SAMANTHA POV
Aku memandang sekelompok -oh tidak, bukan sekelompok, melainkan 1 pasukan anak berseragam coklat muda dengan kemeja putih berbadge Suwon High School. Pandanganku menajam kala leader mereka maju beberapa langkah dan tersenyum miring.
Dasar keparat!
"Kau mau melakukan aksi pembelaan, kan?" tanyanya, aku diam saja.
"Sudah kuduga. Bukankah aku sangat baik sudah menyiapkan pasukanku demi menyambut kalian para little fuckers?"
Diriku maju selangkah demi selangkah mendekatinya. Sekarang hanya tersisa 3 jengkal jarakku dengan si keparat selokan, menatapnya tanpa berkedip. Dan tanpa aba-aba ...
Bugh!
Aku meninjunya hingga terpental beberapa meter ke belakang. Cih kasihan sekali, anak buahnya hanya bisa melongo melihat si keparat itu dan memandang takjub kepadaku. Sementara anak buahku bersorak gembira. Ha! Rasakan kau.
Dia terkekeh sambil menyeka sudut bibirnya yang sobek dan mengeluarkan darah.
"Oops, maaf. Kurasa kau harus menjahit bibirmu itu. Oh maksudku menjahitnya menjadi satu, atas dan bawah. Jadi, kau tidak perlu mengumbar hal yang tidak penting tentang kami." Saranku sambil memainkan ujung rambutku yang bergelombang.
"Jangan sampai aku merusak wajah cantikmu itu, sweet." Ujarnya sambil mencoba bangkit.
"Ow. Apa itu sebuah ancaman? Karena kakiku gemetar sekarang." godaku lalu melakukan gerakan gemetar pada kedua kakiku. Semua anak buahku tertawa kencang.
Dia menggeram kesal kemudian mengeluarkan pisau lipat dari dalam almamaternya. Baiklah, kurasa dia benar-benar marah. Semua pasukanku bersiap-siap dengan senjata masing-masing. Tongkat baseball, tongkat wushu, rantai besi, dll. Pasukannya yang berjumlah 20 orang juga melakukan hal yang sama.
"You wish." Bisikku pelan lalu menendang ke arah perut yang langsung sigap ditangkisnya.
2 pasukan dari masing-masing kubu saling menghantam dan memukul lawan mereka. Keroyokan, satu lawan satu, ataupun satu banding dua, mereka tidak perduli. Yang penting adalah bagaimana caranya agar kubu dari little jerk ini menyerah.
"Menyerahlah, sweet. Dan kau akan merasa istimewa karena bisa kubuat lemas diatas kasurku." Katanya disela-sela serangan yang dia berikan.
Aku meninju ulu hatinya, "Never, little jerk."
.
.
"Harus berapa banyak uang yang ayah keluarkan agar kepala sekolah tidak menulis namamu kedalam daftar Iljin?!" murka ayah saat keluar dari rumah kepala sekolah.
Jarang ada yang mengetahui rumah pribadi milik pria botak yang gila jabatan itu. Seantero sekolah, kurasa hanya aku satu-satunya murid yang mengetahuinya.
Kemarin, aku pulang sangat larut dengan alasan mengerjakan tugas di rumah teman. Alasan itu kugunakan agar aman dari 'kepergok' berkelahi. Kalau aku tidak mendapatkan luka, masalahnya akan beres dengan sekali kedipan mata. Tapi sayangnya, rambutku tergunting beberapa centi, luka lebam ungu di sudut bibir, dan darah kering menelpel di pelipisku.
Sekali lihat saja, semua orang tahu kalau aku habis menjadi orang gila di sebrang jalan yang katahuan mencuri (maksudnya berkelahi). Ayah mengetahuinya dan ... BOOM! Tubuhku dilempar ke dalam kamar. Ayah sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Seharusnya sebagai anak, aku mengetahui tabiat ayahku sendiri. Karena darah lebih kental dari air.
Tapi kurasa pepatah itu tidak ada dalam hidup kami. Aku ya aku, dia ya dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...