Part 17 - My Love

2.7K 233 12
                                    

dengerin ya mulmednya. Om-om gue yang tamvan mau show up ^^

7/6/16

Huzaini.

_______________________________________________

Sekarang sudah hari ke 14 Thea resmi dirawat pascakoma. Selama itu pula Tiff, dokter Alvar dan juga si kecil Daniel selalu menemani hari-harinya. Thea membenci rumah sakit, mengingatkannya akan kematian sang ibunda. Tapi dia cukup menyukai bau obat-obatan di rumah sakit, aromanya sangat khas dan cukup menenangkan.

Alvar meneliti lebih lanjut paper tentang kemajuan kondisi Thea lalu dimasukkan kedalam saku jas. "Kondisimu membaik dengan cepat. Biasanya luka serius seperti yang kau alami butuh waktu setidaknya sebulan untuk pemulihan."

"Aku sering minum susu. Dan aku cukup menyukai susu." Jawab Thea seadanya.

Alvar terkekeh pelan, menurutnya jawaban itu lucu. Entah mengapa. "Benar. Kalsium membantu mengembalikan kepadatan tulangmu lebih cepat. Apalagi kau meminumnya setiap empat kali sehari."

"Dimana Daniel? Katanya dia akan mengunjungiku sepulang sekolah?" tanya Thea sambil membenarkan letak selimutnya.

"Dia sedang membantu pamannya berkebun dirumah. Dia mungkin akan kesini dalam beberapa jam lagi." penjelasan Alvar membuat Thea mengangguk-angguk paham.

"Tampaknya, anakku sudah menjadi candu bagimu, ya?"

Thea mengerjap. "Yah seperti itu. Tidak sulit untuk jatuh cinta pada anakmu. Dia sangat menggemaskan."

Alvar tertawa. "Ya memang. Sulit untuk mengabaikannya."

Terjadi keheningan setelahnya. Thea ingin bertanya sesuatu yang sudah mengganjal di kepalanya selama ini. Tapi dia takut mengatakannya, takut membuat dokter tampan ini tersinggung.

"Emm ... dokter?" cicit Thea.

"Ya?"

Thea menggigit bibir bawahnya. "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

Alvar terdiam sebentar, menatap lekat Thea penuh perhitungan. "Katakan saja."

"Tapi janji jangan marah padaku!" Mohon Thea lucu. Matanya berbinar-binar seperti Daniel, membuat Alvar menahan diri untuk mencubit pipi Thea.

"Tergantung." Jawab Alvar, Thea langsung lemas.

Alvar duduk di sisi ranjang, menghadap ke cewek itu. Dia mencubit pipinya gemas. "Kenapa kau setakut itu? aku tidak menggigit."

Thea cemberut. "Kau seram kalau marah. Wajahmu akan datar dan tidak akan mengatakan apapun. Itu lebih horror ketimbang orang gila berteriak di tengah jalan."

"Benarkah? Aku seseram itu dimatamu?" tanya Alvar tak percaya.

Thea mengangguk mantap. "Aku tidak jadi bertanya. Sudah sana pergi!"

Alvar semakin gemas dengan cewek ini dan langsung mengacak-acak rambutnya. "Katakan saja. Kau sudah terlanjur membuatku penasaran."

Thea menahan tangan Alvar yang terus bergerak di kepalanya. "Kemana ibu Daniel?" tanyanya pelan.

Alvar langsung terdiam dan menatap Thea dengan raut tak tertebak.

Keheningan yang menyelimuti mereka membuat Thea tegang. Benarkan, dia sudah salah bertanya. Seharusnya dia tidak termakan ucapan Alvar untuk melanjutkan obrolan menyakitkan ini.

"Ibunya sudah tiada." Jawab Alvar tiba-tiba.

Thea tersentak dan menatap Alvar tak percaya. "Oh maaf. Maafkan aku. Kau pasti berat ditinggal istrimu, apalagi Daniel masih kecil—"

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang