Choi Jongho

20 3 0
                                    

"Wooyoung, jangan bilang kau lupa membaca papan peringatan lagi."

Jongho memandang Wooyoung dengan ekspresi datar, tangannya bersilang di dada. Wooyoung berdiri dengan sepatu penuh lumpur, senyum lebarnya yang sok tak bersalah lebih mencolok daripada matahari yang mulai turun di ufuk barat.

"Aku tidak lupa. Aku memilih untuk mengabaikannya." Wooyoung menyeringai, mencoba melangkah mendekat sebelum terpeleset lumpur dan hampir terjatuh.

Jongho menghela napas, melangkah ke arah Wooyoung dan menarik tangannya sebelum ia benar-benar mencium tanah. "Kau tahu, tidak ada yang lebih membahayakan nyawaku selain mencoba mengurusmu di tempat seperti ini."

"Dan tidak ada yang lebih menarik dari seorang pria yang rela mengambil risiko demi aku," balas Wooyoung dengan cepat, melirik Jongho dengan tatapan penuh percaya diri.

Mereka berdua sedang berada di kawasan wisata geyser yang terkenal, tempat air panas menyembur dari tanah dengan kekuatan yang cukup untuk mengagetkan siapa pun yang tidak waspada. Jongho, dengan kepalanya yang penuh logika, selalu berhati-hati saat berada di tempat seperti ini. Wooyoung? Sebaliknya, ia tampak seperti anak kecil yang baru saja menemukan taman bermain baru.

"Wooyoung, serius. Kalau kau terus begini, kau akan membuat aku gila."

"Lebih gila daripada sekarang?" Wooyoung menyengir, melangkah lebih dekat ke arah Jongho hingga jarak mereka hanya beberapa inci.

Jongho mundur sedikit, meskipun wajahnya tetap tenang. "Kau tahu, ada alasan kenapa tempat ini disebut berbahaya. Satu langkah salah, kau bisa—"

"Meledak seperti geyser?" potong Wooyoung sambil tertawa kecil. "Kau ini terlalu tegang, Jongho. Hidup ini untuk dinikmati, bukan dihabiskan dengan ketakutan."

Jongho menatapnya, mencoba memahami bagaimana seseorang bisa begitu santai di tempat yang jelas penuh risiko. Tapi begitulah Wooyoung, selalu hidup di tepi batas, membuat setiap momen terasa seperti letupan kecil yang penuh kejutan.

"Wooyoung, kau tahu aku suka dengan semangatmu, tapi aku juga suka kalau kau masih punya nyawa untuk berbicara denganku."

"Kalau aku mati, setidaknya aku mati dengan cara yang spektakuler." Wooyoung menyeringai lebar, meskipun tangannya dengan refleks meraih lengan Jongho saat suara letupan geyser terdengar di kejauhan.

"Dan siapa yang akan menulis epitafmu? 'Di sini terbaring Wooyoung, pria yang terlalu bersemangat bermain-main dengan alam'?" Jongho mengangkat alis, suaranya penuh sindiran.

Wooyoung tertawa keras, memukul pelan lengan Jongho. "Kau ini lucu juga kalau sedang marah."

"Aku tidak marah. Aku hanya..." Jongho mendesah, menyerah mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku hanya ingin kau lebih berhati-hati."

"Dan aku hanya ingin kau lebih santai." Wooyoung menatap Jongho dengan senyuman lembut, sesuatu yang jarang muncul di wajahnya yang biasanya penuh energi.

Mereka terdiam sejenak, hanya suara gemuruh geyser yang mengisi udara. Jongho akhirnya menghela napas panjang, menatap Wooyoung yang kini berdiri dengan tenang di sampingnya.

"Kau tahu, Wooyoung, kalau aku kehilanganmu, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan."

Wooyoung menoleh, sedikit terkejut mendengar nada serius di suara Jongho. "Hei, jangan bilang hal-hal seperti itu. Aku tidak akan pergi ke mana-mana, oke?"

"Kau bilang begitu sekarang, tapi aku tidak pernah tahu apa yang akan kau lakukan berikutnya."

Wooyoung tersenyum kecil, melangkah lebih dekat hingga ia bisa merasakan kehangatan tubuh Jongho di udara dingin sekitar geyser. "Aku mungkin suka mengambil risiko, tapi aku tidak akan pernah mengambil risiko kehilanganmu, Jongho."

Jongho terdiam, menatap Wooyoung yang kini lebih serius daripada biasanya. "Kau benar-benar tahu cara membuat aku diam, ya?"

"Itu salah satu bakatku." Wooyoung terkikik, sebelum menarik tangan Jongho dan mengarahkannya ke arah yang lebih aman, jauh dari tepi geyser.

Mereka berjalan perlahan, tangan Wooyoung masih menggenggam tangan Jongho. Di balik letupan air panas yang terus menghiasi latar belakang mereka, ada kehangatan yang lebih besar, lebih nyata, dan lebih abadi di antara dua hati yang berbeda tapi saling melengkapi.

"Hei, Jongho," kata Wooyoung tiba-tiba.

"Hmm?"

"Aku rasa kita perlu kembali ke sini lagi minggu depan. Aku ingin mencoba berdiri lebih dekat ke geyser."

Jongho memutar bola matanya, meskipun sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman kecil. "Kalau kau membuat aku mati muda, aku akan menghantuimu."

"Kau tidak akan mati muda," balas Wooyoung ringan. "Kau terlalu keras kepala untuk itu."

AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang