Part 30 - Hey, I just wanna...

1.2K 127 19
                                    


"Kita akan kemana, Dad?" tanya Daniel yang duduk tenang di kursi belakang. Menatap area luar dengan binaran senang yang tidak pernah padam dari matanya. Mungkin, mata itulah yang membuat Thea jatuh hati untuk pertama kalinya dengan Daniel.

Atau bisa juga suaranya yang jernih seperti lensa kamera mahal. Atau sikapnya yang semanis gula. Entahlah, mungkin semuanya.

"Kita akan makan siang dengan para kolegaku. Mereka bilang, ingin melihat anak tampan yang berlarian di koridor Direksi minggu lalu." jawab Alvar sambil tersenyum.

Daniel melirik ayahnya dari kaca tengah. "Uh...itu aku?"

"Tentu saja."

"Apa mereka juga punya anak, Dad?" tanya Daniel dengan binar harapan pada matanya.

"Mereka punya. Tapi sudah seumuran dengan Dad. Sebagai gantinya, mereka punya cucu yang cantik. Kenapa? Kau mau mengajaknya bermain?"

Daniel melirik Thea yang sedaritadi melihat keluar jendela. Momnya diam saja. Ada apa?

"Entahlah. Aku hanya merasa iri." Adunya.

"Tentang?"

"Saat aku selesai pementasan, ada beberapa keluarga yang berkumpul di balik panggung. Elisa datang kepadaku sambil menggendong adik bayi yang lucu sekali. Dia memperkenalkannya kepadaku."

"Oh ya?" tanya Alvar sambil sesekali melirik ke kaca tengah. "Siapa namanya?"

"Namanya Allie. Aku ingin menggendongnya juga, tapi ibunya sudah datang dan membawa mereka pergi."

"Jadi..." Alvar tahu pasti kemana arah pembicaraan ini. Namun dia ingin memastikannya sendiri. Sambil sesekali melirik kepada wanita yang tiba-tiba jadi pendiam di sebelahnya.

"Aku ingin adik bayi."

Thea terbatuk. Walaupun sejak tadi dia diam saja, tapi dia mendengarkan. Alvar tersenyum dan mengedip kepada Daniel yang dibalas wink gagal anaknya. Membuatnya tertawa.

"Mom, kau dengar itu kan? Dia ingin adik bayi." Goda Alvar.

Thea akhirnya merespon dengan delikan. "Baiklah, kita akan membuatnya. Kau siapkan saja tepung yang banyak."

"Adik bayi terbuat dari tepung?!" tanya Daniel, heboh karena ucapan Momnya.

Thea menganga dan jadi bingung sendiri dengan kesalahpahaman anaknya itu. Sedangkan Alvar tertawa keras. Tidak berusaha membantunya menjelaskan. Sudah dua kali dia dibuat kelimpungan oleh Daniel, dan Alvar sangat tidak membantu sama sekali.

Mobil mereka sudah berhenti di drop off lobby, Alvar melepaskan seat belt nya dan keluar. Berbicara sebentar kepada petugas valet parking. Pria itu akhirnya menyuruh mereka keluar dan memberikan kunci mobilnya kepada petugas valet.

Thea menyipit karena sinar matahari yang begitu terik. Dia mendongak untuk melihat gedungnya yang hanya terdiri dari tiga lantai saja. Tidak seperti resto berbintang lainnya yang memiliki gedung megah, The Five Fields yang ada di jalan 8-9 Blacklands Terrace, Chelsea, London ini memiliki konsep yang begitu mementingkan suasana kekeluargaan yang hangat. Tampak sekali jika melihat area gedung dari luar.

Tumben sekali acara besar kalangan kelas jetset diadakan di tempat seperti ini. Batinnya berkata. Tidak biasa.

"Ayo." Alvar menggandengnya sedangkan Daniel berjalan di depan mereka. Dengan seorang waitress yang menuntun mereka menuju area private dining.

Daniel mendapatkan beberapa kawan baru disana, dan tugasnya tidak terlalu banyak selain mengawasi anak itu dan tersenyum setiap saat.

Thea tidak suka dengan acara makan-makan penuh kepalsuan yang bertujuan untuk menjilat seseorang yang memiliki derajat tinggi seperti ini. Kecuali makanannya, tentu saja. Thea cukup suka dengan makanan Prancis.

Best LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang