Wooyoung duduk di sofa ruang tamu sambil membaca surat-surat yang ditulis Jongho. Ia meletakkan military dog tag Jongho di baby bump-nya. Air matanya mengalir setelah ia selesai membaca surat terakhir. Ia menghela napas. Meletakkan surat-suratnya dan mengambil dog tag-nya.
"Aku merindukanmu Jongho," lirihnya sambil memperhatikan benda-benda itu.
Jongho saat ini sedang bertugas di militer. Sangat sulit bagi Wooyoung untuk menerima situasi Jongho yang bertugas di luar negeri karena mereka tidak pernah saling menjauh sebelumnya. Meskipun menulis surat untuk satu sama lain, tetap saja. Rasanya tidak sama dengan ketika ia bangun dan mendapati lengan kuat Jongho memeluknya, mendapati Jongho di sampingnya di tempat tidur mereka. Ia harus bertemu Jongho lagi. Ia ingin menciumnya lagi dan berpelukan dengannya.
Bagian terburuk dari semua ini adalah Wooyoung hamil. Ia mengetahui tentang bayi mereka tepat setelah Jongho pergi. Ia bisa memberitahu Jongho tentang bayi itu melalui surat, tapi Wooyoung ingin melihat wajah Jongho ketika ia mengabarinya.
Mereka memang membicarakan tentang berkeluarga. Keduanya berpikir itu adalah hal yang menyenangkan, jadi ketika Wooyoung mengetahui ia bisa hamil, yang bisa ia bayangkan hanyalah senyuman di wajah Jongho ketika ia memberitahunya.
Tapi dia tidak bisa. Dia tidak akan pernah bisa melihat senyum di wajah Jongho karena Jongho melayani negara mereka. Sekarang, sementara ia bersyukur atas apa yang dilakukan Jongho, ia hanya berharap Jongho bisa pulang padanya dan bayi mereka yang belum lahir.
Sejak Jongho pergi, Wooyoung menjadi jauh dari semua orang. Dari keluarga dan teman-temannya yang terus-menerus berusaha agar dia keluar dari kamar dan rumahnya, tapi dia menolak. Mereka tidak mengerti bagaimana rasanya memiliki cinta dalam hidup mereka sampai sejauh ini, melayani negara dan tidak mengetahui keberadaan anak mereka.
Wooyoung menatap perutnya. Ia tersenyum saat merasakan bayinya bergerak seiring dengan garis kaki mungil yang menekan perutnya.
Sebuah ketukan di pintu membuat Wooyoung menoleh. Ia tidak tahu siapa itu dan siapa yang akan berkunjung saat ini. Mungkin San atau salah satu temannya yang lain lagi. Datang untuk mengeceknya dan mencoba memaksanya meninggalkan rumah. Ia perlahan bangkit dari sofa dan berjalan menuju pintu. Ia meletakkan tangan di punggungnya dan tangan satunya di bawah bump-nya.
Ia membuka pintu. Matanya terbelalak ketika melihat siapa yang berdiri di ambang pintu. "Jongho?"
Jongho mengenakan seragam militernya. Tas yang dibawanya terletak di sampingnya. Ia pulang hari ini tanpa memberitahu Wooyoung. Ia ingin membuat kejutan, dan berhasil. Karena Wooyoung benar-benar terkejut.
"Hai sayang," sapa Jongho dengan senyum.
"Kau pulang? Ini sungguhan? Kau benar-benar di sini, berdiri di depanku?"
"Ya, aku pulang. Dan ya, ini nyata dan aku di sini, di rumah, berdiri di depanmu." Jongho terkekeh.
"Berapa lama?" Tanya Wooyoung, berharap Jongho tidak harus segera kembali bertugas.
"Untuk waktu lama. Jadi, aku bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan lelaki yang kucintai."
"Kau tidak harus segera pergi melayani lagi?"
"Tidak. Aku punya waktu untuk menebus ketidakhadiranku di sisimu." Jongho menunduk. Memperhatikan perut bulat Wooyoung. Wooyoung jadi berbeda. Sekarang dia mengerti. Wooyoung sedang mengandung bayi mereka. Jongho tampak antusias. "Kau hamil, astaga."
Wooyoung mengangguk. Senyuman tersungging di bibirnya. Jongho bereaksi seperti yang diharapkan Wooyoung. "Aku mengetahuinya setelah kau pergi. Aku ingin memberitahumu, tapi sudah terlambat. Aku bisa saja mengabarimu melalui surat-suratku, tapi aku ingin melihat raut wajahmu ketika aku mengatakan padamu secara langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
AZALEA 🌼 bottom!Wooyoung [⏯]
Fanfictionbottom!Wooyoung Buku terjemahan ©2018, -halahala_