alnata 28

729 51 6
                                    

bnyk typo

🌹

****
Pagi itu, Alvaro sudah menerima perintah dari ayahnya untuk menjemput Stefani dan mulai mengajarkannya cara memimpin perusahaan. Tanpa banyak protes, dia pun berangkat ke rumah gadis itu.

Begitu sampai, Stefani sudah menunggunya di ruang makan bersama kedua orang tuanya.
"Sini, Al. Sarapan dulu," ajak Stefani santai.

Alvaro melirik ke arah meja makan sejenak, lalu menolak halus. "Gue udah sarapan sebelum ke sini."

"Oh, ya udah. Tunggu sebentar, gue selesain dulu."

Alvaro hanya mengangguk dan menunggu dengan tenang.
Saat Stefani selesai makan, mereka berpamitan.

"Besok kalau Varo jemput Fani, jangan sarapan dulu ya, biar makan bareng di sini," kata Diana, ibunya Stefani, dengan ramah.

Alvaro hanya tersenyum tipis. "Iya, Tante."

"Ma, Fani berangkat ya."

"Iya, hati-hati kalian. Varo, ajarin Fani pelan-pelan, ya. Dia masih baru."

"Iya, Tante," jawab Alvaro singkat sebelum keduanya masuk ke mobil dan meluncur ke kantor.

“bokap lo yang suruh jemput gue Al?” tanya stefani saat mereka berdua berada di dalam mobil

“hmm, jangan panggil gue Al” ujar alvaro tetap fokus menyetir

Stefani mengernyit heran “nama lo alvaro kan?”

Alvaro mengangguk pelantanpa menoleh “ iya, tapi panggil varo aja” alvaro

“bagusan al si dari pada varo, menurut gue” ucap stefani

Alvaro hanya mendengus, menggelengkan kepalanya “ck”

Sesampainya di kantor, mereka baru saja masuk ke ruangan ketika Brayan muncul dengan ekspresi penasaran.
"Siapa, Var?" tanyanya sambil melirik Stefani.

"Anak temen Papa," jawab Alvaro cuek.
Stefani tersenyum dan

memperkenalkan diri. "Hai, gue Stefani."

Brayan langsung menyeringai. "Eh, hai cantik, Gue Brayan."

Namun, belum sempat dia melanjutkan, Daniel menoyor kepalanya. "Gue laporin ke kiano, tau rasa lu." Lalu dia beralih ke Stefani dengan percaya diri "Gue Daniel. Temennya Alvaro yang paling ganteng dan paling waras."

"idih, sok iye lu," ledek Brayan.
Stefani terkikik melihat tingkah mereka.

"Udah, duduk aja. Gak usah dengarin mereka" ujar Alvaro datar.

Daniel dan Brayan masih berdiri di ambang pintu, terlihat belum puas menggoda.

"Kalian berdua nggak kerja?" tanya Alvaro sambil melipat tangan di dadanya.

"Ya kerja, cuma penasaran aja. Lo bawa cewek ke kantor, kan langka. Jadi kita kepo," kata Brayan santai.

"Sana balik kerja."

"Iye, Baginda," ledek Brayan, lalu sebelum pergi, dia menyempatkan diri menoleh ke Stefani. "Kita cabut dulu ya, cantik."

Stefani hanya membalas dengan senyum kecil.

Saat mereka pergi, Stefani menoleh ke Alvaro. "Temen lo lucu."

Alvaro hanya mengangkat bahu. "Biasa aja."

Dia lalu menyalakan layar proyektor dan mulai menjelaskan dasar-dasar kepemimpinan, strategi bisnis, serta bagaimana mengambil keputusan dalam perusahaan. Stefani sebenarnya sudah memahami konsep dasarnya, tetapi dengan penjelasan Alvaro, semuanya terasa lebih jelas dan nyata baginya.

AlnataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang