Joanna yang tahu akan apa yang kini Jeffrey pikiran mulai berusaha menenangkan. Dia berjalan mendekati si pria. Lalu meraih kedua tangannya."Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak sengaja bertemu Jordan di mall. Aku datang bulan dan tembus banyak. Jadinya minta antar."
Joanna melepas lilitan jaket di perutnya. Dia tengah memakai kaos putih press badan dan jeans biru tua saja sebelumya. Tidak heran jika dia butuh jaket baru untuk menutupi darahnya. Sekaligus alas duduk agar mobil Jordan tidak ikut terkena darah.
Jeffrey yang awalnya memasang wajah sedih mulai panik. Dia menatap rembesan darah Joanna yang banyak sekali. Dia juga sempat melihat price tag jaket yang tidak sempat Joanna lepas tadi. Karena buru-buru ingin dipakai agar tidak malu lagi.
"Kok bisa banyak sekali? Ayo bersihkan sekarang!"
Jeffrey menghalangi bagian belakang tubuh Joanna. Agar Jordan tidak melihat. Karena dia tidak ingin pria itu membayangkan yang tidak-tidak dari sana. Apalagi dia sudah pernah menjamah juga.
Joanna mulai membuka pintu vila. Lalu memasuki kamar mandi dengan tergesa. Karena dia jelas sudah tidak betah dalam keadaan basah.
"Kamu butuh apa, Sayang?"
Jeffrey sengaja mengeraskan suara. Agar Jordan mendengar. Ajar dia tahu jika hubungannya dengan Joanna semakin dekat dan telah memiliki tujuan. Tidak seabu-abu sebelumnya.
"Tolong ambilkan CD dan pembalut di koper."
Jeffrey langsung melakukan hal yang diperintah. Namun saat akan masuk kamar mandi, dirinya dicegah. Joanna sengaja menahan dadanya dengan telapak tangan. Agar tidak ikut masuk juga.
"Jangan masuk! Kotor!"
"Tapi aman, kan? Kamu butuh apa lagi selain pembalut dan celana dalam?" Jeffrey memberikan barang pesanan Joanna. Dari celah pintu kamar mandi yang hanya dibuka sedikit saja. Sebab wanita itu sudah tidak memakai bawahan.
"Aman. Kamu keluar saja. Temani Jordan. Aku tidak enak. Belum berterima kasih juga."
Jeffrey mendesah pelan. Namun akhirnya nurut juga. Keluar kamar dan menemui Jordan yang kini duduk di teras sembari memainkan ponselnya.
"Hei! Apa kabar?"
Jeffrey menepuk pundak Jordan. Berusaha bersikap baik pada si pria. Mengingat sebelumnya, mereka cukup akrab. Sehingga dia ingin mencoba kembali akrab meski beberapa menit yang lalu sempat cemburu buta.
"Baik. Kamu bagaimana? Kerjaan lancar?"
"Lancar. Kamu? Ada acara apa di Malang?" Jeffrey mulai duduk di sebelah Jordan. Karena ingin mengorek informasi lebih dalam. Sebab dia masih sedikit curiga. Meski bukti yang Joanna berikan jelas akurat dan masuk akal.
"Iya. Ada acara kantor. Sudah seminggu aku di sini."
Jeffrey tampak tersenyum tipis. Dalam hati dia tidak percaya akan hal ini. Akan kebetulan yang terus terjadi. Akan pertemuan Joanna dan Jordan selama ini. Seperti saat di Bali dan di sini.
"Di Bali kemarin tidak sengaja bertemu, di Malang juga seperti itu. Sepertinya dunia memang sesempit itu." Jeffrey terkekeh pelan. Dia ingin menyindir Jordan. Agar dia tidak nyaman dan berhenti berharap pada istrinya. Karena pernikahan mereka akan berakhir selamanya.
"Iya, ya? Apa mungkin kita jodoh, ya? Itu sebabnya semesta mendukung kita, selalu mempertemukan." Jordan ikut terkekeh sekarang. Entah maksudnya ingin bercanda atau bukan. Namun yang jelas, Jeffrey tampak tidak suka. Sehingga dia berniat mengusir Jordan.
"Aku tidak suka kamu dekat-dekat dengan istriku. Thank you karena sudah mengantarnya pulang. Tapi lain kali tolong jaga jarak, karena aku tidak suka!"
Jordan agak terkejut akan ucapan Jeffrey. Sehingga raut wajahnya berubah saat ini. Tidak lagi ramah seperti tadi.
"Kukira hubungan kalian tidak seserius itu. Bukannya kamu masih menyukai saudaramu itu?" Jordan mengepalkan tangan. Rahangnya juga mengeras. Seolah tidak suka dengan apa yang baru saja didengar.
"Itu dulu. Sekarang semuanya sudah berubah. Aku dan Joanna sudah sepakat untuk mempertahankan hubungan pernikahan. Kami bahkan sedang berencana memiliki anak." Jeffrey sengaja berbohong pada Jordan. Karena jelas Joanna berharap sebaliknya.
"Oh, seperti itu? Kukira kalian tidak akan sejauh itu." Raut wajah Jordan berubah sinis. Dia mulai bangkit dari kursi. Berniat pamit, karena tidak tahan berlama-lama duduk dengan Jeffrey.
"Aku pamit, ada kegiatan lain." Jeffrey mengangguk senang. Ikut berdiri dan melambaikan tangan saat mobil Jordan hilang dari pandangan.
Jeffrey menunggu lama sampai akhirnya Joanna keluar. Wanita itu sudah memakai polo dress warna hitam. Sewarna dengan setelan jas yang pria itu kenakan. Karena dia memang baru pulang kerja dan belum sempat berganti pakaian.
"Jordan mana?"
"Baru saja pergi, ada kegiatan lain katanya."
Joanna menangguk kecil. Lalu duduk di samping Jeffrey. Sembari menatap mobil yang pria itu kendarai.
"Kamu tidak bawa supir? Baru pulang kerja langsung ke sini?"
"Iya. Ada meeting dengan klien di sini. Jadi sekalian mampir."
Jeffrey bangkit dari kursi. Lalu mengulurkan tangan pada si istri. Karena ingin diajak mencari makan saat ini.
"Aku lapar, tadi sudah menunggu tiga jam."
"Ya Tuhan! Kasihan."
Joanna meraih uluran tangan Jeffrey. Lalu saling melingkarkan tangan pada pinggang masing-masing. Dan berpelukan sekali sebelum masuk mobil.
"Hpmu kenapa tidak bisa dihubungi? Aku khawatir."
"Tercebur kolam kemarin. Masih diservice. Setelah makan kita ambil."
Jeffrey merenggut kesal. Lalu melepas pelukan dan berlalu masuk mobil. Diikuti Joanna yang justru tersenyum kecil.
"Kan bisa beli! Jangan sok miskin! Suamimu Jeffrey!"
"Aku lupa password email masalahnya. File di dalamnya tidak bisa dipindah. Aku sayang isinya."
"Tapi pinjam Hp orang dulu untuk memberi kabar kan bisa? Aku tidak bisa tidur semalam gara-gara kamu tidak balas pesan!"
"Iya, aku salah. Sorry, lain kali aku tidak akan seperti ini."
Joanna mengecup pipi Jeffrey. Membuat si pria tersenyum tipis. Karena jelas dia bahagia sekali. Sebab si istri begitu bisa menyenangkan hati. Tidak gengsi lagi, seperti saat awal pernikahan ini terjadi.
Tbc…

KAMU SEDANG MEMBACA
GET TO KNOW BETTER [END]
RomanceJoanna dan Jeffrey menikah karena perjodohan. Kisah klise yang sering berakhir menyedihkan. Namun Joanna berusaha menolak segala penderitaan. Sebab tidak ingin berakhir menyedihkan karena menikahi pria yang masih belum selesai dengan masa lalunya.