Kelas drama. Austin bercerita tentang buku yang akan kami pakai, dan kami semua setuju. Aku belum baca sendiri sampai habis, tapi aku percaya pada Austin.
"Oke, kalau begitu- tinggal membagi perannya!" kata Jake. Austin melirik kearah kertas coretan yang dia buat dan berdehem.
"Aku punya beberapa usulan, bagaimana kalau kita ubah endingnya? Menyebalkan rasanya kalau gantung seperti itu kan? Tidak happy ending pula-" katanya
"Berarti kita harus mengubah judulnya- begitu?" tanyaku. Dia menaruh telunjuknya didepan bibirnya sendiri, berpikir.
"Bagaimana kalau Happily Ever After? N-nya dikurungkan saja, atau dicoret, jadi orang akan mengira-ngira, judulnya unik-" kata Jake. Aku menoleh kearah Jake. Austin menatapnya berbinar.
"Ada yang tidak setuju?" tanyaku kepada 5 orang lainnya, seakan hanya aku Jake dan Austin saja yang mengatur semuanya. Mereka tidak keberatan. Dikelompok kami ada beberapa yang tidak kukenal, atau bahkan aku baru melihatnya saat kami berkelompok. Ada 3 orang perempuan bernama Marry, Ann dan Juliet- dan sisanya lelaki bernama Josh dan Miller. Mereka bahkan tidak terlalu banyak berbicara kepadaku, aku tidak begitu mengenal mereka.
"Oke- jadi bagaimana kau mau mengubah endingnya?" tanya Marry. Aku baru mendengar dia membuka mulut semenjak kami berkumpul dikelas drama. Austin berdiri ditengah tengah kami, begitu percaya diri dan mulai menjelaskan.
"Penyihir tua itu bilang kalau mereka akan bertemu lagi kan? Nah, ceritanya- kita pertemukan saja mereka diakhir, hanya sesaat- cuman hanya sampai penonton tahu mereka bertemu- di zaman lain, zaman sekarang-" kata Austin. Mereka berpandangan. Austin melirik kearahku.
"Menurutku oke-" jawabku cepat saat Austin melihat kearahku. Dia tersenyum. Yg lain ikut mengangguk. "Oke, begitu saja- kita harus cepat. Property, bagi peran-"
"Tenang saja, Hale- aku sudah memikirkannya-" katanya menahanku bicara. "Oke, siapa yang mau jadi tokoh utamanya dulu, Liam?" tanyanya. Tidak ada yang menjawab.
"Kurasa dirimu lebih cocok- karena kau satu-satunya yang sudah membaca sampai habis buku tersebut- dan plus, kau yang mengusulkannya-" ujar Miller. Aku mengangguk setuju. Austin mencatat.
"Untuk sementara, oke- biarlah aku-lalu, Erica? Ann?" tawarnya kepada Ann
"Oh God, no. aku tidak mau menjadi tokoh utama, aku tidak bisa menghafal-" tolaknya cepat
"Kurasa Haley bisa- ya kan, Hale?" Jake mencetuskan namaku dan aku melotot. Austin menoleh kearahku dengan pensil ditangannya teracung kearahku.
"Kau mau?" tanyanya. Aku memandang yang lain, mereka seakan tidak perduli- tapi ketika aku melihat kearah Jake, dia mengangguk angguk kencang mengisyaratkan aku untuk menerimanya. Aku menatap Austin kembali.
"Kucoba-" jawabku pelan
"Aha! Sempurna!" ujar Jake riang, kami semua menoleh kaget kearahnya. Dia kelihatan senang betul. "Dan kalau boleh aku menawarkan diri, aku jadi Brad- oke?" tanyanya kepada Austin dan memandang yang lain. Mereka mengangguk.
"Oke, yg lainnya?"
*
"Austin-" panggilku saat kelas sudah selesai, dia sedang membereskan tasnya, kulihat ada baju latihan untuk football didalamnya. Dia menoleh dan tersenyum.
"Hei, kenapa?" tanyanya lalu memanggul tasnya disatu bahu. Aku berdehem.
"Aku merasa aku belum berterimakasih secara jelas kepadamu, kau tahu- saat kelas olahraga kemarin-" kataku, dia mengangguk.
"Tidak apa-apa, lagipula Jake yang menyelamatkanmu, kan?" katanya. Aku tersenyum datar.
"Kau duluan yang menyusulku, terimakasih-" ujarku sambil mencengkram tali tasku yang melintang didadaku. Dia tersenyum sekali lagi. Ugh, bisa hentikan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Happily (N)ever After
RomanceCinta sejati itu selalu lahir baru disetiap zaman, begitulah kata orang-orang.