Chapter 21

1.3K 74 1
                                    

[ Erica & Liam's Part ]

Berbulan-bulan berlalu semenjak Liam resmi menjadi suami dari Erica. Liam suka menghabiskan waktunya bersama dengan ayah Erica, ayah Erica perlahan mengajari Liam bagaimana seluk beluk istana dan pemerintahannya disini. Kelak, Liam yang akan menggantikan dirinya, sang raja tahu itu. Liam teringat akan janjinya pada Erica tentang kebijakan pajak untuk rakyat. Dia terkadang menyinggungnya bersama ketika sedang bincang-bincang malam dengan sang raja. Sang Raja masih merasa pajak yang dikenakannya sekarang masih cukup adil. Dan lagi, para rakyat terlihat lebih baik saat ini, menurutnya. Liam berjalan kesekitar kerajaannya, meneliti dan memantau sekitar saat Brad tiba-tiba datang.

"Hoi-" ujar Liam saat Brad merangkul bahunya

"Ha, bagaimana rasanya menjadi pangeran, hmm?"

"Tidak berbeda seperti biasa. Hanya saja aku mengenakan pakaian bagus sekarang—"

"Kau juga berkuasa—oh ya, ayahku menitipkan ini untukmu—" Brad mengeluarkan amplop kertas putih dan menyerahkannya kepada Liam.

"Untukku?" dia membuka surat tersebut dan berhenti untuk membacanya. Brad ikutan membaca tulisan ayahnya. Ucapan selamat. Lagi. Sudah berkali-kali ayah Brad mengirim ucapan seperti ini. Liam merasa ada yang salah dengan ini. Disetiap akhir surat selalu diakhiri dengan kata 'nikmatilah apa yang kau punya selagi ada, karena kau berhak mendapatkannya'

Kata-kata terakhir seperti dipaksakan, dan tidak diucapkan dengan sungguh-sungguh. Liam kembali melipat surat tersebut lalu memasukannya kesaku-nya. "Ini sudah kesekian kali ayahmu mengirim surat seperti ini kepadaku- dan isinya sama.."

"Yeah- aku tahu. Aku juga tidak mengerti—" kata Brad. Mereka melanjutkan keliling-keliling mereka. "Mana Erica?" tanya Brad.

"Dia sedang tidak enak badan- ada dikamarnya istirahat—" kata Liam. Sudah dua hari belakangan ini istrinya tidak enak badan dan terkadang ketika malam dia mendengar istrinya muntah dikamar mandi sehingga dia harus menenangkan Erica dan membuatkan dia teh hangat. "Kau sendiri- apa yang kau lakukan disini, selain mengirim surat ini—" tanya Liam. Brad lalu menahan lengan Liam dan menyeretnya ketempat yang lebih sepi. Ketika sampai dipojokan, Brad melihat kesekitar dan dia menatap Liam dengan serius.

"Ada yang ingin kubicarakan sebenarnya—" katanya pelan. Liam mengerutkan dahinya.

"Kau membuatku gusar—" ujar Liam melihat ekspresi Brad yang kelihatan cemas.

"Ini masalah kerajaan- aku mendengar ayahku berbicara dengan salah satu panglimanya kemarin untuk mengambil alih kerajaanmu—"

"Apa? Kenapa? Ini kerajaan temannya sendiri—"

"Kau ingat saat aku dan Erica dijodohkan?" Liam mengangguk. "Yeah, aku rasa sebenarnya dia mau mengambil alih kerajaan Erica kali itu- dengan menggunakan aku sebagai umpan.. tapi ternyata aku tidak mau, Erica tidak mau—" katanya.

"Kau anaknya. Dan kau membocorkan rahasia ayahmu sendiri.."

"Tapi kau temanku. Dan Erica temanku. Kerajaan ini temanku. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi—"

"Ayahmu akan membunuhmu—"

"Dia tidak pernah peduli denganku, Liam. Sedari dulu dia tidak perduli dengan kehadiranku. Dia hanya peduli dengan kekuasaan dan jabatan—" Brad berhenti saat beberapa panglima melewati mereka sambil tertawa-tawa, sedang berbincang. "Kau dan Erica harus kabur dari kerajaan ini secepatnya—" kata Brad.

"Kabur? Kemana? Brad, aku ini calon Raja- aku akan menghadapi apapun. Sebaiknya aku bilang kepada Raja soal ini—"

"Jangan." Potong Brad cepat. "Dia tidak akan percaya— ayahku adalah sahabatnya, dia tidak akan percaya kalau sahabatnya akan mengkhianatinya.." ujarnya.

Happily (N)ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang