Chapter 15

1.7K 92 0
                                    

HAI!

Sebelumnya saya minta maaf sangat-sangat karena sudah lama tidak post. Bener-bener sibuk sama kuliahan dan sedikit curhat aja, SUDAH SEMESTER TERAKHIR LOH AHAHAHAHA doakan skripsiku lancar ya kawan-kawan!

Sebagai permintaan sorry-nya, saya janji akan upload yang lumayan banyak deh yaaaaa. Omg, bener-bener sorry udah lama gak upload :( semoga masih banyak yang membaca dan menunggu. Oke, kalau ada kritik dan saran, silahkan- boleh juga follow twitternya di @gabydeborah HAHAHA oke, selamat membaca ya! ;)

==================================================================================

[ Liam and Erica's Part]

"Erica-" Liam menghentikan langkah Erica saat mereka berdua ingin bertemu dengan sang Raja, memberitahukan tentang hubungan mereka. Erica menoleh dan mereka menepi untuk berbicara. "Kau yakin kita harus katakan sekarang?" tanyanya. Erica menghela nafas.

"Kita sudah menunggu terlalu lama, ayolah—" Erica menarik lengan Liam. Liam yang kaku terpaksa mengikuti kekasihnya. Begitu sampai didepan ruangan ayahnya mereka berdua menarik napas lalu mengetuk pintunya. Belum sampai ketukan berikutnya, pintu sudah dibuka oleh dua pengawal kerajaan yang tersenyum saat melihat Erica. Ayahnya sedang duduk dimeja, begitu sibuk mengamati kertas-kertas yang berantakan.

"Oh, putriku—ayo kemari-" katanya menoleh dari tumpukan kertas-kertas, matanya sedikit memicing ketika melihat Liam juga datang bersamanya. Erica menunduk sedikit untuk memberi hormat, begitu juga dengan Liam.

"Well, Liam- ada apa kau kemari juga?"

"Ayah, Liam bersamaku—" kata Erica. Liam hanya tersenyum datar. Sang Raja memandang mereka berdua lalu mengangguk.

"Katakan ada apa, Erica? Sampai-sampai Liam juga bersamamu kemari. Kau mau pergi?"

"Bukan—" Erica berdiri disebelah ayahnya. Liam juga ikutan. Erica terlihat ragu-ragu ketika berbicara. Liam hanya menggeleng pelan setiap kali Erica menoleh kearahnya. Sang Raja terlihat bingung. "Begini, Ayah—kau tahu, aku sudah besar sekarang—dan saat usia seorang wanita menginjak dewasa, dan bertemu dengan seorang lelaki—" Erica tidak melanjutkan bicaranya yang mulai mengacau. Liam menyuruhnya berhenti, dan dia maju selangkah untuk berbicara.

"Tuan, yang ingin disampaikan oleh Putri Erica adalah—kalau, aku dan dirinya—" Liam tidak melanjutkan, dia diam untuk mencari kata-kata yang aman. Sang Raja sebenarnya sudah agak mengerti, tapi dia menahan diri untuk berbicara dan membiarkan mereka berbicara dengan jelas. Dia tidak mengatakan apa-apa.

"Aku tahu—" potong Sang Raja tersenyum saat Liam masih berusaha mencari kata-kata yang tepat. Erica dan Liam menahan nafas, seketika jantung mereka berhenti berdetak. Sang Raja bangun dari duduknya, membuat keduanya mundur beberapa langkah.

"Kau tahu?" tanya Erica pelan. Sang raja tertawa renyah. Dia tidak marah. Dia tidak marah.

"Tentu saja. Awalnya aku tidak tahu pasti- aku hanya curiga- kau suka keluar malam-malam kekandang kuda—dan kau selalu pergi kekota bersama dengan Liam- hanya dirinya—" wajah Erica memerah, dia menunduk. Sang raja mengangkat dagu putrinya dan tersenyum. "Aku pernah muda, Erica—kau tidak bisa menipuku—" ujarnya, Erica tersenyum. Sang raja lalu menoleh kearah Liam, dia berjalan mendekati Liam yang kelihatan masih takut. Raja menyentuh kedua bahunya dengan mantap.

"Sir—"

"Aku tidak bisa melarang dengan siapa anakku jatuh cinta- bertahun tahun kami mencarikan pangeran untuknya, namun dia jatuh hati padamu—walaupun kau ksatria baru disini, Liam—kita tidak pernah tahu—" kata sang Raja. Liam mengangguk pelan.

Happily (N)ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang