Bab 18 : Rasa Sakit

221 25 1
                                    

Sudah seminggu sejak Alderan memutuskan untuk keluar dari rumah dan menetap bersama Iksan namun sampai hari ini tidak ada yang pernah datang untuk mencari atau sekedar menghubungi, Alderan terkekeh sinis, "Gue beneran gak berharga. " Senyum penuh rasa sakit tergambar jelas.

"AL,..ALL,.. WOY.. " Iksan berlari menuju tempat Alderan berada, "Apasih teriak teriak. " Balas Alderan yang terganggu dengan teriakan Iksan. "Lu udah liat berita belum?" Alderan menggeleng, ia memang menghindari membaca berita demi keselamatan jantung dan hatinya.

"Tante Anita sama si Cillision mau cerai. " Heboh Iksan mengabaikan raut terkejut Alderan, "Beritanya panas banget ini, anak anak sekolah juga udah pada tau. Jangan bilang lu gak tau?" Geleng Alderan. "Njir,..njir,.. lu tau dari gue dong?"

"Lagian kenapa mereka harus ngasih tau gue sementara gue gak ada di rumah pun gak ada yang nyariin. " Balas Alderan lirih ia merasa sedih juga keluarganya sudah tak sama lagi meski dari awal bukanlah keluarga cemara yang selalu orang lain lihat tapi ketahuilah bagi anak remaja seperti Mikaya keluarganya serindang pohon cemara.

"Lu gak ada niatan ngehubungi Yunus?"

Sejak malam dimana semuanya terbongkar Yunus tidak pernah terlihat, tidak masuk sekolah, les, atau menunjukan wajahnya. Semua warga sekolah memaklumi mungkin anak itu malu punya orang tua yang bersekingkuh tapi berbeda dengan Alderan ia cukup khawatir dengan keadaan Yunus.

Karena dalam perselingkuhan anak yang merupakan korban sering kali terlupakan.

"Lu denger kabar Tante Irena?" Apa dia juga memutuskan untuk bercerai?

"Dari info yang gue dapet sih kaya ya Tante Irena sama si Johnson juga bakal cerai, terus mungkin aja lu gak tau tapi perselingkuhan ini tuh udah lama jauh sebelum kita ketemu Al, " Alderan terhantam pukulan di belakang kepalanya ia kira perselingkuhan ini terjadi sejak beberapa bulan yang lalu, "Dan ada kemungkinan Tante Irena sama anak anaknya termasuk Yunus bakal pergi dari kota ini. " Jleb

"Permisi pak, Yunus ya ada?" Tanya Alderan sopan pada satpam yang berjaga di depan pagar rumah Yunus, ia sudah beberapa kali mengunjungi rumah Yunus untuk mengerjakan tugas les bersama tapi kali ini ia berniat menemui Yunus untuk maksud lain.

"Kalian siapa ya?" Selidik satpam yang sedang berjaga Iksan yang memang ikut bersama Alderan ikut di tatap dengan tajam. "Kita temennya Yunus, saya Iksan ini temen saya Alderan kita satu sekolah kalau dia nih udah dari lama satu tempat les juga. " Iksan memperkenalkan diri meski begitu satpam itu masih menatap curiga.

"Kita cuma pengen ketemu Yunus.  " Alderan kembali berucap. "Sebenarnya saya di larang kasih siapa pun masuk. Kalian pasti tahu kenapa. " Ucap Satpam dengan pandangan lelah sepertinya Alderan dan Iksan bukan tamu pertama mereka untuk hari ini.

"Kalau gitu bisa kasih tahu Yunus kalau kita nunggu di sini?" Alderan kembali berharap ia tak ingin berpisah dengan Yunus tanpa salam pamitan lebih dulu apalagi ia belum meminta maaf.

"Yasudah tapi kalau Nak Yunus gak keluar keluar kalian di mohon pergi. " Alderan mengaguk setuju setidaknya Yunus harus tau ia ada di sini.

"Al si Yunus gak ada niatan keluar apa atau kasih minum kek, panas ini. " Keluh Iksan mereka sudah menunggu selama dua jam dan belum ada tanda tanda Yunus keluar beberapa kali para penjaga dan satpam yang tadi meminta untuk mereka pergi saja tapi Alderan yang begitu kekeh tetap duduk dan menunggu di pelataran jalan.

"Kan tadi udah gue bilang lu bisa pergi gak usah ikut nungguin Yunus. " Iksan mendesah pelan tak mungkin ia meninggalkan Alderan sendirian bagaimana jika nanti Yunus keluar dan menghajar Alderan dan ia tak ada di sini untuk menonton kedua sahabat baik itu saling adu tinju.

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang