Kim Hongjoong

33 4 0
                                    

Hongjoong terbangun dengan aroma kopi yang masih segar di udara. Ia berjalan santai ke dapur apartemen kecilnya, mengenakan kaus lusuh dan celana pendek, rambutnya masih berantakan. Namun, saat matanya menangkap sosok Wooyoung yang duduk di meja dapur dengan wajah merah dan mata sayu, ia langsung berhenti di tengah langkah.

“Tunggu, Wooyoung, kau baik-baik saja?” tanyanya dengan dahi berkerut.

Wooyoung menoleh dengan lambat, gerakan kepalanya seperti robot yang kehabisan baterai. Dengan suara serak dan agak manja, ia menjawab, “Aku… aku tidak tahu. Kenapa dunia ini berputar?”

Hongjoong memicingkan mata, mendekati meja. “Apa yang kau minum?” Ia memandang ke arah gelas di tangan Wooyoung, yang isinya hampir habis.

“Minumanku!” seru Wooyoung dengan nada ceria, mengangkat gelas itu tinggi-tinggi seperti piala kemenangan. “Kau yang bilang ambil saja apa yang di kulkas!”

Hongjoong segera mengambil botol dari meja, memeriksa labelnya. Matanya membesar ketika membaca tulisan “Bourbon Reserve – 40% Alcohol.”

“Wooyoung! Ini bukan jus apel!”

Wooyoung memiringkan kepala, bingung. “Bukan? Tapi rasanya… manis.”

Hongjoong menghela napas panjang, lalu duduk di sebelahnya. “Tuhan, kau punya toleransi rendah terhadap alkohol. Kau bahkan pusing setelah seteguk anggur waktu pesta terakhir.”

Wooyoung mengangguk setuju, bibirnya membentuk pout yang terlihat terlalu menggemaskan untuk orang yang mabuk. “Itu benar. Aku sangat lemah.”

Hongjoong memijat pelipisnya, mencoba menahan tawa yang mulai muncul. Wooyoung memiringkan tubuhnya ke arah Hongjoong, menyandarkan dagunya di bahu Hongjoong dengan ekspresi malas. “Joongie, kenapa kau selalu serius? Kau harus lebih… seperti pelangi.”

“Pelangi?” Hongjoong tidak bisa menahan senyumnya lagi.

“Ya, pelangi. Warna-warni dan… dan penuh kehidupan!” Wooyoung melambaikan tangannya di udara seperti sedang melukis sesuatu yang imajiner. “Kau ini terlalu hitam dan putih. Kau butuh lebih banyak pink. Pink itu seksi.”

Hongjoong terkekeh, menatap Wooyoung yang wajahnya semakin memerah. “Wooyoung, kau benar-benar mabuk.”

“Aku tidak mabuk!” protes Wooyoung keras, meskipun suaranya terdengar serak dan penuh keinginan untuk menangis. Ia mendekatkan wajahnya ke Hongjoong, matanya yang sayu menatap penuh tekad. “Aku cuma… merasa seperti awan. Ya, aku adalah awan yang lembut dan bebas!”

Hongjoong mengusap wajahnya, berusaha keras untuk tetap serius. Tapi setiap kali Wooyoung membuka mulutnya, ia semakin sulit menahan tawa.

“Dan kau tahu apa lagi?” Wooyoung berbisik, mendekatkan bibirnya ke telinga Hongjoong, seolah hendak membagikan rahasia besar. “Aku pikir aku mencintai kucing tetangga.”

“Apa?” Hongjoong tertawa terbahak-bahak, tubuhnya berguncang. “Wooyoung, kau tidak masuk akal!”

Wooyoung mengangguk, bibirnya masih membentuk pout. “Tapi kucing itu punya mata yang besar, dan aku suka mata besar. Kau tahu? Kau juga punya mata besar, Joongie. Tapi kau tidak punya ekor. Sayang sekali.”

Hongjoong terdiam sejenak, menatap Wooyoung yang begitu polos dan absurd dalam kondisi mabuknya. Pipinya merah, matanya setengah tertutup, dan bibir pout itu… terlalu menggemaskan untuk diabaikan.

Tanpa berpikir panjang, Hongjoong mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Wooyoung. Ciuman itu singkat, hanya sekedar sentuhan, tapi cukup untuk membuat hati Hongjoong berdebar.

Namun, sebelum ia sempat mundur, Wooyoung langsung memukul bahunya dengan keras. “Joongie! Apa-apaan itu?!”

Hongjoong tertawa keras, memegangi bahunya yang terasa sakit. “Kau benar-benar lucu, Woo! Aku tidak bisa menahannya!”

Wooyoung memutar matanya, mencoba terlihat marah, tapi wajahnya yang merah membuatnya lebih terlihat seperti boneka yang menggemaskan. “Kau ini buruk sekali. Aku mabuk, tahu. Kau memanfaatkan kelemahanku!”

“Aku hanya mengikuti kata hatiku,” balas Hongjoong sambil tersenyum lebar.

Wooyoung mendesah panjang, lalu bersandar kembali di bahu Hongjoong. “Joongie… kalau aku sadar, aku akan membalasmu. Tunggu saja.”

Hongjoong tertawa lagi, membelai rambut Wooyoung dengan lembut. “Aku akan menunggu. Tapi kau harus sadar dulu, Woo.”

Pagi itu menjadi salah satu pagi paling berkesan bagi Hongjoong. Meski Wooyoung mabuk berat, momen lucu itu membuat hatinya semakin yakin bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada pria yang sedang bersandar di bahunya ini.

AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang