alnata 30

591 48 9
                                    

bnyk typo

🌹

****

Karena pusing memikirkan semua yang terjadi hari ini alvaro memutuskan mengajak nata pergi memancing, tempat yang dulu pernah dia bawa nata kesana, tempat yang dulu sering dia kunjungi tapi sekarang sudah jarang bahkan tidak pernah lagi.

Selesai mengirim chatnya ke nata, alvaro meraih kunci moblinya. Mereka berdua bertemu di sana karena nata bilang alvaro tidak usah menjemputnya.

Nata duduk di samping Alvaro, menatap hamparan air tenang di depannya sebelum menoleh ke pria di sampingnya

"Udah lama nunggu?" tanya nata.

Alvaro menggeleng pelan. "Nggak, aku juga baru sampai." Ia kemudian mengulurkan joran pancing yang sudah ia siapkan. "Coba mancing juga, siapa tahu dapat ikan. Lumayan, bisa kita bawa pulang buat makan malam."

Nata tertawa kecil, menerima joran itu dengan ekspresi tak yakin. "udah siapin semuanya, ya? Waktu itu kita ke sini cuma ada satu joran. Oh iya, kalau aku dapat ikan nanti, ajarin aku cara nariknya, biar aku bisa sendiri lain kali."

"iyaa" jawab Alvaro tersenyum.

Mereka pun duduk dalam diam, menikmati hembusan angin yang membawa aroma segar dari air danau. Namun, sesekali, Nata melirik Alvaro yang tampak. berbeda Seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

"Al, ada yang mau kamu ceritain?" tanya Nata akhirnya. "Aku siap dengar, tapi kalau kamu belum mau cerita juga nggak apa-apa."

Alvaro terdiam sejenak, pandangannya tetap terarah pada permukaan air yang beriak pelan. Lalu, dengan suara yang sedikit berat, ia berkata, "Papa tetap maksa aku pergi ke Inggris. Aku udah bilang nggak mau, tapi dia nggak peduli."

Nata menghela napas pelan, tangannya terangkat mengusap kepala Alvaro dengan lembut. "Kamu pergi aja, ya? Aku bukannya setuju sama papa kamu, tapi mungkin ini yang terbaik buat kamu."

Alvaro menoleh cepat, menatap Nata dengan mata yang dipenuhi kecemasan. "Terus kita gimana? Aku takut, Nat. Aku takut LDR. Kamu cantik, baik, ramah ke semua orang… aku takut ada yang ngambil kamu dari aku." Suaranya melemah, kepalanya menunduk.

Nata terkekeh pelan, mengulurkan tangan untuk mencubit pipi Alvaro dengan gemas. "Kamu percaya sama aku, kan? Mau selama apa pun kamu di sana, aku bakal nunggu kamu, Al. Justru yang harus ditakutin itu kamu. Di sana pergaulannya bebas, banyak perempuan cantik dan pintar. Bisa aja kamu yang cepat berpaling."

Alvaro menggeleng tegas. "Buat dapetin kamu aja susah, aku nggak sebodoh itu buat nyia-nyiain perjuangan sendiri."

Nata tersenyum kecil, lalu mengusap pipi alvaro pelan. "Cup-cup, bayi gede aku."

Alvaro hanya bisa mendesah pelan, mencoba meredam kekhawatirannya.

"Kita saling percaya aja, ya?" lanjut Nata. "Oh iya, kapan berangkatnya?" tanyanya, berharap Alvaro masih punya waktu beberapa bulan sebelum benar-benar pergi.

Alvaro terdiam sejenak sebelum menjawab, "Papa kasih aku dan Stefani waktu cuma seminggu."

"Hah? Secepat itu?" Mata Nata membulat kaget. "Emang udah selesai semua urusannya?"

"Mungkin," jawab Alvaro pendek.
Sejak tadi, Nata berusaha tetap tersenyum, tapi kali ini wajahnya berubah murung. "Cepet banget, Al…" ucapnya lirih. "Nanti jangan lupa kabarin aku terus, ya? Kalau lagi sibuk, minimal kasih tahu aja, kayak ‘Nata, maaf aku lagi sibuk, nanti kalau udah senggang aku kabari lagi.’ Gitu, biar aku nggak khawatir. Minimal sehari kita chat lima menit aja juga nggak apa-apa."

AlnataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang