"Jam berapa sekarang Alderan Cillision?" Langkah kakinya terhenti kala memasuki ruang keluarga menampakkan sang kelapa rumah tangga dengan tablet di tangan kanannya. "Jam 8 Yah. " Melangkah pelan mendekat tanpa ada rasa untuk duduk meski kakinya yang pegal.
"Lalu? Apa pantas seorang anak smp pulang jam segini? Jangan merasa sudah besar hanya karena satu semester lagi kamu masuk sma. " Tangan kokoh itu tetap sibuk menggulir layar tablet tak tahu saja sang anak di depannya ini sudah panas dingin.
"Maaf yah, tadi nyelesain tugas dulu tapi ternyata malah sampe jam segini kita juga ngerjainnya di sekolah kok. Eh maksudnya di depan gerbang sekolah. " Alderan berusaha menjawab pertanyaan Ayahnya dengan tenang berisi kepercayaan bahwa ia memang hanya kelamaan mengerjakan tugas.
"Apa dengan begitu peringkatmu akan naik lagi? Masuk ke kamar tidak ada makan malam untuk hari ini. "
Mengangguk singkat sebelum pamit untuk masuk ke kamarnya yang ada di lantai dua. Jika Edward bilang tidak ada makan malam itu artinya ia tidak boleh turun sampai besok pagi hanya akan ada bibi maid yang membawakan nampan berisi camilan ringan sebagai ganti makan malam.
Merebahkan tubuh dan pikiran yang lelah Alderan memejam banyak pikiran yang hinggap di benaknya. Tadi sebelum kelas selesai ia sempat di panggil oleh wali kelasnya perihal biaya studi tour yang harus ia setorkan di penghujung minggu ini.
Sebenarnya Bu Aini wali kelas Alderan merasa aneh dengan anak didiknya ini sudah menjadi rahasia umum di antara para guru jika Alderan merupakan anak kedua dari keluarga Cillision itu artinya masalah uang bukanlah hal yang perlu di khawatirkan tapi dari kelas 7 anak itu sudah berbeda.
Datang di penghujung bel karena harus menyetorkan bahan jualan ke beberapa warung dekat sekolah bahkan koperasi tanpa rasa malu, setiap jam istirahat membantu beberapa penjual di kantin setelahnya menghabiskan sisa hari di perpustakaan mengejar nilai.
Jangan lupakan setiap tahun ia akan absen dalam kegiatan luar sekolah dengan berbagai alasan, bahkan saat pembagian raport pun akan datang orang yang berbeda setiap tahunnya kedua orang tua yang seharusnya bertepuk tangan paling kencang meneriakan nama anaknya yang menjadi juara paralel entah kemana tidak pernah hadir.
Tidak ada yang tidak mengenal Alderan di sekolah ini, iya hanya Alderan tanpa Cillision atau apapun itu yang tersematd i belakang namanya tidak ada yang bertanya atau merasa penasaran lantaran ia hanya anak penjual printilan remeh yang tidak menghasilkan untung lebih besar dari uang jajan mereka. Tapi satu hal yang mereka lewatkan Cillision jelas tersemat di dalamnya.
Cillision begitu sulit di mengerti dengan segala sikap dan tindakan untuk anak keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alderan
Short StoryAlderan Cillision, anak tengah dari keluarga Cillision yang terpandang, hidup dalam senyap di antara bayang bayang yang kian besar. Meski segala pendidikan terpenuhi ia harus terus mencari beberapa koin tambahan. Dibalik kediamannya, tersimpan perju...