Part 32 - Lagipula, aku sudah menyerah

1.6K 156 17
                                    


"Aku harap kau suka makanan Italia." Itulah yang dikatakan calon istri Alvar ketika dia memasuki ruang makan.

Dia tersenyum kecil. "Aku suka semuanya, kok."

"Cecilia kurang lebih sama sepertimu," sahut Alvar sambil setelah duduk di kursinya. "pemakan segala."

Thea mengeluarkan ekspressi terkejutnya dan menaruh tangannya di atas dada. "Akhirnya masih ada wanita yang paham bagaimana caranya menikmati hidup dengan benar."

Setelah sejam lebih sedikit dia menunggu di ruang tamu—Alvar harus mandi dan juga memandikan anaknya—dia dibawa ke ruang makan mewah di rumah ini.

Meja makan tampak sangat menawan dengan penataan makanan yang apik. Meja besar itu cukup untuk menampung duabelas orang sekaligus. Ada lasagna, lima porsi chicken capers fettucine—pasta fettucine dengan dada ayam goreng tepung yang disiram saus cream, jamur dan keju mozzarella. Daniel menggenggam cemilan mozzarella stick.

"Kau mau minum apa, Cecilia?"

"Jus jeruk saja, terimakasih."

Cecilia agak terpana melihat wanita itu yang langsung gerak cepat membuka kulkas dan menuangkan jus jeruk untuk mereka semua.

Poin tambahan, dia juga sangat cekatan. Pikirnya.

"Siapa yang memberitahumu kalau adik bayi terbuat dari tepung, Danny?" tanya Paman Lee, menyesap sedikit jus jeruknya.

Sambil tetap focus pada lipatan serbet di pangkuannya, Daniel menjawab. "Mom yang mengatakannya pagi ini. Saat kami semua berada di dalam mobil untuk menemui para teman kerja Dad."

"Lalu, kau tadi ingin membuatnya?" tanya Paman Lee lagi, menahan senyum.

"Tentu saja. Aku sudah tidak sabar ingin punya adik." Daniel menjawab dengan semangat. "Mom, kapan kita akan membuatnya?"

Alvar sudah tidak bisa menahan tawanya lagi. "Kau ingin adik perempuan atau laki-laki?"

"Uh.." Daniel sangat memikirkannya. "Bisakah aku mendapatkan keduanya? Aku ingin mengajak adik bayi main basket atau olahraga, tapi anak perempuan tidak akan suka. Tapi aku juga ingin mempunyai adik perempuan, dia pasti akan sangat cantik dan rambutnya sangat indah seperti Mom."

Thea tersenyum mendengarnya. "Aww, terimakasih, sayang. Look, lupakan masalah tepung itu. Nanti akan Mom jelaskan."

Doa sebelum makan dipimpin oleh Alvar, setelah itu mereka mengangkat garpu. Cecilia memasukan suapan pertama dan mengunyahnya pelan-pelan. Rasanya cukup mirip dengan buatan restoran berbintang.

"Ini enak, sayang." Kata paman Lee.

Thea tersenyum. "Aku membuat porsinya sangat pas. Jadi kalau mau tambah, kau harus membuatnya sendiri."

Poin tambahan, lagi, dia pintar memasak. Ucap Cecilia dalam hati.

Cecilia merasa tubuhnya semakin mengecil saja di tempat duduknya.

Daniel sangat focus kepada makanannya. Thea sesekali membantu Daniel untuk memotong pastanya yang panjang. Takut anaknya tersedak jika bocah itu menelan tigapuluh senti pasta sekaligus. Perhatian itu tidak luput dari mata Alvar, dia tersenyum sesekali melihat interaksi keduanya.

"Terimakasih makan malamnya, dear. Aku akan kembali ke penthouse-ku." Paman Lee beranjak lebih dulu setelah makan malam selesai. Pria tua itu mengecup Daniel dan Thea di dahi, mengucapkan selamat malam untuk mereka semua.

Cecilia menawarkan diri untuk membantu merapikan meja atau mencuci piring—kalau ini dia bisa—tapi ditolak oleh Alvar dan juga Thea. Cecilia menghela napas panjang sambil mengikuti Alvar ke ruang tengah. Dia menyiapkan diri, pasti Alvar akan menginterogasinya setelah ini.

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang