Daniel sudah siap menunggu di depan pintu utama saat mobil Alvar yang Thea pakai berhenti di depan garasi. Daniel sudah siap dengan lompatan kecilnya saat Thea keluar dari mobil dengan senyuman.
Dan Daniel sudah siap untuk memeluknya ketika Thea berdiri dalam jarak beberapa langkah kaki.
"Mom kau dari mana?" binaran mata Daniel terlihat khawatir dan juga senang. Khawatir kalau ibunya ini mengalami sesuatu di luar sana dan senang karena semua pikiran buruknya tidak terjadi.
Thea meraup Daniel dalam gendongan sebelah tangan, mencium puncak hidungnya dan sebelah pipinya yang gembil. "Mom habis menemui seorang teman. Maaf ya kalau membuatmu khawatir."
"Seorang teman?" dahi Daniel berkerut. "Apakah dia orang yang baik?"
Thea terkejut dengan pertanyaan itu, namun dia tetap tersenyum. "Tentu saja. Mom hanya berteman dengan orang yang baik. Dan perlu kau ketahui bahwa semua teman Mom adalah orang baik."
Daniel menyengir lucu. "Oke, jadi, beep beep. Aman."
"Apa maksudnya itu?" tanya Thea sembari membawa mereka menuju dapur.
"Dad dan aku tidak perlu khawatir dengan orang asing yang tiba-tiba bicara denganmu, Mom." Daniel mencium sebelah pipinya. "Jadi, bisakah aku bertemu dengan teman Mom? Aku juga suka dengan orang baik."
Thea menurunkan Daniel di salah satu kursi meja makan. "Tentu saja bisa. Tapi nanti saja ya. Sekarang kau harus makan siang."
"Apa aku bisa mendapat kudapan setelah ini?" tanya Daniel setengah memohon.
Thea tahu kalau bocah itu sangat jarang diperbolehkan makan kudapan setelah makan siang oleh ayahnya. Takut kekenyangan dan dia tidak bisa bergerak, kata Alvar. Padahal menurutnya, kudapan setelah makan siang tidak begitu berdampak banyak. Apalagi untuk gadis pemakan segala dan gadis-yang-selalu-lapar-setiap-jam sepertinya.
"Baiklah." Thea mengizinkan. "Tapi kalau begitu, menu makan siangmu tidak boleh terlalu berat. Bagaimana dengan bayam?"
Wajah Daniel mengkerut saat mendengar kata 'bayam', tapi demi mendapatkan kudapan setelah ini dia akhinya mengangguk. Walaupun setengah hati.
Thea tertawa karena respon itu dan akhirnya membuat sandwich isi tumis bayam dan potongan bacon. Selagi memanaskan pan, Thea menuang sari buah jeruk dan mencampurkannya dengan beberapa sendok air soda. Thea sudah mencari takaran yang pas di internet tentang pemberian soda untuk anak-anak. Jadi, Alvar tidak boleh dan tidak akan bisa mengeluh untuk yang satu ini.
"Ini." Thea memberikan gelas sedang itu pada Daniel. "Ada hadiah di dalamnya."
Daniel memperhatikan gelas itu dengan seksama, mencari hadiah yang dimaksud. Tapi dia tidak menemukan apapun selain warna orange cerah. Thea menunggu sesuatu seperti pekikan atau apalah itu sambil menumis bayam dan baconnya. Namun lima menit telah berlalu dan tidak ada suara satupun yang keluar dari mulut anaknya.
Thea berbalik dan nyaris menyemburkan tawa saat melihat Daniel yang begitu konsentrasi memperhatikan minumannya. Alis tebalnya menyatu dan bibirnya mengerucut tinggi.
"Kenapa kau memandanginya begitu?"
"Dimana hadiahnya, Mom? Aku tidak melihat apapun yang mengambang di dalamnya." Kata Daniel tanpa mengalihkan pandangan dari gelas.
Thea berbalik lagi untuk mengambil roti yang mencuat keluar dari toaster. "Minumlah dan kau akan segera tahu."
Dengan ekspessi yang tidak berubah, Daniel meminum sari jus jeruknya dan memekik. "Ini meletup-letup dalam mulutku, Mom!" Dan tidak ada suara lagi karena Daniel sibuk menghabiskan setengah isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...