Chapter 16

1.5K 87 0
                                    


[ Haley & Austin's Part]

"Maaf, aku terlambat!" aku memasuki deretan rak buku terakhir dengan terengah-engah. Aku berlari dari kelasku, yang mengeluarkanku secara terlambat karena aku belum selesai mengerjakan tugas. Austin sudah duduk disana sambil memainkan ponselnya, terlihat sangat kalem saat menatapku.

"Aku tadi belum selesai mengerjakan tugas, aku tidak boleh keluar—" dia bangun berdiri menyambutku. Dia begitu tinggi, dan rapih hari ini. Aku tidak bisa bernafas. "Ngomong-ngomong, hai- sudah lama menunggu?" tanyaku. Dia menarik pinggangku mendekat kepadanya. Tubuhnya bersandar dirak buku, aku menempel ketubuhnya.

"Tidak begitu—" jawabnya. Aku menyelipkan beberapa helai rambut kebelakang telingaku. Tangannya masih melingkar dipinggangku. "Bagaimana harimu?" tanyanya. Dia memajukan wajahnya, menyentuh hidungku. Aku tersenyum saat hidung kami bersentuhan. Kulingkarkan tanganku dipinggangnya juga.

"Good—" ujarku. Mataku menatap matanya, lalu kuputuskan untuk menunduk, tapi Austin juga ikutan menunduk. Dia tertawa.

"Kau tidak bisa menghindariku, Hale—" katanya pelan

"Aku benci padamu—" ujarku sambil tertawa. Tangannya meraih wajahku, menegakkan wajahku agar bisa menatap wajahnya.

"Benarkah? Kau benci padaku?" tanyanya. Aku mengangkat bahu. Dia mengulum bibirnya. "Aku mencintaimu, Hale—" ujarnya pelan. Aku diam tidak membalas. "Terlalu cepat untuk berkata demikian?" tanyanya setelah aku tidak merespon.

"Mungkin—" kataku tersenyum. Dia memainkan rambutku, memelintirnya lalu mengelusnya. Tubuhnya masih bersandar dirak buku. Aku takut kalau aku mendekatkan tubuhku, rak tersebut akan goyah. Aku mendongak keatas melihat ketinggian rak tersebut. Austin ikutan melihat keatas.

"Apa yang sebenarnya kau lihat? Lebih menarik langit-langit daripada mataku?" ujarnya. Aku tersenyum.

"Bukan, aku takut kalau kau bersandar, raknya rubuh—" kataku. "Bukannya kau gemuk—" aku buru-buru meralat. Dia tertawa. Dia tak lagi bersandar. Tubuhnya tegak, tangannya menggenggam tanganku.

"Aku harus latihan lagi-" ujarnya sambil melirik arlojinya.

"Oh, oke—" jawabku pelan. Aku diam-diam tidak suka dengan waktu kami bertemu yang sangat singkat seperti ini. Austin melihatku sambil mengenakan tasnya.

"Oh ya, Hale- Jumat ini aku tidak bisa menemuimu- aku terlanjur janji dengan Lucy- ada pesta dirumahnya, bersama yang lain juga kok—" katanya. Aku mengangguk. Begitu nama Lucy disebut aku mendadak cemburu, tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Austin menatapku, sepertinya dia tahu ada yang tidak beres denganku.

"Aku janji, minggu depan- kita pergi berdua, oke?" tanyanya. Aku mengangguk lagi, tidak banyak bicara.

"Hati-hati, latihanlah yang giat—" kataku pelan. Austin mencium pucuk kepalaku lalu mengelus pipiku.

"Begitu aku sampai dirumah, aku akan mengabarimu- jangan tertidur seperti kemarin." Katanya tertawa. Aku ikut tertawa dan mengangguk. Austin menatapku lagi sebelum akhirnya dia mencium pipiku dan keluar dari perpustakaan. Aku menyaksikan dia pergi dan menghela nafas. Kubetulkan letak tas-ku lalu aku ikutan keluar dari perpustakaan. Aku menyusuri Lobby yang sepi, hanya beberapa orang masih ada disana berlalu lalang, dan para guru yang sudah siap-siap meninggalkan sekolah. Aku melirik ponselku, ada pesan dari Jake. Mereka sudah menungguku diparkiran rupanya. Aku buru-buru berlari kearah parkiran, ketika kucek mereka sudah mengirimnya setengah jam lagi. Semoga saja belum ditinggal.

*

[Austin's Part]

Aku datang agak terlambat hari Jumat kerumah Lucy. Saat pintu terbuka, suasananya sudah ramai, Lucy menyambutku tersenyum.

Happily (N)ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang