Park Seonghwa [⚠mpreg]

67 6 0
                                    

Seonghwa berdiri gagah dengan mantel panjang hitam berkerah tinggi dan topi silinder yang tampak seperti barang antik. Dia memegang tongkat sihir di tangan kanan, mengayunkannya ke arah udara dengan percaya diri. Penonton bertepuk tangan riuh saat ia mengeluarkan burung merpati dari saputangannya. Tapi bagi Wooyoung, yang duduk di kursi penonton baris depan dengan perutnya yang mulai membuncit, pertunjukan itu bukanlah fokus utamanya.

Fokusnya, seperti biasa, adalah pria itu—ilusionis ulung yang entah bagaimana berhasil mencuri hatinya dengan trik yang lebih sederhana dari yang ia tampilkan di panggung.

“Dan untuk trik selanjutnya,” Seonghwa berbicara dengan suara rendah, penuh misteri, “Aku akan menunjukkan keajaiban sejati.”

Wooyoung menghela napas, memutar matanya. “Keajaiban sejati? Oh, tolong, jangan bilang itu trik memunculkan bunga lagi,” gumamnya pelan.

Di tengah penonton yang terpesona, hanya Wooyoung yang berani meremehkan pertunjukan Seonghwa. Tapi itu hanya membuat Seonghwa lebih semangat. Ia mengarahkan pandangannya langsung ke Wooyoung, matanya bersinar nakal.

“Untuk trik ini,” kata Seonghwa, berjalan ke depan panggung, “Aku membutuhkan sukarelawan.”

Tangan Wooyoung langsung terlipat di dadanya. “Tidak.”

Penonton menoleh ke arahnya, tertawa kecil karena tahu kemana ini akan menuju. Seonghwa turun dari panggung, melangkah ke arah Wooyoung dengan gerakan penuh karisma.

“Wooyoung, sayangku, bintang hidupku,” Seonghwa berkata dengan nada menggoda. “Kau tidak bisa menolak panggilan takdir.”

“Aku bisa, dan aku akan,” jawab Wooyoung, meskipun wajahnya mulai memerah.

“Tapi siapa lagi yang bisa membuat trik ini berhasil?” Seonghwa mengedipkan mata, lalu meraih tangan Wooyoung. “Ayo, percayalah padaku.”

Wooyoung mendengus tapi membiarkan dirinya ditarik ke atas panggung. Penonton bersorak riuh saat ia berdiri di sana, wajahnya memerah seperti tomat.

“Baiklah, Wooyoung,” kata Seonghwa, memutar tongkatnya dengan gerakan dramatis. “Untuk trik ini, aku akan membuat sesuatu yang sangat istimewa muncul.”

Wooyoung menyipitkan mata. “Kalau kau mencoba membuat merpati lagi, aku akan melemparmu dengan topi itu.”

Penonton tertawa, tapi Seonghwa hanya tersenyum tenang. Ia melangkah mendekat, tangannya menyentuh pinggang Wooyoung dengan lembut.

“Bukan merpati,” katanya pelan, suaranya hanya bisa didengar Wooyoung. “Tapi sesuatu yang lebih ajaib.”

Wooyoung mengerutkan kening. Sebelum ia sempat bertanya, Seonghwa melambaikan tongkatnya, dan asap tebal tiba-tiba muncul di sekitar mereka. Penonton bersorak lebih keras, kagum dengan efek dramatis itu.

Namun, ketika asap mulai menghilang, Wooyoung menyadari sesuatu yang berbeda. Ia tidak lagi berdiri di atas panggung. Sebaliknya, ia berada di ruangan yang penuh lilin, dengan meja kecil di tengah yang dihiasi bunga mawar merah.

“Seonghwa,” katanya pelan, berbalik mencari pria itu.

“Aku di sini,” jawab Seonghwa, muncul dari balik tirai di sudut ruangan. Ia tersenyum hangat, mendekati Wooyoung dengan langkah pelan.

“Apa ini?” tanya Wooyoung, meskipun hatinya mulai melembut.

“Ini,” kata Seonghwa, mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi Wooyoung, “adalah bagian dari trikku. Ilusi yang sempurna untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu.”

Wooyoung terkesiap. “Apa?”

“Kau selalu bilang aku terlalu sibuk dengan trik-trik di panggung,” lanjut Seonghwa. “Jadi aku ingin melakukan sesuatu hanya untukmu. Tidak ada penonton lain, tidak ada tepuk tangan, hanya kau dan aku.”

Wooyoung menatap Seonghwa, lalu matanya jatuh ke meja kecil itu. Di atasnya, ada sebuah kotak kecil berwarna merah.

“Bukalah,” kata Seonghwa dengan senyum lembut.

Wooyoung mengambil kotak itu dengan tangan gemetar. Saat ia membukanya, ia menemukan sebuah cincin perak sederhana dengan batu kecil yang berkilauan di tengahnya.

“Seonghwa…”

“Wooyoung,” Seonghwa berlutut di hadapannya, memegang tangan Wooyoung dengan lembut. “Aku tahu aku sering membuatmu kesal dengan leluconku, dengan jadwalku, dengan obsesiku pada trik-trik aneh. Tapi aku ingin kau tahu satu hal.”

“Apa itu?” Wooyoung bertanya pelan, suaranya bergetar.

“Kau adalah satu-satunya keajaiban yang pernah benar-benar aku percayai.” Seonghwa tersenyum, matanya penuh cinta. “Dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu. Jadi, Wooyoung, maukah kau menikah denganku?”

Air mata mulai menggenang di mata Wooyoung. Ia tertawa kecil, mencoba menyembunyikan emosinya. “Kau benar-benar tahu bagaimana membuat segalanya dramatis, ya?”

“Itu pekerjaanku,” jawab Seonghwa sambil tersenyum nakal.

Wooyoung mengangguk pelan. “Ya, aku mau.”

Seonghwa langsung bangkit, menarik Wooyoung ke dalam pelukan erat. Mereka berdiri di sana, dikelilingi oleh cahaya lilin yang hangat, dan untuk sesaat, dunia terasa sempurna.

Tapi, seperti biasa, Wooyoung tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda. “Kau tahu, aku harap anak kita tidak mewarisi selera humormu.”

Seonghwa tertawa, mengecup kening Wooyoung. “Kau harus mengakui, leluconku yang membuatmu jatuh cinta padaku.”

Wooyoung hanya menggerutu pelan, meskipun senyum di wajahnya tidak bisa disembunyikan.

AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang