Itu saat kau berjanji berada di peringkat pertama. Situasi ya berubah sekarang. "

Sial, hanya karena satu kali Alderan turun peringkat janji masa lalu pun akan turut turun terganti dengan beberapa kalimat manusia di hadapannya ini.

"Tapi pendaftaran ya kan hampir di tutup? Aku udah nyerahin semua dokumen. " Dengan keyakinan setipis tisu Alderan mencoba satu peruntungan setidaknya jika masa pendaftaran sudah lewat mungkin ia masih bisa bertahan.

"Jika kamu malas Alex yang akan mengatur semuanya. "

Jika sudah membawa nama Personal Asisten Edward itu artinya sudah tidak ada harapan. Bahunya melorot penuh kecewa dengan pandangan ke bawah melihat beberapa debu menempel di kakinya Alderan sekali lagi menelan pil yang sama.

"Bersihkan kakimu sebelum masuk. " Berbalik beranjak meninggalkan Alderan sendiri dengan pikiran semu.

"Kenapa?" Namun langkah itu terhenti mendengar kata yang terlontar di balik punggung kokoh itu. "Kenapa baru sekarang?" Masih di posisi yang sama tanpa ada niat berbalik.

"Peringkat aku turun sekali dan itu saat aku kelas 8 itu hampir satu tahun yang lalu kalau Ayah lupa. " Laki laki tua itu tersenyum miring meski tidak dapat melihat raut marah dengan kedua mata yang ikut memerah ia cukup dapat melihat melalui kaca besar di hadapannya.

"Bahkan setelah itu aku terus belajar gak ada yang aku lewatin saat aku sakit dengan hidung berdarah sekalipun aku tetap belajar. Tapi kenapa baru sekarang Ayah bilang?!" Nadanya kian menaik jelas terdengar melewati hamparan tanah halaman terbawa arus angin

"Ayah gak bisa ngatur aku terus, aku akan sekolah di SMAN 1 NEO. " Benar apa yang di kata Yunus setidaknya ia harus bisa mengatakan apa yang membuat dia tidak nyaman agar orang lain dapat mendengarnya.

Tapi apakah ia lupa dengan siapa ia mencoba berkompromi?

"Segitu ingin kah kamu masuk sekolah sains itu? Sebelum sarapan datang ke ruang kerja Ayah dan katakan alasan kenapa begitu ingin masuk sekolah itu. " Kembali melanjutkan langkah tak menghiraukan Alderan dengan segala ke kesalan, ternyata sama saja.

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang