Part 16 - Sorry and Thank's

2.4K 213 14
                                    

hai, balik lagi neeh! Kangen kalian deh. Dueileh yg tadi sbm gimana rasanya?
soalnya minta dibakar banget >.< so, sekarang ceritanya lagi di php'in sebulan kedepan.
semoga mendapatkan hasil yang terbaik untuk kita semua.
31/5,
Huzaini.

______________________________________________________

Daniel saat ini duduk di pangkuan Thea sambil memainkan tablet. Thea dan dia sedang mengisi permainan teka-teki, dan sesekali mereka tertawa. Sebenarnya tidak ada yang lucu, menurut Daniel. Tapi entah kenapa rasanya sangat menyenangkan. Sehingga dia ingin tertawa bahagia terus- menerus.

Thea tidak bisa menepati janjinya pada dokter Alvar. Putranya ini terlalu menggemaskan untuk dilewatkan begitu saja. Thea tidak kuat dengan godaannya, sungguh!

Setiap Daniel datang ke kamarnya, Thea sudah beracting tidur dengan lelap dan menutupi setengah wajahnya dengan selimut. Tapi herannya, bocah tampan itu selalu tahu dan mencium seluruh wajah Thea dengan gemas.

'Ujung kelopak matamu sedikit berkedut. Jadi, aku tahu kau sedang berpura-pura' jawab Daniel jika ditanya mengapa Thea selalu ketahuan beracting.

Ah dia lupa, anak ini sangat cerdas. Percuma membohonginya. Tapi Thea juga cerdas. Kenapa dia bisa kalah dari bocah ini?

Pintu kamar diketuk pelan, seseorang masuk setelah dipersilahkan.

"Daniel, ayo segera bersiap! Kau harus ke sekolah siang ini." dokter Alvar berucap.

Daniel mencebikkan bibir, "Tidak mau!" tangan kecilnya melempar tablet ke sembarang arah dan berbalik badan untuk memeluk Thea seerat mungkin. "Aku tidak akan meninggalkan Mom."

Alvar menghela nafas. Daniel akan menjadi sangat manja jika dekat dengan Thea. Butuh kesabaran juga waktu untuk membujuk anak itu agar melepaskan tempelannya pada Thea.

"Kau tidak mau sekolah? Membolos? Oke, Dad akan marah padamu." Ancam Alvar.

Daniel terlihat takut, tapi saat melihat wajah Mom'nya dia kembali berpegang teguh dengan ucapannya. "Marah saja."

Alvar dan Thea sama-sama tersentak.

Alvar menyipitkan matanya, tanda marah. "Daniel Alano—"

"Kau tidak boleh berkata seperti itu pada ayahmu! Ayo minta maaf! Dan lagipula kita masih ada lain waktu untuk bermain. Jadi, penuhi kewajibanmu dahulu." Potong Thea dengan kedua tangannya yang memegang bahu Daniel.

Daniel bingung. Tapi saat melihat senyuman dan pancaran kasih sayang dari wajah Mom'nya itu, dia mau tak mau mengangguk. "Baiklah. Tapi janji jangan meninggalkan aku seperti waktu itu."

Kini ganti Thea yang bingung. Jika menjawab iya, maka Daniel tidak akan melepaskannya. Tapi jika dia menjawab tidak, apakah ada jaminan bahwa Daniel akan melepaskannya?

Untuk kebaikan Daniel saat ini, karena dia harus sekolah maka Thea menjawab. "Iya."

Daniel langsung senang dan mencium pipi Thea. "Yeay! Baiklah Mom, aku akan sekolah. Sepulang nanti, aku akan kembali dan menemanimu."

Daniel turun dari ranjang dan berjalan menghampiri ayahnya. "Ayo Dad, kita berangkat!"

"Daniel." Panggil Thea.

"Ya?"

"Kau melupakan sesuatu?" Thea tersenyum dan melirik Alvar.

Daniel menepuk dahinya pelan dan menyuruh Dadnya untuk merunduk. Setelah tinggi badan mereka sudah sejajar, Daniel mencium pipi ayahnya. "Maafkan aku, Dad. Aku tidak akan mengulanginya lagi."

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang