“Kalau aku tahu ini bakal terjadi, aku tidak akan pernah datang ke pantai ini.”
Wooyoung duduk di bawah payung pantai, mengenakan kemeja hawaiian dengan motif daun palem yang terlalu mencolok bahkan untuk standar pantai. Perutnya yang buncit karena hamil tujuh bulan terlihat jelas meski ia berusaha menyembunyikannya di balik handuk besar. Matanya menatap Jongho dengan tajam, sementara lelaki itu berjongkok di depannya, sibuk mengoleskan sunscreen di tangan Wooyoung.
“Jangan drama,” jawab Jongho dengan nada santai, meski senyuman kecilnya menyiratkan bahwa ia menikmati kekesalan Wooyoung. “Udara pantai bagus untukmu dan bayi kita.”
Wooyoung mendengus, menarik tangannya dari genggaman Jongho. “Bagus? Aku sudah kegerahan sejak tadi, pasir masuk ke semua tempat yang tidak seharusnya, dan jangan lupa, aku harus berurusan dengan tatapan orang-orang yang bertanya-tanya kenapa laki-laki hamil ada di sini!”
Jongho tertawa kecil, suaranya berat tapi penuh kehangatan. “Mungkin mereka hanya iri karena kau terlihat sangat memesona dengan perut buncitmu itu.”
“Oh, pasti,” balas Wooyoung dengan nada sarkastik. “Semua orang di sini pasti berharap mereka juga bisa hamil tujuh bulan dan merasa seperti paus terdampar.”
Jongho mencoba menahan tawanya, tapi gagal. Ia mengangkat tangan untuk menyentuh pipi Wooyoung, yang langsung memalingkan wajahnya dengan dramatis. “Kau memang cantik, tahu. Aku serius.”
Wooyoung meliriknya sekilas, matanya sedikit melembut. Tapi, tentu saja, ia tidak akan menyerah begitu saja. “Kalau aku cantik, kenapa kau tidak pernah memijat kakiku lagi? Kau tahu aku hampir tidak bisa melihat kakiku sendiri, kan?”
Jongho menghela napas panjang, lalu berdiri. “Baiklah, tuan drama. Aku akan memijat kakimu nanti malam. Tapi sekarang, ayo kita jalan-jalan di pantai. Kau butuh udara segar.”
“Tidak mau,” jawab Wooyoung cepat. “Aku tidak akan beranjak dari sini. Kalau kau mau jalan-jalan, jalanlah sendiri.”
Jongho mengangkat alisnya, lalu menyilangkan tangan di dada. “Oh? Jadi kau tidak mau ikut?”
“Jelas tidak,” balas Wooyoung sambil menyesap air kelapanya dengan gaya paling angkuh yang bisa ia lakukan.
“Baiklah,” kata Jongho sambil tersenyum kecil. “Tapi jangan salahkan aku kalau aku pergi mencari orang lain untuk diajak jalan-jalan.”
Wooyoung langsung menurunkan kelapanya, menatap Jongho dengan ekspresi tidak percaya. “Apa?”
“Ya, mungkin ada orang lain yang mau menemani aku menikmati matahari terbenam. Mungkin lifeguard itu?” Jongho menunjuk seorang lifeguard berotot yang sedang berjalan tidak jauh dari mereka.
“Jangan berani-berani!” seru Wooyoung, matanya membelalak. “Kau pikir aku akan membiarkanmu begitu saja? Kau ini ayah dari bayi yang ada di dalam perutku, tahu!”
Jongho tertawa keras, suaranya bergema di udara pantai yang hangat. “Aku bercanda, Woo. Santai saja.”
Wooyoung mendengus, meski pipinya sedikit memerah. “Kau selalu tahu cara membuatku kesal, ya.”
Jongho menunduk, mendekatkan wajahnya ke wajah Wooyoung hingga jarak mereka hanya beberapa inci. “Dan kau selalu tahu cara membuatku jatuh cinta lagi setiap harinya.”
Wooyoung terdiam, wajahnya semakin merah. Tapi sebelum ia sempat menjawab, Jongho sudah meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Ayo, jalan-jalan sebentar. Kau tahu kau ingin.”
Setelah beberapa detik ragu, Wooyoung akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi kalau aku kegerahan lagi, kau yang harus membawaku kembali ke sini, mengerti?”
“Tentu saja,” jawab Jongho sambil tersenyum lembut. “Apa pun untuk cinta kecilku.”
Mereka berjalan di sepanjang pantai, tangan Jongho tidak pernah lepas dari tangan Wooyoung. Meski Wooyoung terus menggerutu sepanjang jalan, ia tidak bisa menyembunyikan senyuman kecil di sudut bibirnya. Bagaimanapun juga, meski hidupnya saat ini terasa seperti beautiful disaster, ia tahu ia tidak akan menukarnya dengan apa pun.

KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]
Fanfictionbottom!Wooyoung Buku terjemahan ©2018, -halahala_