Chapter Eight

2.7K 177 7
                                    

===== Austn's Pov =====

Aku berjalan sendiri kearah perpustakaan, untuk mengembalikan buku yang kutemukan tadi pagi. Aku menemukan buku ini didepan loker Haley, aku yakin itu miliknya, tapi ternyata bukan. Begitu aku masuk, ruangan begitu sepi, dan ini pertama kalinya mungkin aku masuk keperpustakaan, dan aku cukup kagum- ruangannya besar, rapih, tenang, terang, namun juga gelap disudut-sudut sisi. Rak rak buku besar tersusun tinggi dan dibagi menjadi beberapa bagian, dimana disetiap sudut ditempati oleh orang-orang yang seakan tidak terusik oleh kedatangannya. Mereka begitu tenang, dan terlihat hanyut dalam setiap lembar buku yang mereka baca. Aku merasa dadaku hangat melihat kenyamanan seperti ini. Aneh, ini pertama kalinya aku merasa aku begitu nyaman, walau hanya melihat hal seperti ini saja.

“ Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang lelaki tua dengan kacamata tebalnya, tersenyum mendekatiku. Aku yang terkejut, balas tersenyum canggung kearahnya lalu mengeluarkan buku yang tadi kutemukan dan menyerahkannya kepada lelaki itu, yang mungkin adalah pengurus perpustakaan ini.

“ Aku ingin mengembalikan ini. Aku menemukannya diloby tadi pagi, aku pikir mungkin ini milik perpustakaan ini—“ ujarku. Lelaki tua itu menyusuri sampul kulit buku tersebut lalu membuka halamannya yang menguning. Dahinya mengerut menyusuri setiap kata-kata yang ada dibuku itu. Sekejap kusadari, buku ini bukan milik dari perpustakaan.

“ Ini buku tua sekali, anak muda- disini tidak ada koleksi seperti ini..” katanya lalu menutup buku tersebut dan menyerahkannya kembali kepadaku. Aku ragu-ragu menerimanya kembali.

“ Kau yakin? Kalau bukan dari sini, ini dari mana?” tanya Austin. Lelaki tua itu mengangkat bahu.

“ Tapi, kalau kau tidak suka- atau merasa bingung, kau boleh menaruh buku itu disini—lebih baik disimpan disini kan, daripada dibuang—“ lelaki tua itu tersenyum. Aku ikutan tersenyum lalu menatap sekilas buku tersebut.

“ Well, aku ada urusan lain- silahkan membaca, atau apapun—“ lelaki itu lalu keluar dari perpustakaan, ketika pintu tertutup suasana masih saja hening, tidak bergeming. Aku melirik jam dinding, masih ada waktu sebelum latihan football dimulai. Aku memutuskan untuk duduk dipinggiran, menaruh tasku lalu memangku buku tersebut dipangkuanku. Kurasakan sampulnya yang sudah usang, namun masih terasa bernuansa kulit. Aku membuka halaman pertama dan mulai membacanya. Tokoh perempuan adalah seorang putri yang bersaudara, mereka bertolak belakang satu sama lain baik dari sifat dan watak. Dan ada juga seorang lelaki yang tiba-tiba datang kekerajaan mereka dan perlahan sang putri ini jatuh cinta pada lelaki itu. Aku tersenyum. Tipikal. Aku kembali menutup buku tua itu dan memasukannya kedalam tas. Aku tidak langsung keluar. Kembali kupandangi keadaan hangat disekitar perpustakaan ini dan memejamkan mata.

Rasanya begitu menenangkan hati. Ini mungkin pertama kalinya sejak di sekolah menengah ini, aku sendirian, tidak bersama teman-temanku dan Lucy. Tidak buruk, aku menyukainya. Bahkan sangat menyukainya. Aku bisa berpikir dan mendengarkan suaraku pikiranku sendiri, tidak usah mendengarkan lelucon konyol mereka, atau bergossip dengan mereka, dan tidak perlu mengerjai anak-anak dibawah kami. Hanya pikiranku dan keheningan ini. Aku harus meluangkan waktu untuk diriku sendiri, dan terlebih lagi- aku merasa capek harus berpura-pura menjadi seperti ‘Austin sang Kapten Football’ yang harus tampil keren, pendiam dan dicap sebagai lelaki yang nakal. Itu bukan diriku sama sekali. Tapi kalau ditanya seperti apa, aku juga tidak tahu.

Aku belum paham tentang diriku sendiri, karena terbiasa mengikuti teman-temanku yang mempunyai sifat seperti itu. Setiap apa yang mereka lakukan, aku juga melakukannya. Bertahun-tahun hidupku mengikuti mereka. Mulai dari tradisi seusai kami menang, meniduri gadis yang biasanya kami temui random saat kami berpesta. Minum gila-gilaan. Aku memang nakal seperti itu, dalam keadaan hening seperti ini aku bisa merasakan bahwa aku bersalah. Aku merasa telah menyakiti banyak hati wanita yang baru saja kukenal, atau bahkan sebagian aku tidak mengingat namanya, hanya Lucy yang kuingat, itupun karena kami satu sekolah dan kebetulan memang para lelaki selalu membicarakannya diruang ganti. Karena itu aku bersamanya, untuk menjaga gengsiku sebagai kapten football. Dan barulah aku sadar aku melakukan kesalahan yang bodoh bersama Lucy, perempuan yang sebenarnya sungguh jahat kepada banyak perempuan disekolahku. Aku sudah banyak menyaksikan dia berbuat jahat kepada banyak wanita, dan aku tahu dia juga bersamaku karena hanya ingin populer, semua lelaki sudah berbicara seperti itu padaku, tetapi mereka juga menyuruhku untuk bersamanya, karena seperti banyak umumnya, cheerios dan football adalah suatu item untuk tangga popularitas teratas disekolah menengah. Aku, yang seperti biasa selalu mengikuti keadaan, tidak menolak saat itu. Saat itu—saat sebelum perempuan itu datang beberapa bulan yang lalu kesekolah kami, menangkap mataku saat itu juga. Haley Wilson.

Happily (N)ever AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang