Keesokan harinya aku dan Austin bersama masuk ruangan ayahnya, David- nama ayah dari Austin. Aku mengetuk pintunya lalu membiarkan Austin yang membukanya. Kami berdiri diambang pintu, melihat David yang sedang duduk- memeriksa berkas-berkas. Dia menoleh sedikit kearah kami lalu menutup berkas yang sedang dia baca.
"Boleh aku masuk?" tanya Austin. David mengisyaratkan dengan tangannya untuk masuk. Aku dan Austin masuk kedalam. David bangun dari duduknya dan dengan tersenyum melihat kearahku. Senyumannya, sama seperti Austin. Begitu tenang, membentuk sudut bibir yang aneh. "Ayah, ini Haley- dia kekasihku.." wajahku memerah saat David mengangkat alisnya dan menjulurkan tangannya, aku meraih tangannya dan tersenyum.
"Well- ada masalah apa kalian kemari? Kalian tidak berbuat macam-macam, kan?" katanya sambil tertawa. Aku hanya tersenyum canggung. Austin melirikku, aku mengisyaratkan dia untuk tidak membuang waktu.
"Ayah- ada yang harus kubicarakan, ini mengenai pertandingan final nanti- pertandinganku.." katanya. Seketika suasana menjadi hening. David menatap Austin sambil memasukan kedua tangannya kedalam saku. "Kami tahu kebijakanmu mengenai jika ada yang gagal lagi tahun ini, maka prom tidak diadakan. Hanya tinggal klub football saja harapan senior satu-satunya tahun ini.." David membuang muka, tidak melihat kearah Austin. Aku melirik kearah Austin yang terdengar hati-hati berbicara. Dia diam saat dia lihat ayahnya tidak bereaksi. Dia tahu ayahnya tidak peduli.
"Prom ini sangat penting bagi anak senior, yah. Begitu juga pertandingan ini.." ujarnya. Ayahnya kembali bersandar dimeja kerjanya. "Untuk sekali, aku ingin kau melihat aku bermain- kau tahu, melihat bagaimana aku dilapangan. Mungkin dengan melihatku-" Ayahnya memandang Austin. Austin menelan ludahnya sebelum dia mengatakan kalimat selanjutnya. "Mungkin dengan melihat aku dan teamku bermain, kau bisa memikirkan tentang perkataanku soal aku masuk kesekolah atlit-" ujarnya. Ayahnya memandangnya sinis sekarang. Raut wajahnya terangkat angkuh, aku tidak suka melihatnya. Austin menunduk.
"Kau tidak akan masuk sekolah atlit-" katanya tegas. Aku menghela nafas. "Austin, kau pintar. Kau bisa menjadi seseorang yang luar biasa. Aku melihat hasil ujianmu setiap semester- otak sepertimu sungguh disayangkan jika kau hanya ingin bermain, berlarian mengejar bola seperti itu-"
"Namanya football, dad. Dan itu bukanlah sekedar permainan-" potong Austin. Suaranya agak bergetar saat dia bicara. Aku diam menunggu reaksi David. "Ayah, aku suka bermain football. Aku ingin menjadi atlit terkenal-"
"Lalu setelah kau tua kau akan menjadi apa? Seperti atlit-atlit kebanyakan yang dilupakan? Hidup sendirian, tidak ada yang mengetahui dirimu lagi?" ayahnya sedikit membentak. Aku menahan nafasku. "Nak- kau punya potensi diatas sebagai atlit, dan kau harus memanfaatkannya-" kata David. Austin berkacak pinggang dan maju beberapa langkah mendekati ayahnya.
"Aku tidak mau menjadi yang lain. Bermain dilapangan adalah passion-ku.. bagaimana kau melarangku? Kau orangtuaku, kau seharusnya mendukung apapun yang kulakukan-"
"Aku orangtuamu! Aku tahu yang terbaik untuk dirimu!"
"Tapi aku lebih tahu apa yang lebih baik untuk diriku!" Austin balas membentak. Dia mengatur nafas, aku belum pernah mendengar nada suaranya tinggi seperti itu. "Aku tahu aku bagus bermain dilapangan, aku dapat beasiswa- dan aku sudah mendaftarnya-hasilnya akan diumumkan nanti sesudah kelulusan.." nada suaranya menjadi lebih tenang sekarang. Ayahnya menatap Austin dengan sengit. Mulutnya terkatup rapat.
"Beasiswa?"
"Ya- untuk apa yang kau sebut 'hanya bermain' itu-aku mendapatkan beasiswa penuh karena aku berlari-lari dilapangan.." ucapnya. David membuang muka menatap sekeliling. Dia baru tahu anaknya mendapat beasiswa penuh- dia terkejut. "Aku tidak mendaftar ke universitas yang kau rekomendasikan-" ujarnya lagi. "Kubuang formulirnya-" David kali ini menatap Austin, raut wajahnya tidak bisa ditebak.
![](https://img.wattpad.com/cover/11826067-288-k353035.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Happily (N)ever After
RomantizmCinta sejati itu selalu lahir baru disetiap zaman, begitulah kata orang-orang.