BAB 70: NDORO PUTRI MODE POSESIF

10.7K 2.7K 214
                                    

SELAMAT MEMBACA

***
"Duduk di sini ya Ndoro," ucap Sekar menggandeng tangan sang Ndoro mengajaknya duduk di pendopo depan.

Sejak pagi hingga menjelang sore, Ndoro Karso baru keluar melihat sinar matahari. Demamnya sudah sembuh, hanya sisa flunya yang belum sepenuhnya pulih dan badannya yang masih belum segar.

"Horo, Yu jamu kulinane kae kon rene Jo," (Coba, Yu Jamu biasanya itu suruh ke sini Jo) ucap Ndoro Karso pada Tejo. Biasanya jika meriang seperti ini, sang Ndoro akan minum jamu untuk menyegarkan badan.

"Nggih Ndoro, kulo padosane," (Iya Ndoro, saya carikan) jawab Tejo. Rewang setia sang Ndoro itu langsung bergegas untuk mencari penjual jamu langganan Ndoro yang biasa berjualan di sekitar kampung tapi tidak pernah lewat rumah Ndoro kalau tidak dipanggil.

"Ndoro suka jamu ya?" tanya Sekar sambil melihat Tejo yang sudah membawa sepeda motornya keluar dari pelarangan rumah Ndoro Karso.

"Kalau sedang meriang, enaknya minum jamu Nduk," jawab Ndoro Karso lembut.

"Tapi kan sudah minum obat tadi," ucap Sekar lagi.

"Ya tidak papa, kan sudah tadi. Sekarang minum jamu lagi tidak papa."

Sekar hanya mengangguk pelan. Bicara masalah jamu, jujur Sekar tidak terlalu suka dengan minuman tradisional yang katanya kaya akan manfaat itu.

"Ndoro mau buah. Aku ambilkan ya," Sekar menawari Ndoro buah. Dari pada mereka hanya duduk diam, sepertinya sambil makan buah enak juga.

"Boleh," jawab Ndoro Karso lagi.

Mendengar itu, Sekar langsung bergegas ke dapur ingin memotongkan buah untuk Ndoro Karso.   

"Mbok melon ada?" tanya Sekar pada Mbok Sugeng yang sedang mencuci piring.

"Ada Ndoro Putri, mau simbok potongkan?" jawab Mbok Sugeng.

"Mana Mbok. Aku potong sendiri saja," Sekar mencari-cari di mana melon yang katanya ada.

"Di keranjang Ndoro Putri," jawab Mbok Sugeng lagi.

Setelah menemukan melon yang dimaksud, Sekar langsung mengupasnya dan memotong-motong menjadi kecil yang dia letakkan di atas piring.

"Untuk siapa Ndoro Putri?" tanya Mbok Sugeng dengan herannya.

"Ndoro, Mbok," ucap Sekar. Setelahnya, Sekar keluar membawa sepiring melon yang siap untuk dimakan itu.

Sampai di pendopo, Sekar melihat penjual jamu dan Tejo yang sudah datang. Kenapa cepat sekali, di mana Tejo menemukan penjual jamu itu. Sekar memperhatikan perempuan penjual jamu itu dengan teliti. Menaksir kisaran umur dari wanita itu. Tidak muda, tapi juga tidak terlalu tua. Penampilannya biasa saja, menggunakan rok batik selutut dan baju panjang yang lumayan ketat dan menonjolkan beberapa bagian tubuh.  Kesan pertama yang Sekar dapat adalah, dia heran tapi tidak berani berpendapat.

"Ndoro ngersakne jamu nopo?" (Ndoro minta jamu apa) tanya penjual jamu itu dengan nada centilnya.

Bahkan Sekar yang mendengar itu hanya bergidik ngeri. Untung penjual jamu itu tidak lebih cantik dan muda dari dia. Sekar duduk dan meletakkan sepiring melon di atas meja.

"Koyo biasane Jo," (Seperti biasanya Jo) ucap Ndoro Karso bukan pada penjual jamu melainkan  pada Tejo. Tejo yang mendengar itu mengangguk dan mendekat ke arah penjual jamu itu.

"Mas Tejo, jamu nopo niki (apa ini)," tanyanya dengan centil pula pada Tejo.

"Aku engko wae Yu, Ndoro sek wae," (aku nanti saja Yu, Ndoro dulu saja) jawab Tejo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NDORO KARSO (DELETE SEBAGIAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang