Choi San [⚠mpreg]

99 9 0
                                    

“Aku benar-benar akan melakukan apapun,” kata Wooyoung dengan mata memohon, tubuhnya condong sedikit ke arah San yang bersandar santai di kursi kayu mewah di kantor pribadinya.

San mendongak dari dokumen yang sedang ia baca, alisnya sedikit terangkat. Mata tajamnya menatap Wooyoung yang tampak seperti seekor anak kucing terlantar. Rambut hitam Wooyoung sedikit berantakan, mungkin karena ia terburu-buru datang ke sini, dan wajahnya terlihat memerah, entah karena gugup atau malu. Tapi yang paling mencolok bagi San adalah cara bibir Wooyoung sedikit gemetar—kombinasi antara memohon dan keyakinan yang hampir menggemaskan.

“Apapun?” tanya San dengan nada rendah, suaranya seperti menantang.

Wooyoung mengangguk cepat, matanya berbinar seperti orang yang siap menjual jiwa. “Ya, apapun. Aku butuh pekerjaan, Tuan Choi. Aku tidak peduli apa pekerjaannya, asalkan kau bisa membayar kebutuhanku. Aku... aku bersedia bekerja siang dan malam!”

San menyandarkan tubuhnya lebih dalam ke kursi, memperhatikan pria di depannya dengan rasa ingin tahu yang tak bisa ia sembunyikan. Wooyoung tidak hanya memiliki wajah yang menarik, tapi juga semacam energi liar yang sulit diabaikan. Sesuatu tentang pria ini terasa... memikat.

“Kau sadar aku tidak sedang mencari karyawan, kan?” kata San akhirnya.

“Aku tahu,” jawab Wooyoung dengan suara kecil, nyaris seperti berbisik. “Tapi aku sangat membutuhkan pekerjaan, dan aku akan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa aku pantas diberi kesempatan.”

San tersenyum kecil, senyum yang biasanya membuat lawan bicaranya tidak nyaman karena sulit dibaca. Tapi Wooyoung, entah bagaimana, tetap berdiri teguh di sana, seperti tidak peduli dengan ancaman terselubung dalam sikap San.

“Kalau begitu,” San berkata pelan, “apa yang kau tawarkan?”

Wooyoung mengernyit sedikit, bingung. “Tawaran?”

“Ya,” jawab San. “Kau bilang akan melakukan apapun, tapi aku tidak butuh karyawan. Jadi, kau harus memberiku alasan yang sangat bagus untuk menerimamu.”

Wooyoung terdiam, memikirkan jawabannya dengan serius. “Aku... aku bisa menjadi apapun yang kau mau. Aku bisa menjadi asistenmu, sopirmu, bahkan pelayanmu.”

San tertawa kecil, suara rendahnya memenuhi ruangan. “Pelayan, ya?”

Wooyoung mengangguk lagi, meskipun wajahnya kini mulai merah. “Ya. Asalkan semua kebutuhanku terpenuhi.”

San memiringkan kepala, matanya menyipit sedikit seperti sedang menimbang sesuatu. “Bagaimana kalau aku punya tawaran lain?”

Wooyoung mengerutkan dahi. “Tawaran lain?”

San berdiri perlahan dari kursinya, langkahnya tenang saat ia berjalan mendekati Wooyoung. Kini, jarak mereka hanya beberapa inci, dan Wooyoung harus mendongak untuk menatap San.

“Kau bilang akan melakukan apapun, kan?” tanya San dengan nada serius.

“Iya,” jawab Wooyoung, meskipun suaranya sedikit goyah.

San tersenyum kecil, tangannya menyentuh dagu Wooyoung, mengangkatnya sedikit agar mata mereka bertemu. “Kalau begitu, menikahlah denganku.”

Wooyoung terbelalak. “M-menikah?”

“Ya,” kata San dengan tenang. “Kalau kau menikah denganku, aku akan memastikan semua kebutuhanmu terpenuhi. Kau tidak perlu khawatir soal uang, tempat tinggal, atau apapun. Tapi sebagai gantinya, kau harus memenuhi semua permintaanku.”

Wooyoung terpaku, otaknya berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Pernikahan? Ia datang ke sini mencari pekerjaan, bukan mencari suami. Tapi... San tampan, sangat tampan, dan jika itu berarti semua masalah hidupnya akan selesai, apakah ini benar-benar pilihan buruk?

“Semua permintaanmu?” tanya Wooyoung akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.

San mengangguk. “Ya. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan memaksamu melakukan apapun yang tidak kau inginkan. Semua dengan persetujuanmu.”

Wooyoung menghela napas dalam-dalam, lalu menatap San dengan mata penuh determinasi. “Baiklah. Aku setuju.”

San tersenyum lebar, senyum yang kali ini terlihat sedikit lebih tulus. “Deal.”

Tiga bulan setelah pernikahan mereka, Wooyoung duduk di sofa besar di ruang tamu mansion mereka, mengenakan jubah sutra yang terlalu mewah untuk selera pribadinya. Sejak menikah, hidupnya berubah drastis. Ia tidak pernah lagi khawatir soal uang, dan semua yang ia butuhkan selalu tersedia. Tapi yang paling mengejutkan adalah betapa baiknya San memperlakukannya.

“Wooyoung,” panggil San dari dapur. “Maukah kau ke sini sebentar?”

Wooyoung bangkit, berjalan menuju dapur dengan rasa ingin tahu. Di sana, San sedang berdiri dengan tablet di tangannya, wajahnya penuh dengan semangat aneh yang jarang ia lihat.

“Ada apa?” tanya Wooyoung, menyandarkan tubuhnya di meja dapur.

San menatapnya, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan baru. “Aku punya ide.”

Wooyoung mengangkat alis. “Ide apa?”

San berjalan mendekat, meletakkan tangan di pinggang Wooyoung. “Aku ingin melihatmu hamil.”

Wooyoung terdiam, tidak tahu harus berkata apa.

“Dengar,” lanjut San, suaranya lembut. “Kau sudah setuju untuk memenuhi semua permintaanku, kan? Aku pikir kau akan terlihat sangat seksi dengan perut besar.”

Wooyoung merasa pipinya memerah. “Tapi... hamil? Apa itu bahkan mungkin?”

San tersenyum kecil, lalu mengangkat tablet di tangannya, menunjukkan artikel tentang teknologi reproduksi modern. “Dokter bilang itu mungkin. Dan aku ingin kita mencoba. Bagaimana menurutmu?”

Wooyoung terdiam beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah. Asalkan ini benar-benar keinginanmu.”

San mencium keningnya. “Terima kasih, Sayang. Kau tidak akan menyesal.”

Beberapa minggu kemudian, mereka duduk di ruang konsultasi dokter. San terlihat sangat bersemangat, sementara Wooyoung tampak sedikit canggung.

“Jadi, Tuan Choi, Anda ingin pasangan Anda hamil?” tanya dokter sambil tersenyum ramah.

“Ya,” jawab San dengan semangat. “Dan aku ingin tahu, apakah mungkin bagi Wooyoung untuk hamil... decaplets?”

Dokter terdiam, menatap San seolah ia baru saja mendengar sesuatu yang sangat absurd.

“Decaplets? Sepuluh bayi sekaligus?” tanya dokter dengan nada tak percaya.

San mengangguk penuh keyakinan. “Ya. Aku pikir itu akan luar biasa.”

Dokter melirik Wooyoung, yang kini terlihat sangat merah. “Secara teknis mungkin, tapi saya tidak menyarankan itu, terutama untuk tubuh sekecil Tuan Jung. Risiko komplikasinya terlalu tinggi.”

Wooyoung segera menyela. “Dok, aku rasa satu bayi saja cukup.”

San tertawa kecil, mengusap punggung Wooyoung. “Baiklah, baiklah. Satu bayi saja. Tapi aku yakin kau akan terlihat sangat seksi, Sayang.”

Wooyoung mendesah, meskipun ia tidak bisa menahan senyum kecil. Pernikahan ini mungkin dimulai dengan cara yang aneh, tapi ia tidak bisa menyangkal bahwa ia bahagia—dan, lebih dari itu, ia jatuh cinta pada pria aneh yang kini menjadi suaminya.

.

Bersambung

AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang