Part 18 - See you later

2.4K 225 12
                                    



"Astaga! Bukankah mereka sangat romantic?" tanya Tiff, begitu menggebu sampai sang suami menggeleng-geleng.

Ya, mereka sejak tadi mengintip kegiatan yang dilakukan oleh seorang dokter, seorang gadis, dan seorang anak kecil. Niatnya ingin menjenguk dan memberikan kejutan. Tapi mereka lah yang mendapatkan kejutan itu.

"Apa mereka memiliki sebuah hubungan khusus yang tidak kita ketahui, Ben?" tanya Tiff lagi, masih menggebu dan semangat. Malah frekuensinya bertambah karena kemungkinan yang ada di kepala cantiknya itu.

Ben menggeleng pelan. "Entahlah. Tapi apapun itu, semoga saja bagus untuk kedepannya."

Mendengarnya, Tiff mengangguk antusias. "Tentu saja. Semoga Tuhan menghendakinya. Lagipula, Thea sudah besar sekarang."

"Mau sampai kapan kita menunggu di—"

"Huaaaaaaaa!!!!!"

"Tiff, honey, apa yang terjadi? kenapa kau tiba-tiba menangis?!" panic Ben dan langsung duduk di sebelah istrinya. Memberikan usapan menenangkan.

Dia tahu hormone ibu yang tengah mengandung sangat sensitive, lebih sensitive daripada menstruasi. Jadi, seharusnya Ben bisa terbiasa dengan itu. Tapi tetap saja sulit.

"Aku baru menyadari kalau adikku sudah besar. Tapi dia akan tetap menjadi little princess'ku yang manis dan penurut." Ujarnya ditengah isakan yang melanda. Ben bukannya menenangkan istrinya itu, malah tertawa kencang.

Tiff menghentikan rengekannya dalam sekejap dan memandang horror suaminya.

"Kau kenapa?"

"Tidak. Tidak apa-apa. Aduh, aku sangat beruntung menikahimu." Ucap Ben disela-sela tawanya.

Istrinya, adalah moody-nya.

Istrinya, adalah .... Eum ... intinya segalanya.

Ayolah, Ben bukan pria penggombal. Terakhir kali dia menggombal, Tiff menjauhinya seperti kuman selama seharian penuh. Memang tipe-tipe gadis yang hanya percaya dengan tindakan, bukan sekedar ucapan belaka.

Tiff mengeluarkan tisu dari dalam tas dan mengelap sisa-sisa air matanya. Wajah menawan sehabis menangis dicampur raut tegas dan sedikit angkuh dipasangnya, oke, sang 'Nyonya Besar' telah kembali.

Tiff mengibaskan rambutnya ke belakang seraya berucap, "Kau memang beruntung menikahiku."

"Ayo kembali ke dalam! Kita tunggu little princess-mu bangun." Ajak Ben, mengulurkan tangan dan langsung disambut hangat oleh istrinya.

.

.

2 jam kemudian, Thea bangun dan tetap meninabobokan Daniel yang masih terlelap. Dia baru menyadari kalau ruangannya di datangi tamu saat mendengar dehaman seseorang.

"Sangking seriusnya ya, sampai tidak menyadari keberadaan kami?" goda Tiffany sambil menaik-turunkan alis.

Thea tidak menjawab apapun, rautnya terlampau datar tapi terlihat rona kemerahan di kedua pipinya.

"Berhentilah menggodanya, sayang. Lihat? pipinya sudah semerah apel." Ucap Ben kemudian terkekeh pelan.

"Ada apa kalian kemari?" tanya Thea sambil memutar kedua bolamatanya, jengah karena berhasil digoda.

Tiffany dan Ben saling lirik sebentar, Ben mengisyaratkan untuk Tiff saja yang menjelaskannya. Thea tetap diam memperhatikan kedua kakakknya yang saling memandang dan memberikan sinyal.

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang