“Kalau suara kamu kayak gitu terus, jangan harap minggu depan bisa ikut nyanyi di paduan suara.”
San memutar bola matanya, lengan panjang kaosnya yang kedodoran menyentuh lantai kayu gereja kecil di ujung gang. Sepatu Converse tua di kakinya membuat bunyi saat ia menggeliat, bersandar pada bangku baris paling belakang. Wooyoung menatapnya dari podium, tangan memegang lembaran partitur seperti senjata.“Wooyoung,” gumam San, suaranya penuh kepura-puraan sedih, “Apa kamu tahu, suara serak ini adalah tanda dedikasi. Aku menyanyi terlalu keras karena aku mencintai musik Tuhan. Itu saja.”
Wooyoung tidak terpengaruh. “Kamu mencintai kopi dan rokok, itu sebabnya suaramu serak. Bukan karena Tuhan.”
San terkekeh, suara tawanya pecah di ruang kosong gereja. Ia tahu benar Wooyoung serius soal paduan suara. Serius soal gereja. Serius soal hampir segala hal, kecuali San sendiri. Itu alasan mereka tidak pernah benar-benar cocok, tapi juga alasan mereka tidak pernah benar-benar terpisah.
“Kalau aku berhenti, kamu akan kehilangan tenor terbaikmu,” ujar San akhirnya, mencoba memancing senyum dari lelaki yang berdiri di depannya.
“Tolong jangan melebih-lebihkan. Tenor terbaikku adalah Gabriel. Kamu itu cadangan darurat.”
San tersenyum kecil, tapi senyum itu berakhir menjadi batuk keras. Tangannya meraba-raba botol air mineral di sampingnya. Wooyoung berjalan mendekat dengan langkah tegas. Ia berhenti di depan San, menyodorkan sesuatu dari kantong celananya. Permen jahe.
“Ini. Dan jangan lupa, Minggu nanti ada misa pukul tujuh pagi. Jangan terlambat lagi.”
“Siap, Tuan Katolik Taat,” jawab San, menyeringai. Tapi Wooyoung sudah berbalik sebelum ia sempat melihat senyum itu.
---
Kamar kos mereka tidak jauh dari gereja. Tidak besar, tentu saja, tapi cukup untuk menampung segala macam kebiasaan San yang, menurut Wooyoung, tidak jauh dari kategori dosa kecil. Rokok di laci, botol sake yang ia sembunyikan di bawah tumpukan buku filsafat, dan secangkir kopi pahit yang selalu muncul di meja tanpa alasan jelas.
“Kamu tahu nggak,” kata San suatu malam, duduk di lantai dengan kaki terlipat seperti biksu, “Hidup kita ini kayak cerita yang nggak akan masuk akal kalau diceritain ke orang lain.”
Wooyoung, yang sedang menyetrika jubah misa, melirik sekilas. “Oh, ya? Kenapa?”
“Karena aku ini seorang Buddha yang suka nyanyi di gereja, dan kamu seorang Katolik yang entah kenapa masih sabar sama aku. Logika mana yang bisa menjelaskan itu?”
Wooyoung mengangkat bahu. “Mungkin itu maksudnya kasih Tuhan.”
San tertawa pelan. “Kamu serius?”
“Kamu yang mulai ngomongin logika. Aku cuma jawab pakai iman.”
“Jadi, iman itu logika buat kamu?”
“Bukan. Tapi iman itu alasan kenapa aku nggak nendang kamu keluar dari kos ini.”
San memandang Wooyoung lama, senyumnya berubah lebih tenang. “Real hasta la muerte.”
“Berhenti ngomong kayak reggaeton wannabe.”
“Bukan reggaeton. Itu… semboyan. Setia sampai mati, gitu. Kamu nggak merasa itu cocok buat kita?”
Wooyoung mendengus, tapi ada sesuatu di balik suara itu. Sesuatu yang membuat San tahu ia tidak sepenuhnya ditolak.
Hari Minggu tiba, dan seperti biasa, San terlambat. Ia berlari kecil ke gereja dengan rambut setengah basah, kaos putihnya terbungkus jas hitam tua yang dulu diwarisi dari pamannya. Wooyoung berdiri di depan pintu, mengenakan jubah putihnya yang panjang, menunggu dengan tangan terlipat di dada.
“Lima menit lagi misa dimulai,” katanya tanpa basa-basi.
“Kan aku masih sempat.”
“Kadang aku nggak tahu kenapa Pastor masih membiarkan kamu di paduan suara.”
“Karena aku punya karisma,” jawab San, masuk melewati Wooyoung dengan senyum penuh kemenangan.
Wooyoung mengikuti di belakang, menggelengkan kepala. Ia tahu betul karisma San adalah semacam kutukan kecil yang membuat segalanya jadi lebih rumit tapi juga lebih indah.
Di dalam, paduan suara sudah bersiap. Wooyoung naik ke podium, memberi tanda pada organist untuk memulai. San berdiri di baris belakang, mencoba terlihat serius, meskipun ia tahu Wooyoung akan mendapatinya tersenyum kecil saat nyanyian pertama dimulai.
![](https://img.wattpad.com/cover/235087455-288-k922305.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]
Fanficbottom!Wooyoung Buku terjemahan ©2018, -halahala_