Choi San [2]

48 10 0
                                    

Wooyoung menatap San dengan sedikit gugup. Ada sesuatu di mata San malam itu—campuran dari kesungguhan dan ketenangan yang berbeda dari biasanya. Selama ini, San selalu jadi pusat kegaduhan dalam kehidupannya, dengan tawa keras dan energi tak kenal lelah. Tapi sekarang, dalam cahaya lampu kamar yang redup, San tampak seperti orang lain.

“Kenapa menatapku begitu?” Wooyoung bertanya, suaranya nyaris berbisik.

San hanya tersenyum, senyum yang membuat perut Wooyoung terasa seperti diaduk-aduk. Dengan gerakan lembut tapi pasti, San menarik Wooyoung untuk duduk di sisi ranjang, memandangi wajahnya dengan perhatian yang membuat Wooyoung gugup sekaligus tersanjung.

“Kau tahu, Woo,” San mulai bicara, suaranya rendah dan lembut, “aku selalu berpikir kau adalah perubahan terbaik dalam hidupku.”

Wooyoung mendengus, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. “Itu gombalan basi. Aku tidak percaya.”

San tertawa kecil, tapi bukan tawa lepas seperti biasanya. Kali ini, ada nada serius di balik suara itu. “Aku serius. Kau mengubah segalanya. Caraku melihat dunia, caraku memahami diriku sendiri. Kau adalah pusat segalanya.”

Wooyoung membuka mulut untuk membalas, tapi sebelum sempat berkata apa-apa, San perlahan membaringkannya di ranjang. Wooyoung mengangkat alis, mencoba terlihat skeptis meskipun detak jantungnya mulai berdetak terlalu cepat.

“Apa yang kau lakukan?” tanyanya pelan, setengah mencoba bercanda, setengah sungguhan ingin tahu.

San tidak menjawab langsung. Sebaliknya, ia menunduk, bibirnya menyentuh lembut leher Wooyoung, meninggalkan kecupan kecil di kulitnya. Wooyoung terkejut, tubuhnya menegang sejenak, tapi San tidak berhenti. Bibirnya bergerak perlahan, menciptakan jejak-jejak rasa yang membuat Wooyoung sulit bernapas.

“San…” Wooyoung mencoba bicara, tapi suaranya terdengar seperti bisikan yang tak yakin.

“Hm?” San bergumam di dekat kulit leher Wooyoung, suara rendahnya membuat tubuh Wooyoung bergetar.

“Apa kau… mencoba membunuhku dengan rasa malu?”

San tertawa kecil di tengah ciumannya, udara hangatnya menyentuh kulit Wooyoung. “Aku hanya mencoba membuktikan sesuatu.”

“Buktikan apa?”

“Bahwa aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” jawab San, akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatap langsung ke mata Wooyoung. “Kau sudah mengubah segalanya untukku. Jadi, sekarang giliranku untuk menjadi perubahan dalam hidupmu.”

Wooyoung terdiam. Ia mencoba membaca ekspresi San, mencari tanda-tanda bahwa ini hanyalah salah satu candaan khas pria itu. Tapi tidak ada. Yang ada hanyalah kesungguhan yang membuatnya kehilangan kata-kata.

“Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan,” kata Wooyoung akhirnya, suaranya terdengar lebih pelan dari yang ia inginkan. “Tapi aku tidak yakin aku siap untuk… ini.”

San mengangguk pelan, matanya masih menatap Wooyoung dengan lembut. “Aku tidak meminta jawaban sekarang. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku di sini, Woo. Dan aku tidak akan pergi ke mana-mana.”

Untuk pertama kalinya malam itu, Wooyoung merasa dirinya benar-benar kehilangan kendali. Tapi di sisi lain, ia juga merasa aman. Ada sesuatu tentang cara San memperlakukannya malam itu—lembut, penuh perhatian, dan tidak tergesa-gesa—yang membuatnya merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, perubahan ini bukanlah hal yang buruk.

Wooyoung mengulurkan tangan, menyentuh pipi San dengan lembut. “Kau tahu, kau sangat menjengkelkan.”

San tersenyum, lalu mengecup telapak tangan Wooyoung. “Dan kau mencintaiku untuk itu.”

AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang