Bab 17 : Sebuah Awal

177 25 3
                                    


Menggendong tas kecil berisi beberapa pakaian, buku, dan celengan seadanya, Alderan pergi ia sama sekali tak berbalik untuk menyesali keputusannya, jika itu sebelum kejadian perselingkuhan antara Ibunya dan pria bernama Johnson remaja itu tentu akan memilih untuk bertahan.

Dengan perasaan terluka, Alderan memutuskan untuk pergi sementara waktu. Ia perlu keluar dari lingkungan yang hanya membuatnya semakin tenggelam dalam perasaan kecewa.

Iksan terkejut saat melihat Alderan datang dengan wajah sedih, keringat yang membasahi wajah dan beberapa barang yang ia bawa cukup menyita perhatiannya, mungkinkah Alderan memutuskan untuk keluar dari penjara yang mengaku sebagai rumah?

"Masuk dulu Al, bentar gue ambil minum dulu. " Tanpa banyak bertanya Iksan memutuskan untuk mengambil air minum terlebih dahulu ia akan memastikan Alderan tenang dan bercerita setelahnya.

Menenguk tandas air yang diberikan Iksan, Alderan menunduk lagi lagi ia menangis, "Tumpahin semuanya Al, disini lu aman. " Iksan menepuk nepuk bahu Alderan yang bergetar ia tengah menebak nebak apakah perkiraan nya benar.

'Itu si Cillision nyuruh Al ngapain lagi sih? Sampe nih anak yang selalu pura pura kuat bisa tumbang juga. ' Batin Iksan.

"Gue kabur dari rumah. " Iksan mengaguk ia sudah tak kaget lagi, "I-ibu dah gila. " Mengeryit heran setahu dirinya ibunya Alderan atau Tante Anita sama sekali tak peduli dan selama ini yang lebih banyak menekan Alderan kepala keluarga itu sendiri.

"Lu bisa nginep disini sampe masalah lu selesai. Itung itung gue ada temen. "

Iksan memang tinggal sendiri di sebuah kos kosan dekat sekolah yang cukup besar, orang tuanya berada di kota sebrang yang cukup jauh jadi ia memutuskan untuk tinggal sendiri sementara kakaknya memilih untuk tinggal di tempat lain, ia tak bisa ikut tinggal bersama.

Alderan mengaguk, saat ini yang ia butuhkan adalah ketenangan dan tempat untuk beristirahat mari pikirkan masalah lainnya setelah pikiran dan tubuhnya sudah lebih tenang.

"San, gue gak bisa kabur terus meski gue tahu mereka mungkin gak akan sadar gue kabur tapi masa depan juga penting buat gue. " Alderan memandang Iksan, sejujurnya Iksan bingung juga dengan masalah yang tengah di hadapi oleh sahabatnya ini, dari dulu selelah apapun Alderan ia tetap memilih untuk bertahan.

"Lu bisa tinggal di sini, kita bisa jadi roomate gue bosen sendirian terus kalau perlu kita ajak si Yunus. "

"Gak bisa dia bisa ancur kapan aja kalau liat gue."

Hah?

Malam tadi Iksan mendengarkan dengan seksama segala akar permasalahan kedua sahabatnya ia hanya bisa ternganga tanpa niat menjeda sungguh rasanya nanonano.

"Lu gak perlu khawatir Yunus pasti ngerti kalau di sini lu gak salah kalian korban dari keegoisan para orang dewasa yang cuma mikirin nafsu. "

"Kalau lu udah nyakin sama keputusan buat pergi gue akan selalu nemenin lu. " Kini mereka tengah menikmati bubur yang lewat di depan kosan.

"Gue butuh waktu buat berpikir dan ngejauh dari semua kenyataan ini, gue mau ambil beasiswa yang sebelumnya gue tolak, gak mungkin gue keluar dari rumah tapi masih nikmatin uang Ayah. " Alderan sudah membulatkan tekad bagaiaman pun pendidikan selalu menjadi nomer satu untuknya.

"Selama ini yang gue denger banyak biaya sekolah lu di bayar sama si Edward tapi karena lu mutusin buat ngambil beasiswa lu juga bakal dapet uang saku yang lumayan. Jadi untuk urusan makan dan lainnya lu gak perlu khawatir paling harus berhenti les. " Iksan sendiri memang penerima beasiswa karena itu ia sampe mau datang jauh dari kampung halaman melanjutkan masa smp sampai sma di kota orang.

AlderanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang