Part 15 - Wake Up

2.3K 225 14
                                    

Guys, ternyata Allah masih mau liat usaha gue untuk sbm. Jadi, dengan sangat berat hati gue katakan, kalau gue hiatus selama setengah bulan ini. After June,1th i will comeback to post my whole story... So, this is the last part&post for this month. NOT LEAST I HOPE.

Wish me may be able to pass the test. Ciaooo~

16/5

Huzaini.

______________________________________________________

"Jadi? Ada apa ?" tanya Alvar to the point.

"Aku ingin menawarkan sebuah kerjasama dengamu. Tanpa kontrak. Ini sebagai rasa terimakasih ku padamu karena telah menyelamatkan adikku." Tegas Ben.

Alvar cukup terkejut, namun rautnya tampak normal. Oh benarkah? Seorang Benjamin Cory yang terkenal bertangan dingin saat mengendalikan perusahaan, yang sangat pemilih dalam menjalin kerjasama, dan perfeksionis memilih partner kerja sedang menawarkan sebuah mutiara tanpa cangkang kepadanya?

Kalau mereka benar-benar saling tertarik karena unsur intrinsic perusahaan, mungkin Alvar akan menjawab iya, tapi ... "Tidak."

Ben tersentak, "Ah, mengapa?"

"Aku menyelamatkan adikmu karena itu memang sudah tugasku menjadi seorang dokter, karena sumpah dokter. Walaupun yang kutolong adalah gelandangan, atau bahkan anak presiden sekalipun, itu karena sumpah dokterku, karena sumpahku kepada Tuhan. Jadi, aku tidak bisa menerima ini."

Ben tertegun karena penjelasan itu.

"Karena kuasa Tuhan, adikmu bisa bertahan hidup sampai saat ini. Tapi aku mulai berpikir kalau saja adikmu tidak selamat saat kutangani, apakah tawaran ini akan ada? Atau kau malah menawarkan nyawaku kepada pembunuh bayaran karena tidak berhasil menyelamatkan adikmu?" Alvar menyeringai.

Ben terkekeh karena sindiran tajam itu. Sesungguhnya, ucapan itu tidak membuatnya tersinggung sama sekali. Tapi dia memberikan dua jempol atas keberanian Alvar berkata demikian. Seandainya saja, orang lain yang mengatakan hal ini kepadanya, kepalanya pasti sudah dia pajang di atas perapian.

"Well, itu bisa kujadikan referensi di masa depan." Ben menajamkan pandangannya, "Aku bersungguh-sungguh, tuan Alvar. Aku juga sudah melihat bagaimana kinerjamu sebagai pemimpin. Dulu, sejujurnya saja ya, aku tidak tertarik untuk bekerja sama dengan kakakmu, walaupun track recordnya sebagai perusahaan baru di Negara ini sangat memuaskan. Tapi entah kenapa tidak ada rasa ketertarikan sama sekali."

Alvar mengangkat bahunya. "Lantas?"

"Aku melihat kerjasama ini dapat berjalan dengan baik kedepannya. Kalau kau tidak bisa menerima ini sebagai ucapan terimakasih ku, bagaimana kalau aku mengubah alasanku?"

Alvar terdiam, "Mungkin itu akan berhasil, tuan Deleon. Akan kupikirkan nanti."

Benjamin mengulurkan tangannya sebagai tanda maaf. "Pembicaraan ini membuatmu tidak nyaman, ya? Maaf kalau begitu."

Alvar tersenyum dan menyambut uluran itu. "Sesungguhnya jas ini yang membuatku tidak nyaman. Membicarakan masalah perusahaan disaat memakai pakaian ini membuatku sangat berdosa."

"Aku sungguh kagum padamu. Menjadi dokter dan CEO disaat yang bersamaan? Really cool."

"Hei, jangan membuatku besar kepala. Yah sudah terlanjur, mau apa lagi?"

"Kapan aku bisa menemuimu sebagai kepala perusahaan?" tanya Ben.

"Malam hari mungkin, atau dihari libur." Jawab Alvar.

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang