Aku mendongak melihat apa yang bisa kumakan. Kulkasnya sungguh besar. Dan tinggi. Dan besar. Dan tinggi. Dan penuh. Aku berkacak pinggang didepannya, melihat dengan teliti apa yang ingin aku makan. Hari ini aku dan Austin belajar bersama dirumahnya untuk ujian akhir nanti- setelah beberapa hari kami tidak belajar bersama, kami mulai lagi.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya. Aku menoleh dan dia duduk dimeja, memperhatikanku menopang dagunya. "Kau mau makan?"
"Ya- aku tidak tahu mau yang mana.." jawabku sambil mengambil sekotak pudding coklat, tapi kuletakkan lagi. "Kau bisa ambilkan yang itu?" tanyaku sambil menunjuk kotak eskrim yang ada dirak paling atas. Austin hanya tersenyum.
"Kau tidak bisa ambil sendiri?" godanya. Aku memutar bola mataku.
"Baiklah-" aku menyeret kursi meja makan lalu meletakkannya tepat didepan kulkas. Aku melihatnya sekali lagi sebelum aku naik keatas kursi. Dia hanya menaikkan alisnya, tidak bergerak dari tempat duduknya. "Kau ini lelaki tahu- kau seharusnya membantuku.." ujarku agak kesal saat aku menaikkan kakiku keatas kursi. Begitu aku berdiri dengan kedua kaki diatas kursi aku langsung mengambil kotak eskrim itu dengan mudah, lalu aku turun lagi. Dia masih memperhatikanku. Aku menyeret kembali kursi meja makan itu ketempatnya dan pintu kulkas kututup. Aku mengambil sendok dari rak lalu duduk diatas meja sambil berusaha membuka tutup eskrim. Aku menariknya kuat-kuat, tapi tidak berhasil.
"Perlu aku bukakan?" tanyanya, masih menopang dagu memperhatikanku. Aku menoleh kearahnya dengan kesal. Dia mengejekku.
"Tidak-" aku menariknya lagi, lalu menghela nafas. "Aku-" kutarik lagi. "Bisa-" tetap tidak bisa. Dengan kesal kubanting kotak itu diatas meja. Austin tertawa, dia bangkit dari duduknya lalu mengambil kotak itu dan dengan mudah dia menarik tutupnya, lepas. Dia menyodorkannya kepadaku.
"Ini-" katanya. Aku menunduk memandang kotak eskrim yang sudah terbuka, lalu aku melihatnya tersenyum jahil memandangku. Aku tidak mengatakan apa-apa, merebut kotak tersebut dari tangannya dan mulai menyendokkannya kedalam mulutku.
"Hari ini cukup? Kau mulai bosan-" katanya. Aku tidak menjawab. Moodku belakangan tidak menentu. Terkadang aku merasa baik-baik saja, lalu satu hal kecil bisa merubah segalanya. Seperti hari ini, kami baik-baik saja saat sampai dirumahnya, dan sekarang kelakuannya yang menggodaku seperti ini membuatku jengkel. Dia tidak menungguku menjawab. Austin langsung membereskan kertas-kertas dan buku dan juga segala peralatan bekas kami belajar tadi. Dia menaruhnya dimeja lain. Kuperhatikan dia bergerak membelakangiku. Punggungnya begitu kokoh- begitu besar. Aku ingin dipelukannya sekarang- kalau saja dia tidak menyebalkan seperti tadi.
Austin kembali berdiri didepanku, memperhatikanku menyendokkan potongan potongan eskrim kedalam mulutku. Aku menunduk tidak melihatnya.
"Boleh minta?" dia ingin merebut sendok yang sedang kupakai tapi aku menariknya duluan. "Hei-" dia terkekeh melihatku melakukannya. "Biar bagaimanapun itu berasal dari dalam kulkasku- plus, aku yang membukanya-" katanya. Aku meliriknya, tidak tahan untuk tersenyum.
"Kau menyebalkan hari ini. Jadi ini milikku-" jawabku sambil mengaduk-aduk isi kotak tersebut. Dia menjulurkan kedua lengannya kemeja, tubuhku berada diantara kedua lengannya. Wajah dan tubuhnya terjulur kearahku, membuatku terdorong kebelakang. Aku masih tidak menatapnya walau dia semakin menjulurkan wajahnya kearahku. "Hentikan, aku sedang makan-" ujarku menjauh. Dia tertawa pelan.
"Ayolah, Hale- berikan padaku..." katanya. Aku tidak menjawab. Setelah sekian lama dia memperhatikan dan aku tidak peduli, dia kelihatan lelah. Austin menarik karton eskrim itu dari tanganku sekaligus menarik lenganku.
"Heeeeei-" aku mau protes lebih lanjut tetapi dia membungkamku dengan bibirnya. Dia menciumku. Menekan bibirnya- membuatku lupa apa yang sedang terjadi. Aku membiarkan dia membimbing tanganku dan melepaskan kotak es tersebut dari tanganku. Dia memegang kotaknya sekarang sambil menjauhkan bibirnya dariku. Aku masih terperangah, aku hanya melongo memandangnya. Dia mengambil sendoknya dari tanganku lalu tersenyum penuh kemenangan sambil menyendokkan es kedalam mulutnya. "Kau sungguh menyebalkan-" kataku turun dari meja. Dia menutup kotak tersebut, menaruhnya keatas meja. Lengannya menarik lenganku untuk mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Happily (N)ever After
RomantizmCinta sejati itu selalu lahir baru disetiap zaman, begitulah kata orang-orang.