Putri Erica dengan menggunakan jubah berkerudung hitamnya berlari menembus gelap dan lebatnya hutan. Hujan mulai rintik-rintik membasahi jubahnya. Dia berusaha mengatur nafas, sambil berjalan cepat. Dengan lentera ditangannya, dia berusaha menemukan sebuah rumah sang penyihir, yang sudah terkenal didaerahnya. Akhirnya setelah sampai dipertengahan hutan, ia berhenti- dan memandang sebuah gubuk tua yang remang-remang hanya diterangi oleh lentera kecil diatas jendelanya. Erica menaiki tangga lalu membuka kerudungnya, dan menyurutkan api yang ada dilenteranya. Diletakannya lentera itu dilantai, lalu dia mengetuk pintu gubuk tersebut.
Sekali, dua kali- tidak ada yang membuka. Begitu yang ketiga, pintu dibukakan. Seorang nenek tua dengan pakaian gelapnya memandang datar wajah Erica yang terkejut.
“ Selamat malam, Putri Erica—“ sapa penyihir itu sambil tersenyum sinis kearah Erica yang nampak ketakutan. Erica tidak menyahut apa-apa, dia mempersilahkan Erica masuk, lalu menutup pintu. Erica memandang sekeliling ruangan gelap tersebut. Penuh pernak-pernik jaman dahulu dan banyak sekali buku-buku. Penyihir itu duduk disofa besarnya sambil melipat tangan, seakan tahu Erica ingin bercerita apa dan apa yang dia lakukan disini.
“ Well, kau tahu aku mau apa kesini..” kata Erica berdiri didepannya, tidak duduk dan tidak bergerak
“ Yep- bahkan aku sudah mempersiapkan apa yang kau butuhkan..” penyihir itu bangkit berdiri lalu berjalan dengan cepat kedalam, lalu keluar lagi sambil membawa sebotol kecil cairan hijau ditangannya. Erica melihat botol yang disodorkan itu kepadanya,
“ Kau mau aku minum itu?” tanya Erica dengan mimik jijik sambil menunjuk botol yang penyihir itu sodorkan kearahnya.
“ Hanya ini caranya, sweetie—kau mau hidup bahagia dengan kekasihmu, bukan?” tanyanya. Erica menghela nafas. Ia berusaha menahan air mata mengingat kekasihnya yang sudah tewas itu. Cinta sejatinya. Erica mengepalkan kedua tangannya dengan sepenuh tenaga lalu mengambil botol kecil itu dari tangan si penyihir. Penyihir itu tampak puas sang putri percaya padanya.
“ Minumlah, Erica—“ ujarnya melewati Erica yang masih ragu mencium-cium aroma dari cairan tersebut dan seperti ingin muntah, dia buru-buru menutup mulutnya. Penyihir itu duduk kembali di sofa-nya.
“ Kau berjanji, aku dan dirinya akan bahagia selamanya? Dia akan hidup lagi?” tanya Erica
“ Percayalah, Erica…” katanya berusaha meyakinkan sang putri. Erica akhirnya menutup mata dan hidungnya, lalu menenggak habis botol tersebut lalu dia batuk-batuk dan menutup mulutnya, menahan supaya tidak muntah. “ Bagus-“ ujar sang penyihir. Erica berusaha mengatur nafasnya lalu memandang sang penyihir tersebut.
“ Duduklah, Erica- kau mau aku buatkan makanan?” Erica menghela nafas dan dia duduk disebelah sang penyihir. Erica menggeleng.
“ Kau benar-benar yakin- aku bersumpah, jika ramuanmu ini tidak bisa membangkitkan Liam—“
“ Tenang saja, aku sudah berkali-kali membangkitkan orang mati—dan aku yakin, kekasihmu pasti akan kembali, dan kalian akan hidup bahagia, selamanya…” ujar sang penyihir, Erica mengangguk-angguk. “ Kue? Atau teh, Putri Erica?” tanya sang penyihir. Erica menghela nafas.
“ Teh- aku merasa mual..” jawabnya sambil memegang tenggorokannya yang terasa gatal.
“ Aku akan segera kembali—“ sang penyihir itu meninggalkan Erica sendirian diruangtamunya. Sang penyihir itu membuatkan teh dengan sedikit gula, begitu dia sampai diruang tamunya lagi, dia menemukan Erica sudah tertidur, dan penyihir itu tersenyum- tapi tidak sepenuhnya. Dia menaruh teh itu diatas mejanya lalu menyingkap rambut Erica, dia sudah tidak bernyawa. Penyihir itu menghela nafas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happily (N)ever After
RomanceCinta sejati itu selalu lahir baru disetiap zaman, begitulah kata orang-orang.