Chapter 23

1.1K 67 2
                                    


Erica, Ashley dan kedua orangtuanya berhasil lolos keluar dari pintu belakang dibantu dengan beberapa pengawal. Mereka berlari kearah hutan, untuk menemui seorang nenek tua yang juga sebagai penyihir untuk membantu mereka. Erica menoleh dari kejauhan dan melihat menara kerajaan mereka yang paling tinggi, dia berhenti sebentar, pikirannya teringat kepada Liam. Liam masih berada didalam istana itu, entah bagaimana nasibnya.

"Erica-" Ashley menarik Erica untuk terus berlari, dan Erica akhirnya dengan enggan ikut berlari dengan yang lainnya. Salah satu penjaga yang mengawal mereka berempat sudah jalan duluan. Mereka mulai memasuki kawasan hutan, suasananya sangat sepi, berbeda dengan apa yang terjadi diluar sana. Ashley menggenggam tangan Erica erat-erat, Erica membalasnya. Mereka berdua takut, karena hutan ini sungguh gelap dengan penerangan yang minim.

Tak berapa lama mereka akhirnya sampai ketempat gubuk tua itu berada. Sang penjaga mengetuk pintunya dengan perlahan. Erica menahan nafas saat pintu itu terbuka. Nenek itu, dengan mata lelah tersenyum kepada mereka semuanya.

"Wah, keluarga kerajaan-"

"Tolong kami-Louis dan pasukannya menyerang kerajaanku, aku tidak tahu harus bagaimana lagi, kami kalah jumlah.." John tanpa basa-basi langsung mengumbar semuanya. Nenek itu menatap kami semua datar. "Tolong kami- suami anakku ada disana-"

"Liam?" Erica terhentak ketika dia menyebutkan namanya. John mengangguk. "Sudah kuduga, dia akan menjadi anak besar nantinya-" matanya lalu terarah kepada Erica yang menelan ludah, merasa takut. "Kau mau aku berbuat apa?" tanyanya. Dan pada saat itu ledakan terdengar lagi dan tanah kembali bergetar. Ashley memekik memeluk Erica dan John memeluk istrinya, si penyihir tetap tidak goyah.

"Aku tidak tahu- tolong bantu kami, lakukan apa saja-" kata John. Penyihir itu memandang kami semua satu persatu. Dia kembali memandang Erica, Erica terpaksa membuang muka kearah lain.

"Putri pertamamu, Haley- dia harus kembali keistana, tanpanya Liam tidak akan kuat sendirian-"

"Dia bersama dengan Brad-" ujar Erica. Penyihir itu menaikkan alisnya.

"Anak dari Louis? Dia membantu kalian?" tanyanya tidak percaya. Erica mengangguk. "Kau harus kembali, Erica-" dia maju mendekati Erica dan tatapan matanya tertuju pada bandul yang Erica kenakan, pemberian Liam dulu. Penyihir itu menyentuh bandul itu tapi Erica menepis tangannya.

"Jangan sentuh!" ujarnya kasar dan mundur selangkah. Nenek itu hanya tersenyum menampakkan gigi-giginya yang ompong dan menghela nafas.

"Hanya ada satu cara untuk membantu kalian-" katanya lalu menyandarkan tubuhnya dipintu, sang penjaga mundur sedikit, agak takut saat penyihir itu dekat dengannya. "Kau mengizinkan aku menggunakan sihir?" mereka semua memandang John, begitu juga dengan sang penjaga. John terkenal dengan ketidakpercayaannya kepada sihir, dia percaya hal-hal aneh yang terjadi itu adalah kehendak yang diatas, bukan karena sihir dan sebagainya. Tapi dia benar-benar putus asa, dia melihat kedua putrinya yang masih saling memeluk dan juga istrinya yang kelihatan lelah. John beradu mata dengan sang penjaga yang seperti mengatakan 'terserah anda, sir!'

"Sekali- sekali ini, aku lakukan untuk kerajaanku dan rakyatku. Louis adalah orang jahat-aku tidak akan membiarkan pemerintahanku digulingkan olehnya, oleh temanku sendiri-" sang penyihir tersenyum.

"Baiklah kalau begitu- ikut aku kedalam-" katanya dan mereka semua dengan enggan masuk mengikuti si penyihir itu kedalam rumah. Didalam begitu lembab, dan dingin dan gelap. Erica menelan ludahnya saat dia melihat sekeliling. Sang penyihir itu membawa mereka keruangan kecil yang banyak lilinnya. Mereka disuruh berdiri ditengah-tengah. Dan si penyihir itu memulai mengucapkan mantra-nya. John memeluk kedua anaknya dan istrinya, sang penjaga memandang sekeliling tidak tahu harus berbuat apa, dia juga takut. Saat si penyihir itu meneriakkan mantra-nya yang terakhir terdengar bunyi ledakan-ledakan hebat, membuat seisi rumah bergetar. Mereka berlima terjatuh ditanah, saling memeluk dan si penjaga itu ikutan memeluk mereka semuanya. Ledakan tidak berhenti-berhenti terjadi, disertai dengan bunyi angin ribut dan cahaya terang benderang disetiap ledakan terjadi. Ashley sudah menangis dikumpulan dan Erica berusaha untuk tidak ikutan menangis. Dia menegakan kepalanya sedikit, melihat si nenek tersebut dengan tenang memejamkan matanya, mulutnya bergumam, dia bahkan tidak goyah sedikitpun. Dan saat ledakan paling dashyat terjadi, seketika semuanya gelap.

Happily (N)ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang