Dengan mata terkejap-kejap, Thea berusaha bergerak dari posisinya. Tapi tubuhnya terasa begitu berat. Mereka berdua tidur di sofa panjang yang ada di dekat jendela ruang kerja Alvar. Thea menjadikan lengan sofa sebagai bantal dan Alvar tidur menelungkup diantara kakinya, sementara wajah pria itu bersandar di atas dadanya yang polos. Meski leher belakang dan pundaknya agak terasa nyeri karena posisi tidur ini, tapi melihat wajah damai Alvar tertidur membuatnya lega.
Akhirnya pria itu bisa beristirahat sejenak.
Tapi sayangnya mereka harus bangun sekarang, hari telah sore karena langit sudah mulai berwarna jingga di beberapa tempat. Dia juga yakin kalau Daniel sudah bangun dan menyiapkan perlatan mandinya sendiri karena kedua orangtuanya tidak bisa ditemukan.
Thea mengusap pelan rambut Alvar yang acak-acakan, dan sialnya masih tetap tampan. Hidung pria itu mengerut sebelum melenguh pelan. Kelopak matanya membuka perlahan dan Alvar terdiam selama beberapa detik untuk mencerna keadaan. Akhirnya pria itu tersenyum lalu menyerukkan wajahnya di belahan dada Thea.
"Tidur siang terbaik yang pernah kau dapat, eh?" goda Thea.
Bahu Alvar bergetar dan Thea merasakan kalau pria itu tengah menahan tawa. Dua detik kemudian pria itu mendongak. Menyeringai usil.
"Sejak kapan kau menjadi gadis yang berpikiran nakal seperti ini?"
Thea memutarkan bola matanya ke atas, berpikir sejenak. "For your information, aku sudah nakal sejak dulu. Dan kalau maksud pertanyaanmu tadi adalah dapat ide dari mana, aku mencarinya lewat Google."
Kedua alis Alvar menyatu sebelum menyemburkan tawa. "What the hell?"
Thea mengangguk polos. "Ingat saat aku meminjam ponselmu? Aku membuka browser dan bertanya bagaimana cara membuat seorang pria istirahat dengan baik. Dan laman yang kubuka menyarankan untuk memberi sedikit service yang bisa membuatmu lelah."
"Harus kuakui, itu berhasil. Sangat berhasil." Kata Alvar sambil merangkak keatas dan mencium bibirnya. Mereka berpangutan cukup lama sampai akhirnya berhenti karena harus mengambil napas.
"Jujur padaku." Kata Alvar, kembali pada posisinya semula; menjadikan dada Thea sebagai bantal. "Pasti ada yang ingin kau bicarakan saat kau masuk ke ruang kerjaku."
Thea mengerjap, menatap Alvar cukup lama sebelum akhirnya dia mengangkat tangan kirinya. Memperlihatkan cincin dengan permata kecil yang nampak mencolok bagi mereka berdua.
"Untuk apa kau memberiku ini?" Thea menurunkan lagi tangannya. "Apa aku belum memberitahumu kalau aku bukan pecinta perhiasan?"
"Aku melamarmu?"
Tapi ucapan itu lebih kepada pertanyaan daripada pernyataan.
Thea menahan tangannya untuk tidak menjitak kepala Alvar. "Kau harus tegas, Alvar. Kau pria atau bukan?"
Alvar mendesah. "Aku memang kurang persiapan. Aku sadar itu. Bahkan Sean dan Henry atau Paman Lee bisa saja mentertawaiku habis-habisan jika tahu. Tapi kau juga paham bahwa aku bukan tipe yang romantis dan segala macam. Haruskah kuulangi?"
Thea terpana. Dia memang belum pernah dilamar dan tidak tahu rasanya, sih. Tapi jika dia melihat drama-drama di tv, caranya pasti akan romantis, kan? Berlutut di hadapannya dan mengucapkan kata-kata yang bisa membuat lututnya lemas.
Kau sendiri tidak romantis. Batin Thea berkata. Sebenarnya adegan yang romantis juga membuatnya mual. Tapi astaga! Bukan itu pokok permasalahannya!
"Kau yakin?"
"Apa maksudmu?"
"Melamarku." Kata Thea, tapi Alvar malah tertawa. Dia melanjutkan. "Aku adalah orang yang penuh masalah, Al. Ada begitu banyak masalah di hidupku—baik yang datang sendiri atau yang kuciptakan sendiri. Bahkan aku sampai berpikir kalau bahagia itu adalah suatu hal yang mustahil untuk kudapatkan. Kau itu salah satu saksi nyata yang melihatnya dengan jelas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Luck
FanfictionSamantha Avery Lucan atau Thea merasa sial karena diumurnya yang ke 19, dia harus menikah dengan om-om yang sudah mempunyai 2 istri. Dia melakukan segala cara termasuk dengan memotong rambutnya menjadi sangat pendek agar om-om tengil itu berubah pik...